30

78 14 8
                                    

Begitu rasa capek mendera dan merasakan gerah tubuhnya yang bersimbah keringat serta nafas yang tersengal-sengal setelah puas menyetubuhi istrinya, Fathan terkulai lemas di tempat tidur. Tanpa sehelai kain yang menutupi badannya laki-laki itu telah terlelap dengan sisa sisa peluh yang masih segar membasahi tubuhnya yang tertelungkup. Dan Azzurra dengan penuh keikhlasan menyelimuti seluruh tubuh suaminya yang telah terlelap dengan suara dengkuran nafas yang cukup kencang. Meski hatinya teriris-iris, ingat saat yang telah terlewati beberapa menit yang lalu. Di mana dia seperti perempuan tak punya harga diri di mata Fathan. Menggaulinya seperti menggauli wanita malam. Mencercau dengan kata-kata kotor dan sumpah serapah yang memerahkan telinga sesaat ketika lelaki itu telah mendapatkan puncak klimaksnya.

" Zuu.. k***o..√kuu berasa kejepiitttt..oouuhhh.. enaaakkkkk jalangkuu...terusss sedoottt sayanggg...jangan berhentiiii....an****g..". Kata-kata itu terus terngiang. Hingga membuatnya menutup kedua telinga serta menangis segugukan menahan perih di dada. Seakan dia merasa jijik melihat muka suaminya seolah-olah sudah tak sanggup lagi dengan segala hal yang kaitan dengan perangainya. Seluruh yang ada pada sosok lelaki yang tengah terpulas itu adalah timbunan luka dan sakit hati. Tapi Azzurra bisa apa.. menyaksikan Uminya yang terbaring tak mampu untuk beraktifitas lagi, membuatnya tak sanggup untuk mengambil tindakan apapun. Juga nama besar Abinya yang dia tau, sangat-sangat di jaga oleh laki-laki tersebut.

" Apapun yang terjadi, jangan pernah kamu cerai. Ingat Abi-mu.. kalo sampai hal itu kamu lakukan, tak pernah Abi anggap telah memiliki anak.."

Selalu ucapan itu yang di jadikan ultimatum oleh sang kiai, agar putrinya tak melakukan tindakan yang bisa mencemarkan nama baiknya. Tanpa perduli seperti apa dan bagaimana bentuk hati milik putri srmata wayangnya saat ini, yang lelaki itu pikirkan hanya soal nama besarnya dan juga almarhum ayahandanya. Dan untuk keadaan seperti itu Azzurra pun telah banyak berdamai dengan hatinya. Membiarkan semua berjalan meski benaknya banyak menyimpan luka. Demi Umi, dia rela merasakan apapun. Bahkan merasakan sakit yang paling sakit sekalipun.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Malam masih menyelimuti hari dan suara-suara burung malam terkadang terdengar melintas. Di tingkahi bunyi- bunyi dedaunan yang bergesekan karena tiupan angin. Udara cukup dingin. Sedingin hati wanita muda yang pada saat itu nampak tertegun menatapi sebentuk rembulan yang warnanya kemerahan. Azzurra. Dia tengah duduk menyendiri di teras rumahnya. Sendirian menikmati alunan melodi malam yang semakin membuatnya tenggelam dalam diamnya. Teringat semua. Terlintas segalanya. Momen demi momen peristiwa yang melintas di kepalanya, layaknya rentetan slide yang berjajar dan berputar otomatis. Azzurra tekan dadanya dengan sepasang jemari tangannya. Perlahan tangis itu datang. Tangis yang selama ini begitu dia tahan. Kesakitan yang telah lama hanya mampu dia timbun di benaknya, saat itu meledak dengan wujud sebuah isak.

Yahh,, Isak tangis yang menyerupai rintihan. Ingin dia menyandarkan sejenak beban hatinya. Namun dia tak tau pada siapa..(?) Hanya sang pencipta yang selalu menjadi tempatnya meluapkan emosi dan kesedihannya.

