15

7.7K 661 90
                                    

Felix membuka pintu ruang kantor Ergaster kencang

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


Felix membuka pintu ruang kantor Ergaster kencang.

"Apa itu benar tuan?!" Ucap nya cepat hingga lupa diri siapa dirinya di hadapan Ergaster.

Ergaster yang tengah beristirahat menyenderkan diri di sofa empuk nya pun membuka mata.

"Tuan akan menjadikan nona Elis sebagai selir?!" Ucap nya tak percaya.

Ergaster tidak menjawab dan melanjutkan tidur nya lagi. Felix menganggap itu iya.

"Tuan. Anda tahu bahwa bukan saat nya untuk mengangkat selir kan. Saat ini negara Unuvix sudah mengambil satu langkah untuk mengalahkan kerajaan kita. Saya takut jika anda terlalu fokus untuk menjadikan nona Elis sebagai selir anda lupa apa tugas anda saat ini" Ucap Felix panjang lebar.

Ergaster hanya diam tak bersuara. Mata nya benar-benar sudah lelah menghadapi pertanyaan yang sama di seisi kerajaan ini.

"Aku tahu Felix.. Sangat tahu" Ucap nya serak.

"Lantas kenapa tuaaan? Felix pasrah. Oh tidak! Apa yang akan terjadi setelah ini?

"Apa seseorang di larang menikahi wanita yang di cintai nya?" Gumam Ergaster.

*

"Hey bodoh, aku tahu kau bukan manusia dari dunia ini." bisik nya dengan smirk.

Jenny membeku.

"Pantas saja aku merasa aneh dengan aura mu. Memiliki jiwa kepemimpinan, bijaksana dan.. Cerdas? Oh shit itu bukan sifat Florence yang sebenarnya." Degil tersenyum.

Jenny terdiam, bagaimana lelaki ini tahu bahwa ia bukan bagian dari dunia mereka?

Degil melirik Jenny. Wajah Jenny pucat pasi. Hingga membuat Degil tertawa kencang.

"HAHAHA hey liat wajah mu sekarang! Sungguh jelek" Degil tertawa terbahak-bahak.

Degil pun kembali duduk di bangku lalu mendekatkan diri ke Jenny.

Menggapai dagu Jenny dan mengarahkan wajah cantik itu ke arah nya hingga mereka saling bertatapan.

"Kau tahu apa yang menarik? Dokter hebat yang tertelan di dunia ini, akan menjadi seseorang yang akan di pancung di pusat kota. Aku ingin tahu, apa yang akan kau lakukan dengan masa depan mu. Ah maksud ku masa depan Florence yang sekarang menjadi milik mu."

Mereka saling bertatapan. Jenny takut. Siapa yang di hadapi nya? Sebanyak apa lelaki ini tahu tentang nya?

"Nyonyaaa!!" Silvi datang dari jauh. Ia berlari kecil mendatangi Jenny.

Degil yang melihat itu tersenyum kecil. "Tikus kecil mu sudah datang. Aku akan menemui mu lain kali nyonya. Sampai jumpa Florence, ah maksud ku dokter Jenny"

Degil menaiki ranting pohon dengan sangat cepat dan menghilang di telan pepohonan.

"Nyonya anda sedang apa sendiri di sini?" Silvi datang membawakan selimut untuk Jenny jika saja ia kedinginan.

"Nona?"

Jenny terperanjat.

"Ah maaf. Kita kembali sekarang yuk. Saya lapar" Ucap Jenny cepat hingga membuat Silvi kebingungan.

*

"Nyonya, surat dari ayahanda anda telah datang" Silvi membawa secarik kertas dengan gulungan merah.

Jenny yang baru saja mandi menerima surat itu. Ia senang sekali mendapatkan surat ini. Dengan cepat ia membuka nya.

Jenny tersenyum kecil

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Jenny tersenyum kecil.

Keluarga ini.. Sungguh membuat nya bahagia.

Mereka benar-benar baik dan selalu memaafkan kesalahan Florence yang fatal.

Lalu Jenny akhirnya membaca pesan terakhir di bawah. Tangan nya bergetar, bibir nya tak kunjung turun dari lengkungan.

"HOREEEE!!" Silvi kaget melihat tuan nya berteriak.

Jenny menari kecil sambil kesenangan ia terus memandang dan memeluk surat itu. Oh sunggu Terima kasih dewa!

Sikap Jenny sama sekali tidak seperti seorang bangsawan tetapi..

Silvi tersenyum bahagia melihat tuan nya tertawa di saat ia harus nya menagis. Ia menyatukan lengan nya.

"Tolong buat nyonya ku bahagia dewa. Ambil nyawa ku untuk kebahagiaan nya. Tolong.."

*

COOMING SOON

COOMING SOON

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


The Wild DoctorDonde viven las historias. Descúbrelo ahora