Ten

795 196 61
                                    

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Keantusiasan Bibi Kim membuat Lia mengulas senyum tipis. Tapi ia tidak pernah berkomentar apa-apa sejak kepergian Jaemin beberapa saat yang lalu. Ia kembali melanjutkan kegiatannya untuk membuat adonan. Karena ia sadar bahwa di mansion ini ia bukan siapa-siapa. Masih beruntung hidup karena Jaemin menyelamatkannya dari rumah. Jadi, Lia benar-benar diam dan tidak bertanya apa-apa.

Kalau dibilang sedih.. Ya, Lia merasa sedih. Karena sekarang ia sadar bahwa ia hanyalah pemuas nafsu. Tidak ada perasaan apa-apa, tidak lebih dari sekadar sugar baby yang dicari hanya pada saat dibutuhkan. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Memutuskan untuk kembali ke rumah sama saja dengan menyerahkan nyawa secara cuma-cuma.

“Astaga..” Bibi Kim bergumam pelan dan menghampiri Lia. “Nona, bisa tolong ambilkan vacum cleaner yang ada di samping pintu kamar Tuan Jaemin? Tadi Bibi bersih-bersih tapi lupa membawanya turun.”

“Iya, Bi.”

Lia beranjak dan berlalu menuju tangga untuk mencapai lantai dua. Mengambil vacum cleaner yang dimaksud oleh Bibi Kim.

Selama tinggal di mansion, ini adalah pertama kalinya ia menapakkan kaki di lantai dua. Sejauh ini area Lia hanya lantai dasar. Pulang kuliah ia pasti langsung menuju kamarnya dan membantu Bibi Kim kalau ada yang dilakukan.

Langkahnya perlahan mendekat ke arah vacum cleaner yang dimaksud. Tepat berada di samping pintu kamar Jaemin. Lia mengulurkan tangannya dan meraih benda itu, berniat langsung turun tapi suara sesuatu membuatnya berhenti.

Kedua alis Lia berkerut saat mendengar suara ameh dari dalam. Oh bukan suara aneh, tapi suara yang sering ia keluarkan juga jika sedang melalukan sesuatu dengan Jaemin. Lia yang dikuasai rasa penasaran perlahan menempelkan telinganya di daun pintu dan benar saja, ia mendengar suara Minji yang berkata..

“Oh please.. Don’t tease me, sayang.”

Sebuah keputusan yang salah memang karena Lia terlalu penasaran. Ia menyesali tindakannya karena berusaha ingin tahu. Senyuman tipis yang diiringi raut wajah kecewa mengiringi langkahnya untuk kembali ke lantai bawah.

“Bi, ini alatnya.” Lia meletakkannya dengan pelan. “Aku ke kamar dulu, ya. Ada tugas kuliah yang harus aku kerjakan.”

“Iya, Nona. Nanti kalau kuenya jadi, Bibi akan memberikannya pada Nona.”

Lia hanya membalas ucapan Bibi Kim dengan senyuman kecil kemudian ia kembali ke kamarnya. Posisinya saat ini sangat-sangat tidak memungkinkan untuk merasa kecewa, marah, dan kesal. Tapi perasaan seperti itu muncul dengan sendirinya sebab ia mulai menaruh harapan.

Sesampai di kamar, bukannya mengerjakan tugas seperti yang ia katakan pada Bibi Kim. Lia memilih untuk menuju halaman belakang dan duduk tenang di sofa sembari mendengarkan lagu ballad.

Bukannya merasa tenang, ia malah memikirkan beberapa tindakan dan ucapan Jaemin beberapa hari yang lalu padanya. Seperti saat Jaemin memperlakukannya dengan baik, ternyata dibalik itu semua Jaemin punya maksud. Apalagi sikap Jaemin saat bersama kekasihnya sangat berbeda saat bersama dengannya. Kalau bersama Minji, Jaemin cuek. Tapi kalau Minji tidak ada dan sedang bersamanya, Jaemin bisa memperlakukannya seperti seorang puteri.

Sejenak, pikiran Lia tertuju pada ayah. Perihal pria itu, Lia sudah menghubunginya melalui panggilan ponsel beberapa hari yang lalu. Tentu saja atas izin Jaemin lebih dulu.

Hanya perbincangan biasa antara ayah dan anak. Sebab Lia tidak membahas perihal dirinya yang meminta Jaemin untuk mengeluarkannya dari rumah itu. Tuan Choi juga tidak membahas tentang nominal kesepakatannya dengan Jaemin. Murni perbincangan untuk menanyai kabar masing-masing.

SAVE ME [JAELIA✔️]Where stories live. Discover now