" Kak Zuu belum tidur..?" Dari arah belakang Azzurra mendengar sebuah suara. Dia cukup terjingkat. Dengan buru-buru di usapnya air mata yang telah membuat wajah cantik basah. Dia tak mau Silmi tau keadaanya. Karena itu bisa menimbulkan masalah baru. Silmi bukan gadis yang tak mau tau tentang apapun. Dia sosok yang peka dan selalu ingin tau. Sosok yang memiliki empati cukup tinggi terhadapnya. Dan itu yang membuat Azzurra tak mau memperlihatkan kerapuhanya.

" Silmi kenapa belum tidur??"
" Silmi yang nanya itu kek kakak, kenapa malah kakak balikin ke Silmi??"
" Ouhh.. maaf, kakak gerah di dalam. Udara sangat panas Silmi."
" Kan ada AC?? Tinggal di nyalain.."
" Iyaa.. cuma kak Zuu merasa masih panas.." Berucapnya menjawab pertanyaan sepupu iparnya sembari menyeka wajahnya dengan perlahan, agar gadis itu tak curiga. Terlebih ketika Silmi tau-tau beringsut mendekat dan duduk di kursi sebelahnya, membuat wanita muda itu cukup merasa cemas. Takut jika gadis itu menangkap sisa sembab di wajahnya yang masih sangat nampak jelas.

" Kak Fathan udah tidur??" Bertanyanya dengan selasang mata yang jeli mengawasi Azzurra. Sempat dia di buat salah tingkah olehnya.

" Eumm.. iyaa,, kak Fath udah lelap tidur Silmi. Ada apa?? Apa ada perlu sama dia adik??"
" Enggak. Silmi cuma mau ingetin dia agar hati-hati memperlakukan kak Zuu. Sedikit aja Silmi temukan luka di badan kakak, jangan harap kak Fathan akan baik-baik aja." Mendengar perkataan gadis cantik yang duduk begitu dekat dengannya tersebut Azzurra sempat terkesiap hingga dia sedikit menutup bibirnya yang terbuka dengan perasaan campur aduk.

" Kakak baik-baik aja Silmi.." Lalu berkatanya setenang mungkin dan bersikap seolah-olah tak terjadi qpa-apa."
" Heumm.. kadang Silmi tuh lebih suka jadi orang sok bego, untuk mengetahui sesuatu hal kak.."
" Iyaa.. dan kak Zuu berkata apa adanya.."
" Trus kenapa kakak nangis sendirian di luaran begini..?" Bertanya gadis itu langsung to the point. Dia sudah geregetan dengan sikap kakak iparnya yang selalu saja menutupi sesuatu darinya. Padahal dia ingin sekali bisa membantu, karena dia tau jika diam-diam Azzurra menyimpan banyak beban hati.
" Kak Zuu hanya teringat sama Umi adik.."
" Silmi ikut sedih kak... Tapi Silmi tau bukan itu masalahnya. Ya udah privaci kak Zuu, Silmi enggak ada hak untuk maksa kakak agar cerita,."
" Masuk yahh, udah malam banget Silmi.. anginnya semakin terasa dingin di kulit.."

Dan Silmi pun menurut saja. Meski hatinya di liputi rasa penasaran.

' Biarlah kak Zuu tenang dan menunggu waktu untuk menceritakan semuanya....'

" Jika ada yang ingin kakak bicarakan tentang apapun, carilah aku. Aku enggak pernah ke mana-mana.."

Sebelum mereka memasuki rumah, Silmi sempat berbisik di telinga Azzurra sembari mendekatkan wajahnya begitu dekat di telinganya, hingga pipi Azzurra merona merah. Wanita itu mengangguk lirih di tengah sikapnya yang sedikit salah tingkah.

Silmi senyum. Dalam hatinya begitu haru melihat anggukan dan tatapan teduh yang menyiratkan banyak makna. Lalu dia pun mengikuti langkah kaki Azzurra memasuki rumah dan pada akhirnya menuju ke kamar mereka masing-masing.

Kisah Sedih AzzurraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang