-NINE

2 4 0
                                    

Lasmi menuju ruang tamu dengan membawa ponsel pintarnya, yang dulunya harganya berjuta-jutaan itu. Lalu lasmi duduk di kursi yang ada di ruang tamu itu sambil menggeser-geser layar ponselnya naik turun. Lasmi merasa lega sebab ia bisa membohongi ke tiga kawan-kawannya yang bilang ia akan keluar kota kemarin siang. Yang sebenarnya, kemarin itu sehabis muter-muter tidak jelas karena tengah pusing memikirkan gak gablek duit ia langsung pulang ke rumah.

Untuk itu, supaya rekan-rekannya percaya kemarin itu ia tengah sibuk, di malam yang terasa sunyi ini yang hanya kedengaran jakrik yang sedang bersenandung merdu Lasmi mendownload sebuah gambar beberapa perhiasan dari luar negeri. Yang langsung diapload di sosmednya dengan memberi sebuah captions :

'Allhamdulillah, langsung dapat ganti perhiasan baru import langsung dari luar negeri. Duh ... bagusnya ....'

Itu semua Lasmi lakukan, supaya rekan-rekannya mengira ia tetaplah orang kaya yang tiada orang lain bisa tandingi. Dan supaya rekannya tidak curiga bahwa dirinya sudah jatuh miskin.

Di dalam sebuah kamar yang berukuran tidak begitu lebar dan juga tidak begitu sempit itu, berbaring Rosy di atas ranjang sambil memeluk guling. Rosy berguling ke sana-sini tidak jelas merasakan hatinya yang gundah gulana. Jam dinding terus memutarkan jarumnya, ketika kedua mata Rosy meliriknya jarum menunjukkan pukul 19.30 malam. Adzan Isyah baru saja selesai bebarapa menit yang lalu.

Rosy bangkit dari baringnya, dan duduk bersila di atas ranjang. Wajahnya murung ia merasa begitu resah dan gelisah, rasa itu kian terasa menyiksa kala ia terus memikirkannya. Iya, ia resah karena tidak bisa saling bertukar pesan dengan Iyan kekasihnya, lantaran ponselnya masih rusak.

Kira-kira, Iyan lagi apa ya malam ini? Apa ia juga rindu denganku? Begitulah isi pertanyaan batinya.

Rosy kembali cemberut, ia merasa sangat super duper galaunya sangat. Terasa ada yang kurang rasanya kalau tidak ada kirim kabar dengan Iyan untuk sekedar berkirim pesan 'Hay' pada Iyan. Seperti terasa puluhan abad tidak kunjung bertemu rindunya. Karena ia merasa sangat jengkel dengan kegelisahannya, Rosy beranjak dari ranjang ingin keluar rumah sekedar mencari angin untuk mengurangi sedikit resahnya.

Criet ...!

Rosy membuka sedikit pintu kamarnya, dan melihat ruang tamu yang menghadap langsung di kamarnya. Dan memperlihatkan momynya tengah asik berkutat dengan ponsel di genggamanya.

Hufh! Rosy mendengus kesal melihatnya. Ingin rasanya ia merebut ponsel momynya untuk menghubungi dan kencan sama Iyan lewat ponsel momy-nya. Dengan langkah malas, Rosy berjalan menghampiri momy-nya duduk dengan meletakkan pantatnya di kursi itu dengan kasar. Lasmi tak menghiraukan putrinya yang duduk di sebelahnya, iya lebih asik berkutat dengan ponselnya sembari bermain ponsel.

Rosy menggaruk tekuknya yang tidak gatal sambil cemberut, rupanya ... momy-nya tidak memahami maksud kedatangannya. Lalu Rosy makin rekat medekatkan duduknya pada momy-nya. Hingga membuat Lasmi menoleh ke arahnya.

“Ih, Rosy! Duduknya agak ke sana dong! Kan masih lebar tempatnya, kenapa nempel-nempel kaya gini coba? Momy gerah ini, cuacanya lagi panas pasti mataharinya tengah terik,” gerutu Lasmi.

“Ish, Momy! Ini malam, mana ada matahari!” sungut Rosy kesal.

“Oh iya lupa. Mungkin mendung kali di luar sana. Rasanya di dalam rumah kok seperti di dalam oven. Kamu agak sana, Momy gerah!” perintah Lasmi sambil mengibas-ngibaskan tangannya di wajahnya.

Dengan kasar Rosy mengeser sedikit pantatnya.

“Mom!” sapa Rosy.

“Hmm,” jawab Lasmi tanpa menoleh pada Rosy ia asik dengan ponselnya sendiri.

MENGGENGGAM RASAWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu