Season 2 : Di Masa yang mana?

20 20 17
                                    

Hazel masih menatap kampung itu dengan pandangan nanar

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Hazel masih menatap kampung itu dengan pandangan nanar.

"Aku tau kampung ini memang misterius dan aneh, namun aku tidak menyangka tandanya akan menjadi sejelas ini."

Gadis itu mengangkat dan meneliti telapak tangannya, membayangkan apa yang baru saja dia lalui bersama kelompok kecilnya, jujur membuat Hazel bergidik ngeri.

"Aku benar-benar tidak mengerti, separah apa sihir yang ada di tempat ini.."

Hazel menatap lampu minyak yang tergantung tepat di hadapannya. Lalu mengerling ke arah sekitar. Beberapa penduduk tampak berbincang ria, baik di depan rumah maupun di pondok kecil. Gadis itu menebak tempat itu adalah pos ronda malam.

Seorang wanita menggunakan atasan kaos berwarna putih dan bawahan jarik (bawahan kebaya jawa) serta rambut yang digulung asal, tampak keluar dari rumah membawa nampan berisi beberapa cangkir kopi, lalu menyajikannya di meja sambil tersenyum ramah.

Setelah itu, wanita tersebut menatap ke arah rombongan dari padepokan, matanya melebar, tersenyum, kemudian menepuk bahu salah satu pria yang duduk itu dan menunjuk ke arah dimana Hazel dan yang lain berdiri.

Pria itu sedikit menyeruput kopi, lalu melihat ke arah yang wanita itu tunjuk,

"Ah, Tuan Wirya!" Sahut pria itu senang menarik perhatian penduduk lain sambil menuju ke rombongan itu.

Tuan Wirya menatap pria itu sambil tersenyum.

"Selamat Malam, Tuan, saya harap kondisi kampung anda baik-baik saja hari ini."

Pria itu sedikit tertawa kecil, menatap rombongan itu dengan ramah.

"Syukurlah Tuan, ini semua juga berkat bantuan Tuan Wirya, kondisinya baik-baik saja. Terimakasih telah bersedia mendengar keluhan dan membantu menjaga kampung kami dari serangan makhluk itu."

Tuan Wirya mengangguk kemudian sedikit berjalan ke pinggir, menunjukkan murid-muridnya.

"Saya membawa mereka untuk mengetahui hal yang sebenarnya terjadi di kampung ini. Mereka adalah murid yang memiliki potensi istimewa, saya harap hal ini tidak merepotkan."

Pria tersebut menatap ke arah murid-murid tersebut, tersenyum, sambil meneliti satu-satu wajah mereka. Setelah itu, wanita yang tadi sempat menyajikan kopi juga ikut datang terburu-buru dan merapikan jariknya, menunduk ramah tersenyum kepada semua pendatang itu. Wanita tersebut melihat murid-murid padepokan itu, kemudian pandangannya terhenti ketika bertemu manik mata Hazel, lalu membenarkan posisinya menjadi tegak kembali dan beralih pandang.

"Sebelumnya perkenalkan nama saya Suyanto, biasa dipanggil Pak Yanto. Saya adalah pimpinan kampung ini, jikalau ada kunjungan atau masalah apapun, orang pendatang maupun orang asli kampung akan meminta saran atau membicarakannya dengan saya," ujar beliau ramah.

Wanita disebelahnya kembali sedikit membungkuk, kemudian tersenyum,
"Darni, saya istri dari beliau," menghadap ke arah suaminya.

Setelah itu, kami diarahkan oleh Tuan Wirya dan Bu Ningrum. Kami terbagi menjadi beberapa kelompok, untuk memudahkan pembagian tempat beristirahat di rumah warga. Beberapa warga ada yang bersedia menyediakan kamarnya untuk ditinggali oleh murid maupun guru padepokan, sisanya tidur di pondok penginapan kampung yang ada.

When You Lost ItOnde histórias criam vida. Descubra agora