Mendung tanpa hujan

159 139 87
                                    


"Ayah, ibu tak masalah seberapa jauh engkau mengais rezeki, namun aku yakin doa tak pernah lepas engkau panjatkan untuk anak anakmu diatas sajadah sebagai saksi engkau menghadap kepada sang Illahi Rabbi. "


                               *******

Langit begitu cerah sangat cerah hingga tidak terlihat seperti biasa suasana juga mendukung karena jamkos bangku satu dan yang lain .sudah tidak tau dimana pasangan meja-meja mereka berada. semuanya ditarik hingga membentuk lingkaran dan disinilah kami para pemimpi berkumpul

"Harus kemana yah aku setelah ini?aku bingung kamu sendiri gimana?"tanya temanku

"Aku hanya ikut kemana takdir membawa ku yang perlu kulakukan bukanlah menebak masa depan melainkan hanya ikhtiar dan berdoa saja. Setelahnya saya tawakal kepada Allah "Ocehan ku menyambut pertanyaan temanku.

Kutatap seragam batik temanku yang bergambar burung cendrawasih . Sambil mendengar obrolan teman-teman ku.

Semuanya sibuk berbincang dan bermimpi tentang lauful mahfudz mereka masing-masing . Ditengah perasaan bimbang tentang kelanjutan pendidikan mereka setelah lulus dari SMA . Semuanya bermula dari sini

Flashback
Tidak hujan tapi perasaan ku dipenuhi oleh mendung disinilah aku terduduk di belakang kelas bersama teman sekelasku terpaku dalam satu suara yang membuat kami terdiam.

Suara itu membuat kami candu ingin mendengar tapi takut namun tetap saja penasaran ingin tau .Suara buguru kami yang mengadakan rapat bersama wali orangtua murid,ia menyambut dengan salam lalu tersenyum suaranya begitu lembut tapi bagi kami yang dirundung kegelisahan suara itu begitu suram.

perlahan tapi pasti dengan sabar guruku mulai membacakan nama-nama murid peraih peringkat .Aku mulai keringat dingin mengingat usahaku dalam belajar kepala ku pusing perutku mual tanganku yang terkepal semakin kuat meremas rok merahku.

"Syaqila rasya nindiatma" Begitulah suara lembut buguru memanggil namaku, sungguh aku ingin menangis namun tak bisa ,temanku menyemangati ku. Kuputuskan untuk memberanikan diri melihat ibuku yang mengambilkan rapor untukku.

sesungguhnya hal yang membuatku menunggu bukan lah peringkat itu namun senyum bangga ibuku lah yang ingin ku lihat. Ia mulai melangkahkan kaki wajahnya berseri-seri .

Melirikku yang terjingka-jingkat mengintip dari balik jendela kaca dan tersenyum ke arahku dan kubalas dengan senyuman terbaikku.

Usai sudah mendung ini, aku menatap wajah temanku satu-satu .usai lah sudah perjalanan kecil kami para pencari mimpi para pencari mangga dekat sekolah dan lutisan(ngerujak buah) bersama. Semuanya akan menjadi sejarah yang tetap akan terkenang.

Sambil melangkah pulang ibu meneteskan air mata. Menelfon ayah yang sedang tugas di pedalaman. Ayahku adalah seorang guru begitu juga dengan ibu.Karena itu tak jarang ayah dan ibu akan dikirim tugas ke pedalaman (daerah pelosok )untuk mengajar.

Dengan terseok-seok oleh ombak berhari-hari ayah dan Ibu tetap harus semangat untuk mengajar.kemarin hanya ibu lah yang pulang namun ayah masih berada di sana.Rinduku kepada sosok ayahku benar-bemar membelenggu namun tak sanggup aku ungkapkan.

Ibu bercakap sampai terisak-isak. Tak ingin menguping namun suara gemetar ibu membuatku penasaran. Setelah aku tau alasannya, Saat itu juga ibu selesai menelfon ayah.

Aku memanggil ibu lantas ibu menunduk kearahku. Tak sempat menjawab alasanku memanggilnya, begitu saja langsung kuusap air matanya. Seketika tangis ibu semakin pecah.

Limit GalaxyWhere stories live. Discover now