🌻7. Raina's Problem(2)

Comenzar desde el principio
                                        

Anak as---Astaghfirullah. Sabar Raina, lo harus sabar. Pacarnya haechan nggak boleh marah!

Raina lagi-lagi memejamkan matanya sejenak, untuk meredam kobaran api kemarahan yang sudah terpancar dari matanya sejak tadi, sambil terus beristighfar dan mengeluarkan kata-kata penenang.

Sampai akhirnya dia membuka mata kembali dengan kondisi lebih tenang, menatap datar ke arah cowok yang sedang asik memutar-mutar ponsel bermerk dengan harga yang dia tau sangat fantastis untuk kaum menengah sedang sepertinya.

"Well, harganya cuman 100 juta. Cukup murah menurut gue. Teman lo harus mengembalikannya dalam waktu seminggu. Gimana?"

Rahang Raina mengetat, "Fine. Gue turutin mau lo. Gue bakal jadi babu lo selama 2 Bulan," Timpal Raina final. Membalik badanya, melangkah pergi.

"Mau kemana lo!?" Teriak Rayyan kuat, Karena Raina yang semakin menjauh. Raina tidak menggubris sama sekali.

"Ini hari pertama lo jadi babu gue!"

Raina menghentikan langkahnya.

"Bawa tas gue ke kelas!"

Tanpa perasaan dan melihat kondisi, Rayyan berjalan melewati Raina dan melemparkan tasnya begitu saja. Untung langsung ditangkap oleh Raina. Kayden ikut menyusul dibelakang Rayyan, dengan gaya santai cowok itu.

Raina melihat kepergian keduanya dengan tatapan benci penuh dendam, bahkan dia meremat tas hitam dalam pelukannya, sebagai pelampiasan. Ingin rasanya dia lemparkan saja tas ini mengenai pemiliknya.

Mengambil nafas dalam, lalu dihembuskan secara perlahan, "Sabar Raina. Sabar. Ini pilihan lo untuk bantu Fatya," Bisiknya

Bermodalkan muka tebal, Raina seolah acuh tak acuh dengan kondisi sekeliling yang menatapnya. Dia tidak ingin terlihat lemah, walaupun kondisinya saat ini sangat menyedihkan. Hari ini adalah hari yang menjadi awal buruk hari-harinya kedepan.

Raina memasuki area gedung IPS. Sangat asing menurutnya, dan sangat ketara perbedaan vibes yang dirasakan. Walaupun matanya menatap lurus kedepan, fokusnya pada Rayyan dan Kayden agar tidak tersesat di kawasan ini, tapi telinga dan ekor matanya tetap aktif mengawasi sekitar. Disini sangat terasa suasana kebebasan dan

kekacauannya.

Meskipun bukan berada di pusat kota, tapi sekolahnya termasuk dalam sekolah elite yang setiap study tournya selalu keluar kota bahkan keluar negri, perjalanan paling dekat biasanya kalau keluar negeri, sekitaran di asia tenggara. Jadi kecil kemungkinan, ada dari kalangan bawah bisa masuk sekolahnya. Bukannya menjudge atau diskriminasi, tapi kalaupun bisa, itu berarti murid beasiswa.

Di sekolahnya ini tidak akan terlihat perbedaan siapa yang kaya dan siapa yang miskin, semuanya membaur. Buktinya adalah kedua cowok yang sedang berjalan didepannya. Siapa yang menyangka seorang Kayden merupakan anak pemilik sekolah, kalau keduanya tidak naik mobil dengan harga fantastis itu. Coba keduanya di suruh naik kendaraam umum atau sepeda, pasti akan terlihat sama. Terkecuali memang, visual keduanya yang kurang merakyat.

Kalau secara finansial mungkin tidak akan terlihat kecuali saat ada study tour maka akan ada yang mampu dan tidak untuk ikut, meskipun di wajibkan. Tapi yang paling ketara perbedaannya adalah perkara jurusan IPA dan IPS.

Ntah memang sudah tradisi di setiap sekolah, tapi menurutnya ini hanya perkara sudut pandang, kebiasaan dan juga penilaian para guru. Nggak tau di sekolah lain seperti apa, tapi di sekolahnya para guru lebih menspesialkan anak-anak jurusan IPA, dan dia merasakan itu.

Salah satu contohnya adalah lomba. Para guru lebih mempublish dan mengapresiasi lomba matematika, kimia, fisika, dari pada mapel yang berkaitan dengan jurusan IPS. Mungkin karena ketidak pedulian inilah yang membuat anak-anak jurusan IPS, membuat kebebasan mereka sendiri.

Our Path DiffrentDonde viven las historias. Descúbrelo ahora