Chapter III : Be Tough

442 88 13
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

Suara gemericik hujan memecah keheningan malam. Seiring dengan itu, suara tangis Jisoo turut terpecah beradu dengan derasnya titik-titik air yang berjatuhan dari udara. Lagi-lagi hujan menemani tangisnya. Alasan Jisoo menangis tidak lain karena Taehyung. Sang suami tidak memberinya makan hari ini, ia malah menyuruh Jisoo bekerja dan memenuhi kebutuhannya sendiri.

Taehyung juga tak mengijinkan Jisoo tidur sekamar dengannya, pria itu menyuruh Jisoo tidur di atas sofa usang ruang tengah tanpa alas tidur atau selimut. Pria itu benar-benar tega membiarkan wanita yang tengah mengandung darah dagingnya sendiri tidur tak nyaman kedinginan.

"Aku harus kuat demi bayi ini seperti pesan Kak Jin," isak Jisoo sembari mengusap perutnya yang masih rata.

Apa jadinya jika Kak Jin tahu hal ini? Dia pasti akan sangat marah jika tahu aku diusir dari rumah orang tua Taehyung dan Taehyung memperlakukanku begini, batin Jisoo.

"Kak Jin tidak boleh tahu, aku tak ingin membuatnya khawatir," lanjut Jisoo bermonolog.


*****

Suara teriakan Taehyung di pagi hari mengusik Jisoo yang tengah terlelap. Jisoo kontan terlonjak saat pria itu menendang kasar sofa usang ruang tengah.
Tubuh Jisoo bergetar. Ia mendongak, menatap Taehyung takut. "A-ada apa?"

"Apa kamu tidak dengar dari tadi aku teriak menyuruhmu bangun? Dasar pemalas!"-Taehyung berkacak pinggang menatap Jisoo arogan-"cepat buatkan sarapan! Setelah aku mandi harus sudah siap."

Kepala Jisoo terasa pening sekali, tubuhnya lemas dan perutnya mual. Bau telur yang Jisoo pecahkan membuat rasa mualnya semakin berkecamuk hingga mengeluarkan isi perut. Dirinya tengah mengalami morning sickness yang lumrah dialami ibu hamil pada tiga bulan pertama masa kehamilan.

Jisoo merutuki dirinya karena memiliki keterampilan memasak yang minim. Perempuan itu selalu bergantung pada Seokjin. Jika ia memiliki keterampilan memasak yang patut diacungi jempol, telur tak akan menjadi opsi. Mati-matian dirinya membungkam hidung dengan kain, sekadar mengurangi bau telur yang membuat mual.

"Awww...!" Pekikan Jisoo terdengar kencang, lengannya terkena cipratan minyak karena menggoreng telur ceplok. Segera ia matikan kompor dan membasuh lengan dengan air mengalir.

Seiring dengan itu, suara piring yang beradu dengan sendok berdenting mengalihkan atensi Jisoo. Tahu-tahu Taehyung sudah duduk bersandar pada punggung kursi makan entah sejak kapan datangnya."Mana sarapanku?"

"Mana sarapanku?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"S-sebentar." Tungkai Jisoo berjalan mendekati Taehyung sembari membawa nasi dan telur.

"Hanya ini?" Taehyung menatap remeh nasi dan telur yang dihidangkan.

Jisoo menunduk gugup, dirinya tak berani menatap Taehyung. Kepalanya mengangguk pelan lalu menjawab, "M-maaf, aku hanya bisa memasak itu."

"Benar-benar payah. Pergi sana!"

Jemari Jisoo meremas ujung bajunya saat menangkap lirikan Taehyung yang begitu menusuk. Semula ia berharap Taehyung berbaik hati memberinya sesuap nasi. Namun, ekspetasi Jisoo terlalu tinggi. Taehyung malah mengusirnya.

Prang!

Belum genap tiga langkah tungkainya berjalan, Jisoo terperangah saat Taehyung memecahkan piring. "Jisoo! Apa-apaan ini? Telur buatanmu rasanya asin. Kamu mau mempermainkanku dengan memberikan makanan sampah, hah?" hardik Taehyung.

"M-maafkan aku, mungkin aku terlalu banyak memberi garam. Aku tidak fokus memasak karena kepalaku pusing dan perutku mual."

"Persetan! Aku muak melihatmu! Aku tak ingin kamu muncul dihadapanku lagi, sampah!"


*****

Mencari pekerjaan layak berbekal ijazah SMP tentunya sulit, untuk itu Jisoo melakukan pekerjaan apa saja sebisanya selagi pekerjaan itu baik. Walau hanya sekadar menjadi buruh cuci piring di warteg dekat rumah dan mendapat upah tak seberapa, Jisoo tetap bersyukur. Setidaknya, ia masih bisa makan.

Jisoo menyadari perutnya akan semakin membuncit seiring berjalannya waktu. Ia harus memperhitungkan kebutuhan nutrisi ibu hamil, biaya pemeriksaan kehamilan, biaya perlengkapan bayi serta biaya persalinan. Mengandalkan upah buruh cuci piring tentunya tidak akan cukup. Meminta bantuan Taehyung akan percuma, pria itu tidak akan peduli. Pun dengan Seokjin, Jisoo enggan membebani sang kakak. Justru ia bertekad bahwa Seokjin tidak boleh tahu mengenai apa yang menimpanya.

Demi menyambung hidup, Jisoo rela memangkas habis waktu luangnya untuk bekerja. Pagi menjadi office girl di sebuah pusat perbelanjaan, siang menjadi buruh cuci piring dan malam menjadi kasir minimarket. Belum lagi Jisoo harus membagi waktunya dengan mengurus rumah dan kebutuhan Taehyung.

Berbicara dengan si kecil yang masih dalam kandungan selalu Jisoo lakukan sebelum ia terlelap di atas sofa usang. "Nak, kamu harus kuat ya. Maafkan Bunda mengajakmu bekerja terlalu keras," desis Jisoo pelan mengusap lembut perutnya yang semakin membesar.

Ponsel Jisoo bergetar, bibirnya menyunggingkan senyum saat nama Seokjin tertera di layar ponselnya.

"Halo Jisoo, bagaimana kabarmu dan calon keponakanku? Baik-baik saja 'kan?" tanya Seokjin di seberang sana.

"Kabarku baik Kak. Calon keponakan Kakak juga baik. Kakak sendiri?"

"Aku baik, tapi sedang mengkhawatirkanmu. Apa Taehyung memperlakukanmu dengan baik?"

Jisoo mengigit bibir bawahnya, sejujurnya ia ingin mengatakan bahwa dirinya lelah nyaris ingin menyerah. "Suamiku memperlakukanku dengan sangat baik, aku bahagia Kak. Kakak jangan mengkhawatirkanku. Aku baik- baik saja. Kakak harus memperhatikan diri sendiri."

"Benarkah? Kamu tidak sedang berbohong 'kan? Katakan yang sebenarnya. Aku akan habisi Taehyung jika dia menyakitimu."

"Tidak Kak, Taehyung menjagaku dengan baik."

"Syukurlah kalau begitu. Kakak tenang mendengarnya. Hari sudah larut, sebaiknya kamu istirahat. Kakak tutup panggilannya, selamat malam."

"Ya, selamat malam," balas Jisoo berurai air mata.

Tanpa Jisoo sadari, Taehyung yang belum terlelap mendengar percakapan dirinya dengan Seokjin dari dalam kamar. Mengapa kamu menutupinya, Jisoo? pikir Taehyung.

*****

-----To Be Continued-----

*****

BITTER MARRIAGEWhere stories live. Discover now