Bab 7b

2.8K 534 30
                                    

Saat kendaraan memasuki komplek perumahan, mata Amora melotot melihat deretan rumah mewah di kiri dan kanan jalan. Ia tahu, komplek perumahan ini cukup terkenal sebagai perumahan elite. Terletak di dalam kota dan cukup mudah dijangkau oleh kendaraan. Amora tidak dapat membayangkan berapa harga rumah di sini.

Saat memasuki jalanan yang asri dengan pepohonan yang rindang, Amora menyadari sesuatu. "Loh, ini'kan lokasi pesta malam itu?"

Oscar mengangguk. "Memang. Yang mengadakan pesta malam itu tetanggaku."

Amora melongo. "Yang mana, Pak? Sherill atau cewek satu lagi?"

Oscar menggeleng. "Aku nggak kenal siapa Sherill tapi tetanggaku itu Fira."

"Loh, bukannya yang malam itu mengadakan pesta si Sherill?"

"Bukan, Fira. Kamu ketemu dia juga kayaknya."

Kebingungan melanda pikiran Amora. Kalau pesta malam itu adalah rumah Fira, jadi Sherill pacar Filico itu rumahnya di mana? Bukankah mereka mendapat berita kalau yang mengadakan pesta adalah pacar Filico? Terdiam karena kebingungan, Amora tidak sadar saat mobil berhenti di sebuah rumah berpagar hitam.

Oscar turun dari mobil untuk membuka pagar. Amora sibuk mengamati rumah yang besar tapi minimalis. Ada dua lantai dengan bagian depan untuk garasi.

"Ayo, turun. Ini rumahku."

Amora turun dengan gugup. "Pak, di rumah ada siapa?"

"Nggak ada siapa-siapa hanya aku."

Masuk ke rumah, Amora disuguhi ruang tamu yang cukup luas dengan sofa kulit. Panel dinding di dekorasi oleh warna kayu dengan rak kaca berisi banyak hiasan dan guci. Ia sedang sibuk mengamati lukisan di dinding saat merasakan lengan Oscar melingkari tubuhnya.

"Eh, kamu wangi banget." Laki-laki itu mengendus ceruk lehernya.

"Masa? Hanya sabun biasa sama parfum murahan di minimarket."

"Sepertinya aku harus mengeluarkan produk parfum atau body mist buat kamu."

Oscar membalikkan tubuh Amora dan menyerbu bibir gadis itu. Ia tidak memberikan kesempatan pada Amora untuk berkelit. Dalam ruang tamu yang sepi, napas mereka terdengar keras dan mendesak. Bibir bertemu bibir, lidah saling membelai dengan tubuh menempel erat.

Aroma seperti kehilangan kendali, saat Oscar menjatuhkan diri di atas sofa dan ia duduk di pangkuan laki-laki itu. Bibir mereka saling melumat mesra berbauh desahan penuh kenikmatan. Mini dress yang dipakai Amora naik hingga ke pertenganan paha karena duduknya yang mengangkang. Bulu kuduk Amora meremang saat jemari Oscar membelai lembut pahanya.

"Kamu makin lama makin mahir ciuman," bisik Oscar di antara kecupan mereka.

Amora tersenyum. "Siapa dulu gurunya."

"Ah, sepertinya muridku memang terlalu pintar."

Oscar mengangkat tubuh Amora dan membaringkannya di sofa. Tidak memberikan kesempatan pada gadis itu untuk berkelit, ia menindihnya. Napas mereka kembali memburu saat bibir mereka saling melumat dan memagut.

Oscar bukan hanya mengecup bibir, tapi juga menjelajaji leher, bagian belakang telinga, dan pipi Amora. Tidak cukup hanya itu, ia membuka paha gadis itu dan memosisikan dirinya tepat di tengah. Ia tersenyum kecil, mengusap wajah Amora saat mendengar gadis itu mengerang.

"Pak, aku—"

"Ssst, nikmati saja."

