"Tolong buatin gue orange squash," ujar Una pada bartender di hadapannya tanpa menegakkan kepala karena lewat ekor matanya, ia tau jika bartander itu masih berdiri di sana.

"Oke, tunggu sebentar, ya?"

Kepala Una menegak dan melihat pria tadi yang kini berdiri di belakang meja bartender.

"Lo ..."

"Sabar. Gak sampai sejam kok bikinnya." Pria itu melempar senyum dan tangannya dengan cekatan mulai meracik minuman pesanannya.

Una tak bisa berkata-kata, ia mengamati pria tersebut yang dengan cekatan layaknya bartender profesional. Lalu mengamati bartender lainnya. Pakaian yang di gunakan berbeda. Tak seragam dengan bartender lain.

Pria itu berpakaian kasual, seperti pengunjung lain.

"Pak, kok ..." Interupsi salah seorang yang berpakaian sama dengan bartender lain menarik perhatian Una. Ia kembali memusatkan perhatian pada pria tersebut yang tersenyum.

"Untuk tamu spesial," ujar pria itu menyela si pria lainnya yang langsung mengangguk dengan sikap sopan.

Tiba-tiba saja pikiran Una menyentaknya.

Jangan bilang ...

"Nah silahkan diminum." Pria itu menyodorkan minuman pesanannya. "Una kan nama lo?"

Una mengangguk pelan.

"Gue Arsen." Pria itu menjulurkan tangannya ke arah Una. Una menatap tangan pria itu. Mengabaikan. Kemudian mengeluarkan uang dan menaruhnya di atas meja.

Kepalang malu karena tadi mengusir si pemilik night club tersebut, ia segera kabur. Yang tentunya dengan cara elegan usai meneguk minumannya.

Arsen mengamati Una yang sempoyongan berjalan membelah kerumunan untuk mencapai pintu keluar bahkan kini wanita itu terjatuh karena tak sengaja disenggol orang.

Una mengaduh pelan saat orang ingin membantunya berdiri, ia segera berdiri. "D-dont touch me! Leave me!" pekiknya. Orang-orang pun tidak mengacuhkan dirinya.

Una menggurutu pelan. Karena ia yang mulai dikuasai mabuk, ia tak sadar jika tangannya kini memegang pundak orang lain untuk menopang tubuhnya.

"Mau dibantuin, gak?" Una menoleh menatap sosok pria jangkung tersebut.

"Sorry bro. Dia bareng gue." Una tak sempat bereaksi saat pria lain menariknya menjauh hingga keluar dari tempat tersebut.

"Mau gue anterin pulang?" Arsen sedikit membungkuk untuk menatap Una yang kini berjongkok seraya memegang kepalanya. Sudah pasti wanita tersebut mabuk karena minuman yang diteguknya memiliki kadar alkohol yang cukup tinggi. "Hei, lo ke sini naik mobil?"

Wanita itu mendongak, matanya memicing. "Gue gak mau pulang."

"Lah? Terus lo mau di sini? Nanti ada yang lecehin lo."

"Mulut lo kurang ajar banget." Arsen tertawa mendengar penuturan Una yang pelan tapi cukup tajam. Ia pun menarik lembut lengan wanita itu hingga kembali berdiri.

"Gue telepon Della ya biar jemput lo," ujar Arsen seraya merogoh ponselnya untuk menelepon Della.

"Bukannya lo dan dia udah putus, ya? Gak berhubungan lagi, kan?" Arsen yang tadinya menunduk kini menegakkan kepala membalas tatapan Una.

Una mengkerutkan keningnya saat Arsen hanya diam. Ia mengatakan hal tersebut teringat akan perkataan Della pagi tadi. Juga, ia tak ingin Della tau jika saat ini ia mabuk dan sudah pasti Mami akan mengetahuinya.

CERPENWhere stories live. Discover now