33

1.3K 193 2
                                    

33

[STACY]

TENTU SAJA GREG tidak akan membiarkan mereka mati konyol di sini. Dengan tajam ia mengarahkan helikopternya ke atas begitu tajam sampai posisinya nyaris vertikal sempurna. Untungnya misil itu bukan misil otomatis yang mengejar. Ia yakin tampaknya tangki yang mereka bawa pun harus mereka lindungi dan tidak bisa begitu saja dihancurkan sembarangan. Harus ada rencanya yang tersusun sebelum menembak, dan mereka harus tepat waktu.

Stacy merasa posisi mereka kurang beruntung karena helikopter jelas kecepatannya lebih lambat dari jet. Maka dari itu mereka membutuhkan bantuan. Ia menelepon Dave menjelaskan situasi mereka sesingkat-singkatnya sampai pada hal yang ia butuhkan. "Jadi kami butuh bala bantuan, lalu pastikan agar para warga menghirup apa yang akan kami kirim."

"Oke. Hanya saja kau harus menjauh dari Heredith secepat mungkin."

"Akan kuusahakan." Stacy melihat ke belakang, sambil itu memutus sambungan. Ia berjalan gontai ke arah senjata berat helikopter dan mulai menembaki jet.

Sebuah misi meluncur ke arah mereka. Stacy berteriak, "Greg, ke atas!"

Guncangan hebat terjadi. Stacy berpegangan dan setengah membungkuk untuk memperkuat kekuatan kakinya tahan di pijakan. Mereka bergeser ke atas terlalu tajam hingga si misil lagi-lagi terlontar sia-sia. Sesudah ketegangan itu berakhir, Stacy kembali menyerang. Keadaan mereka terus menjadi antara hidup dan mati selama nyaris satu jam tanpa istirahat.

Bersamaan dengan itu bala bantuan dari pihak Heredith mulai bermunculan. Kali ini mereka menggunakan banyak kecanggihan yang sangat membahayakan. Satu kali serangan serentak, misil terlontar dan kali ini terus mengikuti mereka. Sesadar Stacy, ternyata di bawah sana adalah kota-kota pinggir Heredith yang terbengkalai. Ia ingat desa itu adalah desa petualangannya bersama Greg. Ia pun mengumpat, "Sialan! Mereka sudah menunggu saat-saat seperti ini!"

"Bala bantuan masih belum juga datang?!" protes Greg.

"Bel—"

Helikopter bergeser tajam ke kiri lalu merendah. Misil tepat di samping mereka dan kini mereka meluncur ke bawah begitu kencang. Semua misil terpusat ke bawah dan beberapanya saling bertubrukan untuk meledak dengan sendirinya. Belum semua hancur, masih ada misil yang mengejar, tapi bahan-bahan mereka yang pecah mulai terlontar ke mana-mana dan sama saja membahayakan. Greg berheti turun tajam lalu kembali meluncur maju semaksimal kecepatan helikopter, tetapi peruntungan mereka kecil sekali karena para jet mulai meluncurkan misil-misil baru lagi.

Seolah sedang bermain game, Stacy mencoba meledakkan misil-misil itu dengan turret-nya sebelum menyentuh helikopter. Sialnya gerakan menghindar Greg sangat acak-acakan sehingga dia tidak bisa membaca polanya—atau memang tidak ada pola. Hampir semua tembakannya kesasar sedangkan sisa peluru tidak bisa dibilang banyak lagi.

Sedikit lagi harusnya mereka masuk ke pinggir kota berisi manusia biasa. Mereka pasti akan berhenti menyerang di situ.

Begitu sampai nyatanya tidak. Mereka tak berhenti sama sekali bahkan mengerahkan kekuatan semakin kasar. Ia asumsikan mereka sudah tahu apa yang terkandung dalam tangki ini tak akan membahayakan warga, tapi Stacy dan Greg tidak bisa membiarkan tangki mereka terbuang dengan percuma.

"Sedikit lagi kita akan sampai di Padang Batas!" seru Greg.

