2. Can I Kiss Your Lips?

11.1K 1.2K 62
                                    

Suasana di ruang osis begitu hening. Hanya ada suara ketikan keyboard dan suara napas yang terdengar pelan.

"Kapan selesainya?" tanya Neo sambil cemberut.

Hampir 30 menit sudah berlalu. Jam istirahat siang itu sudah berakhir semenjak 5 menit yang lalu. Dan kini Neo terjebak di ruang osis. Karena Geo memaksanya untuk tetap tinggal di ruang osis. Menemani cowok itu sampai pulang sekolah.

Bisa dibilang, Geo menyuruh Neo bolos. Sebenarnya Neo mau-mau saja membolos. Tapi, kalau bolos yang seperti ini, Neo nyerah! Bayangkan saja, ia harus duduk di pangkuan Geo! Berhadap-hadapan dengan muka datar milik Geometri Rahesa.

Jika saja Neo boleh memilih, ia berharap ini hanyalah mimpi. Neo masih normal! Ia masih suka cewek. Apalagi cewek-cewek yang ia jadikan sebagai waifu imajinasinya. Ya, meski hanya dalam bentuk dua dimensi. Ta-tapi, Neo tetap terbilang normal, kan?

Lagipula Neo terpaksa menemani Geo karena cowok itu mengancamnya. Geo bilang, dia akan menyebarkan foto ciuman mereka yang kemarin. Meski Geo tidak menunjukkan bukti foto itu, tapi raut wajahnya sangat meyakinkan. Dan itu membuat Neo takut apabila foto itu tersebar, popularitasnya akan hancur.

"Gak tau," jawab Geo datar.

"Gue ke kelas aja ya?" Neo cemberut sambil mendesah lelah.

"Gak."

"Cih!" dengus Neo merasa frustasi. Berharap hari ini segera berakhir. Dan bel tanda pulang sekolah untuk segera berbunyi. Agar ia bisa lepas dari makhluk sialan bernama Geometri Rahesa.

"Jangan gerak, nanti adik gue bangun," ujar Geo datar tanpa ekspresi.

Neo mengernyit. "Hah? Emang di sini ada adek lo?" tanyanya sambil mengalihkan pandangannya ke sekeliling ruang osis. Tapi, ia tidak menemukan manusia selain mereka berdua. Hanya ada rak berisi deretan file, dan sebuah kasur serta perabotan lainnya. "Ini ruang osis apa kamar sih?" gumamnya pelan sambil menggeser posisinya.

"Hhh!" Geo mendesah pelan. "Gue bilang jangan gerak!" ujarnya menatap Neo tajam.

"Gue pegel!" balas Neo. "Gue tiduran di kasur aja ya?"

"Gak."

"Lagian ngapain sih pengen mangku gue segala, udah kayak homo aja lo."

"Berisik."

"Gue bosen Geo!" rengek Neo sambil memberontak. "Pantat gue pegel!"

"Engh!" Geo menggeram, menatap Neo lagi dengan tatapan tajamnya.

"Geo, kok pantat gue serasa ketusuk ya?" Neo membalas tatapan Geo tanpa takut. "Banana lo bangun anjrit!" serunya sambil bergidik.

"Gue udah bilang, jangan gerak. Tapi lo tetep gerak." Geo menyeringai. "Lo mau gue hukum?"

"Hah?" Neo mengernyit, lalu berteriak panik ketika Geo berdiri. Membuat posisinya kini berada di gendongan seorang Geometri. "Lo mau ngapain?" pekiknya ketika ia dilempar ke atas kasur.

Neo melotot melihat Geo melepaskan ikat pinggang, lalu melepaskan seragam putih abu-abu yang dikenakan oleh pemuda itu. Satu demi satu kancing kemeja Geo terlepas. Menampilkan pahatan sempurna dari tubuh Geometri Rahesa.

"Anjir! Perut lo kok six-pack!?" teriak Neo salah fokus. Merasa tidak terima cowok di depannya memiliki tubuh bagus, sedangkan perut Neo malah seperti papan triplek.

"Perut gue cuma buat lo Neo," balas Geo menyeringai. "Lo mau pegang?" tanyanya sambil naik ke kasur. Terus menghimpit tubuh Neo yang berada di bawahnya.

Neo menahan napas.

"Lo ma-mau ngapain!?" teriak Neo panik. Menatap Geo yang ada di atas tubuhnya. Tubuh keduanya hanya berjarak beberapa senti. Dari jarak sedekat itu, Neo bisa merasakan napas hangat milik Geo.

Aroma maskulin yang tercium dari tubuh Geo membuat Neo oleng. Jantungnya berdetak semakin kencang. Seolah pertanda buruk. Apakah kini ia resmi menjadi homo?

"Boleh gue cium bibir lo?" tanya Geo sambil mengangkat sebelah alisnya. Menatap Neo dari jarak sedekat itu.

Tuhan, cabut nyawa hambamu sekarang juga! Watashi gak kuat, jerit Neo dalam hati. Merasa ingin pingsan ditatap oleh Geo dari jarak yang sangat dekat.

Arsenic [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt