9

7K 22 0
                                    

Cerpen 9. The Nanny

"Kau tidak seharusnya melakukan itu," katanya, suaranya bergetar.

"Kenapa?"

"Karena—" kalimat Luca terpotong, dia salah tingkah. "Karena kau bukan ibunya... dan kau... kau tidak mengeluarkan air susu—"

Liliane tersenyum kecil. "Benar, tapi pengisap yang dijejalkan di mulut Julio untuk membuatnya berpikir bahwa dia sedang mengulum puting ibunya juga tidak mengeluarkan air susu, Senor. Dan dia akan kembali tidur dengan cepat jika saya membiarkannya mengulum puting saya. Dia merindukan kehangatan ibunya—"

"Mmm—menurutku... kau tetap sebaiknya tidak... melakukan itu...," kata Luca terbata.

"Baik," angguk Liliane patuh.

Gadis itu menarik puting susunya perlahan dari mulut Julio dan seketika, bayi itu memekik marah dan menangis sejadi-jadinya. Liliane mencoba menjejalkan alat pengisap di mulut si bayi, tapi dia memuntahkannya. Bayi itu menjerit, mengepalkan tangannya dan menjejak-jejakkan kakinya di dalam gendongan Liliane. Dia baru sepenuhnya diam saat Liliane menarik kerah gaunnya ke bawah dan menyodorkan putingnya yang telanjang ke dalam mulutnya.

"Mmmh," desah gadis itu tanpa disadarinya.

Luca berpaling, tapi sedetik kemudian menatap lagi. Bayi itu benar-benar diam dan tertidur meski tak ada air susu yang memancar dari puting Liliane. Luca terpaku. Liliane kembali bersenandung sambil mengayun-ayun lembut bayi dalam dekapannya. Sesekali dia melirik pada tuannya yang terus memandangi mereka berdua.

Ragu-ragu, Luca menghampiri mereka berdua.

Liliane membiarkan lelaki itu mengusap kepala bayinya. "Apa dia akan menangis lagi kalau kau menariknya?" tanyanya.

"Kalau dia sudah tertidur lelap, tidak," jawab Liliane yakin. "Perutnya sudah kenyang, dia hanya kesal karena ditinggal sendirian. Semua orang tidak suka sendirian, apalagi seorang bayi. Nalurinya adalah mencari kehangatan dan sosok ibu, karenanya dia mudah diam jika dijejali puting susu."

Sontak, Luca berhenti mengelus dan rautnya kembali gugup.

Luca berdiri di sisi Liliane saat gadis itu meletakkan si bayi dengan hati-hati ke dalam box. Liliane masih terus mengelus kepalanya dengan lembut sampai kemudian bayi itu mendengkur halus. Dia mengangguk pada Luca dan tanpa kata membimbing langkahnya keluar dari kamar bayi. Mereka lantas berjalan dan berhenti di depan pintu kamar Liliane.

"Apa kau punya adik di rumahmu, Liliane?" Luca bertanya lagi. "Kau sepertinya sangat pandai pada anak kecil."

"Saya punya tiga orang adik," jawab Liliane. "Saya yang mengasuh semuanya karena ibu harus bekerja. Sekarang mereka sudah cukup dewasa untuk saling mengurus sehingga saya bisa bekerja. Terima kasih sudah menerima saya, Senor Magliani."

Luca mengangguk. "Yah... kau pengurus yang baik. Dengar... aku minta maaf soal apa yang terjadi tadi di kamar mandiku. Aku sama sekali tak tahu kau akan berada di sana. Kupikir kau... Fernandez—"

"Saya juga," Liliane tiba-tiba merasa malu dan menunduk. "Seharusnya saya mengatakan sesuatu, maafkan saya...."

"Lupakan saja, tapi sebaiknya kau tidak menyebutnya di depan pegawai yang lain atau siapapun. Kau mengerti?"

Liliane mengangguk lagi, dia tidak berani menatap tuannya setelah bayangan itu kembali hadir di benaknya. Gadis itu merasa berdosa. Tubuh Luca adalah tubuh lelaki pertama yang dilihatnya tanpa busana. Ada alasan mengapa dia hanya mengenakan gaun setipis itu keluar dari kamar untuk menenangkan Julio. Dia telanjang di balik selimutnya, menyentuh dirinya sendiri. Sehingga ketika Julio menangis, ia tak sempat mengenakan pakaian dalamnya secara lengkap, atau meraih jubah tidur untuk menutupi tubuhnya. Perasan malu itu kembali hadir saat Luca menyebut-nyebut kejadian itu.

Mature ContentWhere stories live. Discover now