-SIX

3 6 1
                                    

“Lhoh, Tan, Will ... kok kalian cuma berdua? Rosy belum datang, ya?” tanya Iyan begitu masuk kelas.

Iyan baru saja sampai ke sekolah. Ia melihat di bangku Rosy di sebelah Tantrin tas Rosy tidak tampak kelihatan begitu juga orangnya. Tantrin dengan Willy saling tukar pandang lalu menoleh ke arah Iyan yang berdiri di samping bangku mereka, Iyan masih menyangklong tas ransel hitam di pundaknya.

“Tau nih, Yan ... akhir-akhir ini Rosy selalu berangkat sekolah siangan,” tutur Willy.

“Kenapa kok ketumben banget?” tanya Iyan lagi.

Willy dan Tantrin sama-sama menggeleng kepala tidak paham. Tak lama kemudian dari pintu muncul sesosok yang meraka omongkan. Rosy masuk kelas dengan penampilan penuh keringat di dahinya, Rosy berjalan menuju ke bangkunya.

“Nah, tuh dia,” ucap Tantrin sembari menujuk Rosy. “Panjang umur baru diomongin nongol.”

Iyan pun menoleh ke belakang dan benar Rosy sudah datang. Saat ini Rosy berdiri di samping Iyan. Karena tempat duduk Rosy terhalang oleh tubuhnya Iyan. Iyan tampak terheran-heran melihat penampilan Rosy, Iyan melirik dari ujung rambut Rosy sampai ujung sepatunya. Iyan heran melihat wajah Rosy yang penuh keringat basah bagai diterjang banjir bandang.

Duh ... Kok Iyan natap aku gitu sih, ada apa ya? Batin Rosy.

“Kok, kamu natap aku gitu sih, Yan, ke- kenapa?” tanya Rosy risih dengan pandangan Iyan yang tidak seperti biasanya.

“E ...” pekik Iyan. “E itu ... kok kamu keringetan gitu sih, Ros, kayak abis kecemplung kolam,” celutuk Iyan lagi.
“Wkwkwkwk ....” Tiba-tiba Tantrin dan Willy bersamaan tertawa terbahak-bahak.

Lantas Rosy dan Iyan menoleh ke arah Tantrin dan Willy yang masih tertawa terbahak-bahak. Rosy menggigit bibir bawahnya. Aduh ...jangan-jangan ... Iyan terganggu lihat penampilanku kek gini deh, pikir Rosy gusar. Apa jangan-jangan kerinhatku bau, ya ... imbuhnya lagi.

“Tadi kamu habis lari maraton, ya?” pekik Iyan. “Apa jangan-jangan ... kamu terlambat bangun pagi, ya, terus berangkat sekolah terburu-buru.”

“E- enggak kok, Yan. Tadi motorku rusak di jalan. Jadi ak- aku jalan kaki deh ke sekolah,motor aku kutaruh bengkel. Iya,” sahut Rosy berdusta.

Rosy sengaja berbohong, ia gak ingin teman-temannya tahu. Termasuk Iyan kalau sekarang ia jatuh melarat, motor pun sudah terjual untuk pengobatan kakaknya. Rosy sempat frustasi dengan keputusan momy- nya yang menjual motornya. Tetapi iya berfikik lagi dengan baik-baik motornya di jual buat ngobatin kakaknya yang sakit di rumah sakit. Rosy berfikir lagi, keselamatan kakaknya yang utama dibanding motornya. Menginggat kakaknya adalah salah satu orang yang disayanginya. Hanya kakak-nyalah saudara kandung yang Rosy punya, dan kakak-nyalah yang paling menyayanginya.

Rosy takut jika harus jujur sama Iyan dan dua temannya kalau dirinya jatuh miskin. Ia takut teman-temannya bakal tidak mau berteman dengannya, dan ia mimilih berdusta.

"Ya ampun ... jadi kamu jalan kaki tadi?" tanya Iyan Rosy mengangguk, berharap Iyan akan percaya.

"Ya udah ntar pulangnya bareng aku aja, ya? Aku antar kamu buat ambil motor kamu di bengkel. Kamu ada uang, gak? Kalau gak ada biar aku yang bayar." Iyan nyerocos.

Rosy terbelalak. "Tidak ... tidak, Iyan, E- nggak usah barengin aku. Tadi aku udah janjian sama Lutfi, adik kilas kita. Gak enak kalo gak jadi," tolak Rosy.

"Gak nyangka aku, Ros. Biasanya kamu terlihat cantik dengan polesan bedak kamu. Hari ini kamu berantakan sekali," ledek Tantrin terkekeh. Tantrin mengambil sesuatu dari tasnya.

"Coba kamu lihat tuh mukamu." Tantrin menyodorkan sebuah cermin mini yang biasa Tantrin bawa untuk bercermin.

Rosy pun mengambil benda bulat itu dari tangan Tantrin. Rosy pun mengarahkan cermin di wajahnya dan terpantulah bayangan wajahnya di cermin. Rosy terbelalak terkejut bukan kepayang melihat wajahnya. Astaga ... umpatnya. Rosy nggak mengira, jika bedaknya yang dipakai di kulit wajahnya bisa luntur blepotan tak karuan di wajahnya.

MENGGENGGAM RASAWhere stories live. Discover now