BAB 6 WAKTU KEENAM

Start from the beginning
                                    

Sementara itu Taruna berdiri kaku memandang nisan dan entah yang keberapa kali ia mengeja nama itu dalam hatinya, nama yang beberapa tahun belakangan begitu jarang ia sebutkan.

Ia lebih memilih menyebutnya dengan 'perempuan itu'. Taruna merasa mulutnya terlalu bersih untuk menyebutkan nama itu.

Tidak ada yang bisa melihat apa yang bergejolak dalam pikirannya. Mata yang menjadi jendela jiwanya tertutup oleh kacamata hitam.

Semua terasa seperti mimpi yang bergerak secara perlahan. Waktu yang ia lalui hingga saat ia tiba dirumah sakit terasa sunyi,sesunyi pikirannya yang tidak menangkap sinyal apa pun.

Taruna tak bisa berpikir apapun, ia hanya diam dan melihat semua dikerjakan oleh orang orang disekitarnya.

Ia sampai dirumah sakit dengan Lima yang terbaring dengan tenang. Seluruh alat yang terpasang pada tubuhnya telah dilepas.

Wajahnya terlihat damai, kedua tangannya ditangkupkan ditengah perutnya. Mereka menunggu Taruna datang sebelum melanjutkan prosedur yang lain.

Hanya dengan anggukan darinya, tubuh Lima didorong keluar dengan khidmat dari ruangan.

Meskipun para petugas rumah duka  telah terbiasa menangani jenazah, tapi suasana duka yang mereka rasakan dari setiap keluarga yang ditinggalkan tetap memengaruhi mereka.

Lima dimakamkan jam sepuluh, Lima minta agar ia dusemayamkan dirumah duka satu hari saja, kebaktian yang hanya dihadiri keluarga inti. Begitu  informasi dari Dewa

Disinilah ia berdiri bersama orang orang terdekat Lima, kecuali dirinya?.

Taruna tersadar ketika lengannya direngkuh seseorang dan ia melihat Adera kini bersandar di lengannya.

"Miss you mas...." Adera baru datang pagi tadi dari Singapura. Ia langsung ke pemakaman.

Taruna menepuk lembut tangan Adera yang melingkar dilengannya. Lalu mengusap kepala adiknya itu dengan rasa sayang.

"Miss you too De...."

Adera dan Taruna membiarkan diri mereka saling berpelukan beberapa lama. Menyampaikan rasa  yang masih mereka coba selaraskan.

Keduanya tak membuka percakapan tentang Lima, tentang kepergian nya,  tentang diam mereka selama ini, hanya pelukan dan beberapa patah kata saja, seolah tau bahwa keheningan ini untuk sementara cukup bagi mereka.

Ini bukan waktu yang tepat bagi mereka untuk membahas ini. Semua mereka perlu waktu agar tak saling menyakiti. Ini saat mereka menghormati Lima yang telah terbaring tenang.

Akhirnya Adera melepaskan pelukannya, mengecup pipi Taruna sekilas. Adera melangkah pergi bersama Wira yang sedari kemarin tidak mengucapkan satu patah kata pun padanya.

Lalu satu tepukan di pundaknya, yang membuat ia menoleh. Dewa mencoba tersenyum .

"Gue duluan....take your time". Bisiknya

Taruna mengangguk

"Thanks Bro...."

Kini giliran Dewa yang mengangguk. Lalu sahabatnya dari SMP itu berlalu meninggalkannya.

Taruna ingin segera pergi, tapi kakinya seperti terpaku. Ia masih mengumpulkan semua kesadarannya, menyusun semua potongan potongan informasi agar ia bisa memahami apa yang ia alami kini.

Ia sudah bebas dari Lima, mereka tidak terikat dalam pernikahan lagi, ia bisa melegalkan status nya dengan Kirana.

Tapi ini terlalu  berlebihan, ia benar benar bebas dari pernikahan, dan semua miliknya kembali, dan Lima benar benar pergi selamanya, ya menurutnya itu terlalu berlebihan. Ia tidak siap dengan hal ini.

MEMINJAM WAKTUWhere stories live. Discover now