4. Source of Love

327 25 0
                                    

Tubuh Yuhi menegang bagitu dia memasuki pekarangan rumahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tubuh Yuhi menegang bagitu dia memasuki pekarangan rumahnya. Terutama ketika dia melihat mobil ferari berwarna hitam milik ayahnya.

Rumahnya yang hangat dan nyaman akan selalu berubah dingin dan menyeramkan ketika ayahnya pulang. Rasanya Yuhi ingin berbalik dan lari sekarang tapi tidak bisa karena ke ujung dunia pun, pria bringas itu pasti akan menemukannya.

"Tadaima..." lirihnya begitu ia memasuki ruang tamu.

Kris ada di sana bersama salah seorang pengawalnya. Pria itu menatap Yuhi tenang dengan cawan sake di tangan kirinya.

"Kemarilah."

Itu adalah kata-kata yang paling tidak ingin Yuhi dengar. Bahkan langkah kakinya terasa berat ketika dia berjalan mendekati ayahnya.

Kris memasang senyuman miring. Ia meletakkan gelas sake nya lalu berdiri memperhatikan wajah pucat Yuhi.

"Putriku sudah dewasa hm.. oh lihatlah kau tumbuh dengan sangat cantik." Tangan kanan Kris menyentuh pipi Yuhi dan membuat gadis itu berjengit. Kedua kakinya juga bergetar karena ketakutan.

"Kau tumbuh seperti bunga mawar.. "Kris terkekeh dan berbisik.
"... sangat cantik tapi sulit di dekati." Usapan di pipi Yuhi berubah menjadi sebuah tamparan keras yang meninggalkan bekas merah di pipinya.

Yuhi meringis merasakan panas dan perih di pipi kirinya. Gadis itu bahkan terlempar ke lantai saking kerasnya tamparan Kris.

"Beraninya kau menolak lamaran tuan Choi tanpa persetujuanku. Ahh... kau juga menolak lamaran keluarga Jiang dan keluarga Qian. Apa maumu hah...??"

Yuhi tidak berani menjawab. Dia masih menangkup pipinya dan menunduk menahan tangis.

"Ambilkan cambuk." Perintah Kris.

Wajah Yuhi semakin ketakutan. Dia mendongak untuk mengemis belas kasihan Kris meskipun dia tau itu sia-sia.

"Papi... Yuhi minta maaf.. jangan cambuk Yuhi pih.... Yuhi mohon..."

Seorang pengawal membawa cambuk hitam dan memberikannya pada Kris. Pria bringas itu menatap putrinya seperti seonggok daging tak berharga yang siap ia cincang.

"Pihh.... Yuhi mohon..."

Kris tidak mendengarkannya. Dia tidak memiliki belas kasihan. Bahkan hati nuraninya pun sudah lenyap. Pria itu mengangkat tangan kanannya yang memegang cambuk lalu mengayunkannya ke arah punggung Yuhi.

Plak ~

Yuhi menutup rapat-rapat kedua matanya ketika benda panjang itu hendak menyentuh permukaan kulitnya. Namun ia buru-buru membuka matanya lagi ketika tubuhnya tidak merasakan rasa sakit apapun. Malah dia merasa ada seseorang yang merengkuh tubuhnya.

"Kak Yuta..." gumam Yuhi. Lelaki itu melindungi Yuhi dan merelakan punggungnya yang merasakan sakit.

"Pih... jangan cambuk Yuhi lagi pih.." Yuta memang tidak tau takut. Lelaki itu berdiri menghadap ayahnya seolah menantang.

"Kalau papi kesal, cambuk Yuta aja jangan Yuhi... " teriak Yuta.

Kris seperti seorang psikopat yang sedang menyeringai sekarang.

"Aahhh putra sulungku.. mana mungkin aku mencambukmu. Kau adalah putraku yang berharga." Kris terkekeh lalu kembali melemparkan tatapan jijiknya pada Yuhi.

"Tidak seperti anak perempuan tidak berguna ini. Dia pantas dicambuk."

"Pih..." Yuta kembali menyelanya.
"..... sudah Yuta katakan, Yuta yang akan mengurus Yuhi. Papi tidak perlu ikut campur."

Yuta mengabaikan Kris yang kini menatapnya. Lelaki itu membantu Yuhi berdiri dan menuntunnya ke kamar.

Emansipasi wanita sudah banyak di suarakan di masa modern seperti sekarang ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Emansipasi wanita sudah banyak di suarakan di masa modern seperti sekarang ini. Tapi sayangnya hal itu tidak pernah menjadi sesuatu yang penting bagi Kris. Memiliki anak perempuan baginya seperti memiliki sebuah aib. Kris sangat membanggakan Yuta tapi dia tidak pernah seperti itu pada Yuhi. Kris memberikan makanan terbaik dan barang-barang terbaik untuk Yuta tapi dia tidak berlaku sama pada Yuhi.
Salah satu belas kasihan yang Kris berikan pada Yuhi adalah dengan membiarkan gadis itu tetap hidup.

Yuhi menatap Yuta yang masuk ke kamarnya dengan kotak p3k yang dia bawa dari luar. Pipinya masih memiliki bekas merah dan terlihat sedikit bengkak.

"Kenapa kakak tidak membiarkan saja papi menyiksaku sampai aku mati. Bukankah itu memang keinginannya.."

Yuta duduk di sisi ranjang. Memperhatikan pipi Yuhi.

"Nyawamu lebih berharga daripada nyawanya.." Ujar Yuta.
Yuta berputar untuk menghadap Yuhi dan mengusap pipi adiknya.

"Sudah cukup kakak kehilangan mami, kakak tidak mau kehilanganmu juga."

Kedua manik legam yang tampak serupa itu saling bertatapan. Yuta tersenyum tipis dan Yuhi membalasnya.
Ini yang Yuhi suka dari Yuta. Senyuman lelaki itu selalu bisa membuatnya tenang.

Satu-satunya orang yang membuat Yuhi merasa kalau dirinya berharga adalah Yuta.
Laki-laki yang lebih tua 6 tahun darinya itu akan selalu pasang badan ketika Kris bertindak di luar logika saat menyiksanya.

Yuhi mendekat untuk memeluk Yuta karena lelaki itu adalah satu-satunya sumber kasih sayang yang bisa Yuhi dapatkan.

"Jangan pernah berpikir untuk mati dan meninggalkanku sendirian bersama pria brengsek itu. Tunggulah sebentar, kakak akan mencarikan laki-laki yang baik untukmu."






"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Young Master | Zong ChenleWhere stories live. Discover now