22

2K 211 3
                                    

22

[LEX]

26 AGUSTUS 2089, Kota Redbrick, siang hari.

"Kita harus berkumpul kembali bersama adikku," Lex mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan siap akan menelepon adiknya dalam gerakan cepat setelah keluar dari bawah tanah di tengah jalan.

"Tak ada menggunakan ponsel," Jean langsung menembak ponsel Lex terang-terangan hingga benda itu  hancur lebur dan suaranya meledak mengejutkan umum. Seketika aktivitas mereka terhenti dan mengamati Jean yang tak sama sekali menggubris. Bahkan sampai-sampai Lex meringis merasakan telinganya berdengung pilu.

"Apa yang kau—?!"

"Pemerintah akan melacakmu ketika menemukan IP asing, Lex. Hati-hati."

"Tapi tidak usah dengan memembak ponselku sampai hancur kan?!" protes Lex dengan jengkel. "Lagi pula apa yang kau lakukan? Menarik perhatian khalayak?"

"Mereka tidak akan sadar aku sedang jadi buronan. Mereka masih menganggapku sebagai anggota pemerintah. Dan soal menghancurkan, karena mereka masih bisa melacak IP-mu, Lex."

"Kalau begini bagaimana caranya kita menghubungi adikku?"

"Jika mereka pintar mereka pasti ke BTWS. Dengan kata lain kita akan bertemu mereka di sana," ujarnya dengan tajam.

Lex berdecak, "kalau begitu biarkan aku menggunakan ponselmu."

"Sayang sekali karena aku pun sedang jadi buronan pemerintah, aku tidak menggunakan ponsel."

"Err  ... Nona Romanov!" seru salah seorang pria tua dari dalam mobil, melongokkan kepalanya dengan bingung, "tapi mau sampai kapan kami harus berhenti untuk mempersilakanmu berdiri di sana?"

"Ups, maaf!" Jean pun langsung menarik Lex dari jalan raya ke jalan pejalan kaki.

Lex benar-benar masih dongkol dengan Jean, sampai-sampai dia berjalan di belakangnya, dan wanita itu tak sama sekali mempertanyakan. Perempuan ini selalu saja bertindak sesukanya seolah dunia ini miliknya. Bukan dalam konteks mentang-mentang dia anak (mantan) pemerintah, tapi ini memang sifat dasarnya. Dan dia tidak pernah merasa bersalah akan hal itu.

Kalau kau mau tahu, ponselku seharga dengan hidup dan matiku  ... dulu, Jean, Lex mengerutkan dahinya. Sekarang aku pengangguran. Harganya bagai akhirat dan bumi, dia terus menggerutu dalam hati.

"Kau mau kita beli makan dulu? Kurasa sup yang tadi kuberikan tidak cukup untuk badan besarmu itu," ujar Jean agak lantang. Ia tidak mensejajarkan dirinya dengan Lex yang masih ada di belakang, sehingga dia butuh membesarkan suaranya di tengah khalayak yang sedang lalu-lalang.

"Kukira kita sedang tergesa-gesa?" ketus Lex, "bilang saja kamu yang lapar, kan?"

"Iya. Memang aku yang lapar. Jadi mau makan atau tidak? Aku tidak berani menjamin setelah dari BTWS kita masih bisa makan atau tidak."

Kini Lex mempercepat langkahnya sampai ia berdiri berjalan beriringan dengan Jean, "kamu kalau lagi lapar menyebalkan, ya," tukas Lex agak gemas, air mukanya terlihat begitu jengkel pada wanita ini.

Jean sekadar membalas dengan senyum miring dan angkuh. "Biaya gratis. Pesan makanan kesukaanmu."

Tiba di sebuah bar yang menyediakan hidangan bistik saus jamur. Lex tidak menyesali pilihan Jean, dia memang kelaparan, bahkan sanggup memakan orang jika dia hilang akal. Mengalahkan spesies zombie, kanibal pun akan menjadi tren hal menyeramkan terbaru. Jean sudah menghabiskan hidangannya dengan cepat, bahkan selesai makan pun sempat-sempatnya ia minum minuman memabukkan sembari menunggu Lex di hadapannya selesai dengan urusan perutnya.

Age of Undead 89 [2015]Where stories live. Discover now