-SEVEN

4 5 0
                                    

1 Minggu kemudian ... 

Hari ini tepat hari minggu, dimana keadaan Fadhil sudah cukup membaik. Hari ini juga dokter yang menangani Fadhil sudah menyatakan Fadhil dibolehkan pulang. Nampak tergambar bahagia di wajah Fadhil ketika dokter bilang mulai hari ini sudah memperbolehkannya pulang. Wajah Fadhil tampak berseri-seri sepertinya Fadhil sudah tidak sabar ingin segera keluar dari rumah sakit yang sudah mengurungnya berbulan-bulan itu.

Sekar tengah membereskan barang-barang Fadil dan juga barangnya sendiri yang tersimpan di dalam nakas. Sekar mengeluarkan semua barang-barangnya lalu memindahkannya ke dalam tas cangklong besar miliknya. Seorang perawat tengah melepas infus yang menancap di tangan Fadhil. Setelah semuanya terlepas Sekar dan Perawat membantu Fadhil untuk duduk.

Fadhil sudah cukup merasakan tubuhnya yang terasa pegal karena sudah sebulan lebih seminggu waktunya dihabiakan untuk berbaring di atas brankar. Perawat membantu Fadhil untuk duduk, sedangkan  Sekar mendekatkan kursi roda yang digunakan untuk Fadhil berjalan nanti. Sekar mendekatkan kursinya di samping brankar tempat Fadhil duduk.

Berlahan Sekar dan perawat membantu mengangkat tubuh Fadhil turun dari brankar dan beralih duduk di kursi roda. Setelah itu Fadhil sudah duduk nyaman di kursi roda.

“Makasih ya, Mas,” ucap Fadhil menatap perawat.

“Iya makasih ya, Mas, sudah membantu kami. Kami sangat-sangat berterimakasih,” sahut Sekar.

“Iya, Pak, Buk, sama-sama.” Perawat itu tersenyum sambil mengambil peralatanya yang di atas nekes.

“Selamat ya, Pak, mulai hari ini bapak sudah diperbolehkan pulang. Ibu dan Bapak, boleh meninggalkan ruang ini sekarang. Mari.”

Perawat itu berjalan mendahului Sekar dan Fadhil. Sekar menghampiri tas besarnya yang ia taruh di samping nakas. Lalu Sekar kemudian mengambilnya dan mencangklongkan di bahunya. Perawat yang tadi berjalan mendahuluinya membuka pintu. Sekar bergegas mendorong kursi roda yang Fadhil gunakan. Sekar melewati pintu itu dan dipersilahkan oleh perawat tadi, Sekar pun membalasnya dengan senyuman dan anggukan, begitu juga dengan Fadhil pun membalasnya dengan demikian.

Sekar terus mendorong kursi roda Fadhil yang Fadhil terduduk tenang di sana sambil matanya fokus ke depan melihat koridor panjang  rumah sakit yang ia lalui.

“Kamu gak capek, Sekar?” tanya Fadhil sambil mendongakkan kepalanya menatap istrinya.

Fadhil melihat istrinya yang pandangannya tampak lurus ke depan sambil terus mendorong kursi rodanya  melewati kolidor rumah sakit yang panjang seperti tidak ada ujungnya. Kemudian Fadhil melihat Sekar tampak menoleh ke arahnya lalu tersenyum tulus sambil menggelengkan kepalanya.

“Beneran gak capek? Perasaan dari tadi keluar dari kamar inap kamu diam saja, Sekar. Gak ngomong sedikit pun,” tanya Fadhil merasa tak enak hati.

“Enggak kok, Mas. Sekar lagi senang aja ... akhirnya Mas  udah boleh pulang juga hari ini.”

“Benar begitukah, Sekar sayang? Kalau kamu capek biar Mas sendiri ini yang dorong roda kursi roda Mas,” tawar Fadhil.

“Tangan Mas kan lagi sakit, mana bisa dorong roda kursi roda. Tangannya Mas aja digendong,” sahut Sekar.

“Tapi tangan Mas yang satunya udah gak sakit, Sekar sayang. Kamu tar tinggal jalan di samping Mas, ya?”

“Nggak, Mas. Biar Sekar aja,” balas Sekar tersenyum tulus.

“Kalau begitu, biar Mas aja yang bawa tas besar kamu. Selama ini Mas sudah cukup merepotkan Sekar .... Sekarang biar ganti Mas yang bantu kamu bawa tasnya. Mas gak tega jika melihat kamu kerepotan seperti itu.” Fadhil menarik tas yang Sekar cangklong.

MENGGENGGAM RASAWhere stories live. Discover now