dua puluh dua

14.3K 4.1K 369
                                    

Di KBM App dan di Karyakarsa sudah sampai bab 56. Ga tau aplikasinya? Tinggal ke beranda penulis dan klik link ya.

***

Ketika 21

Tidak biasanya Magnolia masih berada di terminal ketika hari sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat. Meski masih banyak lalu lalang mobil dan orang-orang yang baru kembali dari kantor, dia seharusnya sudah berada di rumah. Akan tetapi, hari ini dia ingin berlama-lama di tempat ini sembari membiarkan angin malam menembus hingga ke sela-sela rambutnya. 

Hari ini malam Minggu. Terminal jauh lebih ramai daripada biasa. Banyak pasangan berjalan sambil menunggu kendaraan umum lewat mengajak mereka atau juga menunggu bus antar kota yang akan mengantar mereka ke luar Jakarta. Magnolia berkali-kali melirik sekelilingnya, menelan air ludah begitu bus dan mobil travel tujuan Bandung, Sukabumi, Tasik, lewat di hadapannya.

Sewaktu masih hidup, papa sering melakukan perjalanan dinas ke sekitar daerah Jawa Barat dan seperti yang diingatnya, keluarga nenek dari pihak papa juga tinggal di sana. Dia berharap mereka tahu sedikit cerita tentang papa yang tiba-tiba saja membawa sesosok bayi merah lalu mengaku kalau bayi itu adalah anaknya. 

Pikiran liarnya membujuk Magnolia untuk meloncat ke salah satunya. Dia telah mengantongi ATM dan uang cash yang selama ini disimpannya di dalam kamar. Dia juga punya foto papa yang tadi malam dia peluk dengan erat. Sejak tadi dia hanya duduk diam. Termos berwarna pink miliknya teronggok di atas keranjang sepeda yang terparkir di samping musala terminal. Tukang parkir yang biasa menjaga di sana sudah mengenalnya dengan baik dan dia yakin tidak bakal ada yang bakal mencuri termos yang selama beberapa tahun ini menemaninya mencari beberapa lembar rupiah setiap malam.

Sudah satu minggu sejak percakapannya dengan Dimas. Dia berusaha menjaga perasaan pemuda tersebut dengan tidak lagi banyak bicara. Kabar tentang Malik juga bukan lagi sekadar desas-desus. Anak perempuan yang digosipkan oleh tim voli adalah teman sekelas mereka, si cantik bernama Ghadiza, putri kepala bank cabang Kebayoran baru yang Magnolia akui punya otak dan wajah di atas Kezia yang sebelumnya sudah dia yakini sebagai gadis paling cantik di sekolah. 

Dia sudah pernah melihat mereka ngobrol dan jalan bareng dari kelas menuju perpustakaan. Malik bahkan tersenyum, senyum yang sama seperti yang ditampakkannya kepada Kezia, bahkan jauh lebih lebar dan semringah. Magnolia yang melihatnya merasa dadanya diiris dan diperciki air jeruk nipis. Tapi, dia memilih tersenyum. Tidak ada gunanya menjerit-jerit dan berteriak di depan pemuda tampan tersebut lalu mengaku kalau dia yang paling berhak. Seperti kata Dimas, dia tidak boleh mengemis dan terus diyakinkannya berkali-kali kalau semua ini hanya cinta monyet. Dia bakal segera melupakan Malik lalu berkumpul bersama keluarga ibunya.

Cinta bukan hasil mengemis. Dia sadar itu. Tapi selama ini dia telah melakukannya. Mengharap mama dan Kezia menyayangi seperti yang dia lakukan, atau berharap Malik menoleh kepadanya. Ternyata tidak bertimbal balik. Ternyata dia selama ini hanya mengemis cinta mereka semua.

Kasihan lo, Ya. 

Sebuah bus menyorotkan lampu depannya ke arah Magnolia dua kali sebagai kode bila gadis itu ingin ikut. Magnolia membaca tujuan yang tertulis di bagian depan mobil namun dia menggeleng. Dia tidak punya cukup bukti dan alamat tujuan. Memang dia telah sesumbar bicara pada Dimas, tapi pergi tanpa persiapan sama saja bunuh diri. Di kota yang asing nanti, dia belum tentu bisa bertahan hidup.

“Anak perawan bengong bae. Kopi mana kopi?” 

Karsono, kenek bus tujuan Brebes mendekat ke arah Magnolia yang duduk di sebuah palang besi. Dia kenal pria itu. Mereka sering bertemu dan Karsono adalah salah satu langganannya. 

“Abis, Mang.”

“Masak abis? Biasanya masih ada.” Karsono protes. Magnolia tidak pernah melewatkan pesanannya setiap malam.

(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan RumahmuWhere stories live. Discover now