Chapter 2

232 67 2
                                    

Warning:

Cerita ini diikutsertakan dalam challenge ODOC (One Day One Chapter) oleh TheWWG selama tiga puluh hari.

Mungkin akan banyak typo dan anu-anu yang lain karena tidak sempat di edit. Mohon di maklumi. Terimakasih
\( ̄▽ ̄)/

***

Apa kalian percaya takdir? Atau apakah kalian pernah mendengar setiap orang memiliki benang merah yang menghubungkan mereka dengan jodohnya?

Sejak aku masih kecil, aku bisa melihat benang merah itu. Aku tidak tahu kapan pastinya. Mungkin saat itu, aku masih terlalu kecil untuk dapat mengingatnya.

Jika kalian berpikir itu adalah anugerah yang luar biasa, maka kalian salah. Karena bagiku itu adalah kutukan.

Papa pernah bercerita, ketika aku masih bayi, aku selalu menggapai-gapai jari kelingking orang yang mengendongku dan menggigitnya.

Karena kebiasaan burukku itu, orang-orang jadi takut untuk menggendongku. Hal itu terus berlanjut hingga aku berusia tiga tahun. Entah sudah berapa orang yang telah menjadi korbanku saat itu.

Saat usiaku telah menginjak empat tahun, aku bertanya pada Papa dan Mama kenapa orang-orang mengikat benang di jari mereka. Tapi mereka tidak pernah menganggapnya serius. Mungkin saat itu mereka menganggapnya hanya imajinasi anak-anak semata.

Beranjak semakin dewasa, barulah aku sadar bahwa ternyata benang merah itu tidak berwujud. Aku tidak dapat menggenggam ataupun meraihnya. Seperti hologram.

Kemudian aku sadar, terkadang benang merah itu akan berubah menjadi hitam. Pada awalnya aku tidak mengerti artinya, tapi semakin lama, akhirnya aku mengerti. Setiap kali benang merah seseorang berubah menghitam, kematian selalu datang pada orang itu.

Saat aku menceritakan hal ini pada orang lain, mereka akan memandangiku dengan aneh. Papa dan Mama juga tidak percaya, mereka bahkan tidak akan suka jika aku menyebutkannya. Mereka bilang aku sudah besar dan tidak boleh mengarang cerita kekanakan lagi.

Ketika ulang tahunku yang ke-7 tahun, barulah aku mengerti bahwa apa yang terjadi padaku tidaklah normal. Anak-anak lain seusiaku tidak dapat melihat benang merah, tidak sepertiku.

Mungkin satu-satunya orang yang percaya padaku adalah Nenek. Nenek bilang, manusia terlahir dengan talenta yang berbeda-beda, dan aku juga begitu. Aku spesial katanya. Dia bahkan selalu mendongengiku sebelum tidur untuk menghiburku.

Nenek sering bercerita bahwa arti benang merah adalah benang yang menghubungkan dua pasangan cinta sejati. Sedangkan yang hitam melambangkan kematian.

Nenek sudah mengatakan padaku kalau hal ini di luar kuasa manusia. Aku tidak boleh mengubah ataupun mencoba melawan takdir. Aku hanya perlu mengabaikannya.

Sampai benang kematian itu mengikat jari kelingking Papa.

Aku masih ingat, saat itu aku mencoba segala cara untuk menghentikannya.

Tapi Papa tetap pergi. Ditambah kakak laki-lakiku juga harus menghadapi nasib yang sama karena kebodohanku.

Aku seharusnya menuruti perkataan nenek. Setidaknya keadaan tidak akan memburuk seperti sekarang, Mama tidak akan terlalu membenciku dan kakak mungkin masih ada di sini. Sungguh, aku sangat membenci diriku setiap mengingat hal itu.

Hari ini aku sudah cukup menangis karena mendadak mengetahui kematian akan datang pada Tante Tiara. Jadi aku tidak ingin menambah porsi lagi dengan memikirkan hal-hal yang sedih.

Thread Of Destiny  Where stories live. Discover now