Oscar terus mencium dan melumat. Jemarinya bergerak untuk membelai rambut, pundak, dan kini berada di dada Amora. Ia mengusap coba-coba dari atas pakaian yang dipakai gadis itu. Saat Amora tidak menolak, ia meremas lembut. Tanpa menyentuh secara langsung, ia bisa merasakan kalau dada gadis itu kenyal dan padat.

"Kamu sexy," bisik Oscar dengan serak.

Amora menggeliat tanpa sadar saat tangan Oscar terus menyentuh dadanya. Laki-laki itu mengangkat tubuhnya, membuka bagian resleting mini dress yang dipakainya dan menurunkannya. Amora berusaha menahan malu, saat tubuhnya terpapar. Tangannya menyilang, berusaha menutupi tapi Oscar mengangkat lengannya.

"Jangan ditutup. Ini sangat indah."

Kali ini Amora melenguh, saat bibir Oscar menyentuh dadanya. Tangan laki-laki itu membelai perlahan dan membuka kaitan bra. Angin dingin menerpa dada Amora saat penutup bra terangkat dan bibir Oscar melingkupi puncak dadanya.

Desahan dan erangan keduanya berbaur di ruang tamu yang sunyi. Amora menggeliat di bawah tubuh Oscar. Hawa panas keluar dari cumbuan mereka, menyebar ke pori-pori dan membuat gairah meningkat.

Amora menggelinjang, saat bibir Oscar bermain-main di dadanya. Ia berteriak kecil, campuran antara hasrat dan kerinduan. Bibir mereka kembali bertaut hingga Oscar menjauhkan tubuhnya.

"Maaf, aku lupa diri," bisik laki-laki itu. Berbaring sambil memeluk Amora, mereka berhimpitan di sofa yang sempit. "Entah kenap, setiap kali melihatmu membuat kesabaran dan kesadaranku hilang."

Amora mengusap dagu laki-laki itu, mata mereka bertemu dan ia tersenyum. "Mungkin, karena tubuh dsaya ada campuran nikotinnya?"

Oscar menggeleng. "Nggak, lebih dari itu. Aku menduga, di senyummu ada rempah kecubung yang memabukkan. Di aroma tubuhmu, tersimpan narkotika yang membuat kecanduan. Semuanya berbahaya untukku."

"Bukankah itu berlebihan?"

"Nggak, itu kenyataan. Karena aku nyaris gila saat sehari tidak menciummu. Selama satu Minggu kemarin, aku menahan diri untuk tidak menyeretmu ke kantor dan mengangkat ke meja lalu membuatmu berteriak mendamba."

"Pasti akan sangat memalukan kalau sampai itu terjadi."

"Bukan hanya memalukan tapi juga mengerikan. Seorang CEO yang memaksa asistenjya untuk berciuman."

Amora menahan senyum, tangannya mengusap pipi Oscar yang bercambang. Perasaan aneh melingkupinya saat laki-laki yang sekarang memeluknya, terasa begitu dekat.

"Pak, Juki dan Mona tahu tentang kita. Apa itu nggak masalah?"

Oscar menggeleng. "Mereka sahabatmu. Sudah sewajarnya kalau tahu bukan?"

"Memang. Karena selama ini kami selalu terbuka satu sama lain. Tidak ada yang disembunyikan."

"Aku harap mereka nggak berprasangka buruk sama aku."

"Sepertinya nggak. Mereka mendukung untuk kita saling dekat satu sama lain."

Saat Oscar merengkuhnya dalam pelukan, Amora menyadari kalau laki-laki itu tidak mengoreksi perkataannya. Mereka memang dekat satu sama lain, hanya kedekatan fisik tanpa cinta dan perasaan.

Amora mendesah, menyandarkan kepalanya pada dada Oscar. Mendengarkan degup jantungnya yang berirama. Ia bergumam dalam relung perasaannya yang paling dalam, jangan sampai suatu saat nanti hatinya patah karena Oscar. 

Kissing The Stranger जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें