Chapter 11

180 35 0
                                    

Warning:

Cerita ini diikutsertakan dalam challenge ODOC (One Day One Chapter) oleh TheWWG selama tiga puluh hari.

Mungkin akan banyak typo dan anu-anu yang lain karena tidak sempat di edit. Mohon di maklumi. Terimakasih
\( ̄▽ ̄)/

***

Hanya dalam satu malam, hidupku yang tadinya memang sudah tidak normal menjadi semakin tidak normal saja.

Aku curiga, kalau alam semesta memang telah bersengkongkol untuk melawanku sebelumnya. Tidak peduli apakah otakku yang hanya mempunyai kapasitas kecil ini bisa menanggungnya atau tidak.

Sore ini, setelah kembali dari tempat itu. Aku menghabiskan sepanjang sore di kamar untuk mencerna segala informasi yang menyerangku dari berbagai arah.

Aku masih meratapi nasibku saat kepala Sabrina muncul dari balik pintu kamarku.

"Boleh masuk?"

"Itu kan udah."

Kenapa dia masih bertanya? Jelas-jelas dia sudah melakukannya.

Sabrina tanpa lagi ragu memasuki kamarku. Dia mengartikan perkataanku sebagai izin untuknya. Sabrina langsung menjatuhkan dirinya di sisi ranjang sebelahku. Dia mendekat dan merangkul leherku manja.

"Kak Alice, maaf."

Dia mulai lagi.

"Gara-gara aku, kakak dan Mama bertengkar lagi."

"Berapa harus kali kubilang kalau kau tidak perlu meminta maaf. Itu kan perspektif Mama, tidak ada hubungannya denganmu."

Sabrina selalu seperti ini. Padahal itu bukan karena dia sama sekali. Mama hanya tidak menyukaiku, itu saja.

Aku menarik tangannya dan berpura-pura marah.

"Pokoknya maaf," keukeuhnya.

"Iya, dimaafin. Udah, sana keluar huss."

Dia tertawa, aku juga.

Tidak menghiraukan perkataanku yang mengusirnya sebelumnya, Sabrina malah berbaring di atas ranjangku.

"Kak."

"Heum?" sengauku sambil ikut berbaring di sebelahnya.

"Kak Kinan pergi ya?"

Tanpa menoleh padanya, aku menjawab, "Iya."

Sabrina terdiam beberapa saat sebelum kembali berbicara, "Besok kita berangkat sekolah bareng ya."

Aku tahu Sabrina mengatakan itu karena kasihan padaku. Jadi, aku langsung menolaknya. "Enggak perlu, aku lebih suka naik bus."

Sabrina menatapku dengan keras kepala, "Kalau gitu bareng, aku juga bisa naik bus," jawabnya bersikukuh.

Aku akan terus berdebat dengan Sabrina saat seseorang tiba-tiba mengetuk pintu kamar.

Suara Mama terdengar dari balik pintu, "Sabrina, Alice, keluar. Ada tamu di luar." Suara Mama masih terdengar ketus ketika memanggilku. Dia mungkin masih berpikir aku yang melakukannya.

Tapi siapa tamu itu? Kenapa Mama sampai menyuruh kami keluar. Ini kan hari minggu, siapa yang ingin bertamu di hari ini.

Aku dan Sabrina berjalan ke ruang tamu. Di sana, seorang wanita tua yang sudah sangat familier untukku sedang duduk bersama Mama.

Nenek?

Kerena Nenek lebih memilih tinggal di desa yang jauh dari kota. Aku jadi lebih jarang melihatnya. Sudah hampir satu tahun aku tidak melihat Nenek. Aku sangat merindukan wanita tua itu.

Thread Of Destiny  Where stories live. Discover now