Kabar yang melegakan meskipun Stacy masih belum bisa sepenuhnya lega. Paling tidak harusnya bala bantuan sudah menunggu di sana. Mereka hanya butuh bersabar sedikit lagi.

Tiga ratus meter lagi ... dua setengah, dua, satu, setengah ....

Pesawat tempur Charleston sudah berjajar di perbatasan dan mereka siap meluncurkan serangan.

Mereka menembak, misil bergerak memiliki target masing-masing. Tepat di belakang mereka misil saling menembak misil. Ledakan dahsyat terjadi, melahirkan tekanan luar biasa dahsyat hingga pesawat terlontar tak terkendali, curam menuju ke bawah dan semuanya mati.

"Oh, sialan sialan sialan!" umpat Greg secepat mungkin berusaha menyalakannya lagi.

Nyaris mencium pasir ia langung menariknya dengan berat ke atas lagi. Stacy terbanting ke belakang, menghantam pintu pembatas bagian belakang sampai rasanya paru-paru lompat dari dadanya. Namun minimal, mereka selamat. Mereka berhasil masuk ke negara mereka.

"Secepatnya, Greg! Mereka tak bisa lagi menunggu lama-lama di luar rumah dengan para zombi itu!" seru Stacy.

"Sedang berusaha!"

Jari-jemari Greg meloncat lincah di papan kokpit. Apa pun itu yang ia tekan, Stacy hanya berharap semuanya cepat dijalankan dan berakhirlah misi besar membahayakan mereka.

Mesin bekerja, tangki mulai menyemprotkan kristal-kristal merah darah ke seluruh penjuru seperti parfum.

Stacy berharap mereka benar-benar membawa solusi biarpun tidak bisa menyembuhkan mereka yang sudah terkontaminasi. Para warga di bawah sana menghirupnya sebanyak mungkin sambil berjuang melawan para zombi yang mengganggu. Stacy menyaksikan, begitu mereka menghirup dan beberapanya tak sanggup bertahan melawan zombi, bagian mereka yang tergigit kembali sembuh seperti sedia kala.

"Mereka jadi kelihatan seperti manusia abadi," ujar Stacy. Kembali ia teringat kakaknya bahkan bertahan hidup setelah dikeroyok zombi. Apakah ... ini pertanda baik?

Greg terkekeh kecil, kini mereka dapat terbang dengan tenang dan menyebarkan kekebalan. "Entahlah. Urusan belakangan. Kau lebih menginginkan manusia sehat abadi atau manusia pemakan orang dengan tubuh busuk?"

Stacy tertawa lebar agak sarkastik, mendekat pada Greg. "Tidak keduanya." Dan tiba-tiba, ia menyambar pipi Greg untuk mencium bibirnya. Saat ini dia benar-benar sangat bahagia dan bangga, belum lagi menyelesaikan misinya bersama pacar. Walau kakaknya tertinggal di belakang, ia yakin kakaknya ada di sini, ikut menebar kekebalan dengan darahnya.

Tiba-tiba pesawat hampir menabrak gedung yang lebih tinggi. Greg langsung membanting setir ke kiri sedangkan Stacy jadi jatuh ke pangkuannya sementara tangannya melingkar di leher Greg.

Pemuda itu pun tertawa garing. "Huh! Yeah, kurasa kita lanjutkan itu nanti saja setelah satu misi tenang ini."

Stacy pun tertawa.

Tangki tersebut sudah diatur kadarnya untuk seluruh bagian negara Heredith, begitu pun bahan bakar helikopternya. Bisa dibilang mereka nyaris seharian penuh sampai esok sore berkeliling untuk menebar parfum darah. Bagian negara yang masih belum kena virus juga dibagikan hanya sebagai jaga-jaga.

Kekebalan yang mereka dapatkan .... Stacy jadi teringat Lex. Firasatnya kali ini begitu tenang, karena ia berpikir ... tampaknya kakaknya itu memang tidak akan bisa mati.

Age of Undead 89 [2015]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang