46 | Akhir dari kebencian

Mulai dari awal
                                    

Dewa Agung tersenyum menatap kedua putrinya.

"Berhenti membenarkan dirimu atas kesalahanmu sendiri Eilaria. Aku tahu, kamu merasakannya bukan?"

"M-Merasakan apa?"

"Perasaan kecewa, akan dirimu sendiri."

Sontak Eilaria menangis tanpa ia sadari, membuat Serenity bingung karenanya. Serenity menatap kakaknya dengan heran, kenapa dia harus menangis di situasi seperti ini?

"Bahkan matamu, sudah tidak sanggup menahannya bukan?"

Dewa Agung membungkuk sedikit lalu mengusap kepala Eilaria. Karena hal itu, perasaan Eilaria semakin tak terbendung. Dia tidak merasakan perasaan marah, namun perasaan kecewa dan malu yang begitu besar.

Eilaria selama ini selalu menganggap bahwa dirinya tidak mendapatkan kasih sayang yang sama seperti yang Serenity dapatkan. Sejak sang ibu tiada, ia merasa kasih sayang ayahnya semakin lama semakin berkurang padanya dan ia selalu merasa bahwa Dewa Agung lebih memerhatikan Serenity ketimbang dirinya.

"Kenapa? Kenapa ayah seperti ini? Bukankah ayah tidak menyayangiku?" Eilaria menangis, air matanya semakin lama semakin mengalir deras, namun hal itu tidak menjadikan Serenity bersimpati padanya.

"Siapa yang mengatakan padamu bahwa aku tidak menyayangimu?"

"Tidak ada yang mengatakannya karena aku melihatnya sendiri, ayah lebih menyayangi Serenity ketimbang diriku! Bahkan ayah memberikannya berkat lebih dari yang aku dapatkan! Dan juga, ayah memberikannya sesuatu yang seharusnya itu adalah milikku sebagai anak tertua!"

Tangisan Eilaria semakin kencang, membuat hati Serenity yang semula benci menjadi iba padanya. Sebenarnya, Serenity mengetahui awal mula dari kebencian Eilaria padanya.

Yaitu saat Dewa Agung memberikan senjata sihir pada mereka berdua.

Seharusnya yang menerima Divine Sword adalah Eilaria karena dia anak tertua, terlebih dia sangat menyukai pedang. Tapi ternyata yang justru dia dapatkan adalah sebuah Divine Whip yang bahkan tak ia sukai sama sekali.

Di dunia atas, Eilaria sering menjadi bahan ejekan karena dianggap selalu menjadi yang kedua, padahal dialah putri tertua. Serenity pernah ingin menukar senjatanya dengan senjata Eilaria, namun Dewa Agung tidak mengizinkannya.

Hal itu menjadi dasar dari kebencian Eilaria, yang menganggap Serenity lebih dicintai ketimbang dirinya. Oleh karena itu, di akhir hidup Serenity yang tragis, dia dibunuh oleh Divine Whip yang dahulu tidak disukai oleh Eilaria.

"Putriku Eilaria. Kau telah salah, baik kau maupun Serenity. Kalian berdua diberi berkat yang sama olehku. Namun cara kalian menghadapi dan memandangnya saja yang berbeda."

"Memandangnya apa? Jelas-jelas anda yang bersikap seperti itu padaku! Aku harus memandang apa lagi?!"

"Senjata sihir yang kuberikan padamu, adalah senjata yang diciptakan secara khusus oleh ibumu dan aku, Eilaria."

Seketika Eilaria terdiam mendengarnya.

"A-Apa?"

Dewa Agung, mengeluarkan sebuah batu jiwa yang berisikan pesan terakhir istrinya untuk kedua putrinya. Dewi Langit, ibu dari dua dewi bersaudara, memberikan pesan terakhirnya dengan cara menyimpan secercah jiwanya di dalam batu tersebut.

Mendengar pesan terakhir sang ibunda, Eilaria akhirnya menyadari kalau selama ini dia telah salah sangka. Dia juga akhirnya menyadari, mengapa cambuk miliknya sangat mudah beresonansi dengan kekuatan miliknya, ternyata cambuk itu memang diciptakan khusus untuknya.

When an Antagonist becomes HeroineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang