Chapter 23 Masih Sayang

108 9 0
                                    

෴෴

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

෴෴


"Mau lagi?"

Naga mengangguk kecil. Runa pun meletakkan beberapa daging panggang ke piring Naga. Cowok itu langsung mengangkatnya dengan sumpit. Jari-jari tangannya memerah. Dia agak kesulitan untuk merapatkannya.

"Biar gue aja." Runa merebut sumpit. Dia mengangkat kemudian daging yang telah dicelupkan saus ke mulut Naga. Sementara itu, tangannya yang satu menjadi wadah untuk berjaga kalau-kalau ada makanan yang jatuh.

Naga mengunyah pelan. Rahangnya sakit, bibirnya pula pecah. Memang menyakitkan kalau bersentuhan dengan makanan.

"Argh."

Naga meringis. Dia membawa cepat tangannya memegangi bibir. Itu terciprat saus pedas dari daging.

"Gak usah pakai saus ya," bujuk Runa. "Pakai yang manis aja."

"Gue enggak suka yang manis-manis."

"Gue gak akan ngejek, sumpah."

Naga merebut sumpit. Dia mencelupkan lagi daging ke dalam saus pedas. Baru mendekati bibir, dia sudah meringis. Akan tetapi dia tidak berhenti.

Dasar bandel!

Runa menggeser gelas Naga. Dia membantu memudahkan cowok itu kalau kepedasan.

"Lagi."

Runa menaikkan daging ke pemanggang. Kali ini dia menambahkan sosis dan juga sate.

Sembari menunggu, Naga memperhatikan ekspresi Runa. Dia benar-benar serius. Sama sekali bukan sosok dulu yang ekspresif.

Tangan Naga menyapu rambut Runa. Tengkuknya yang putih terekspos. Itu membuat Naga menemukan lebam kebiruan. Seperti yang tadi dilihatnya, orang-orang itu menyerang badan belakang Runa. Tengkuk menjadi salah satunya.

"Kenapa?" tanya Runa tanpa menoleh.

"Gak ada."

Naga menarik kembali tangannya. Dia kemudian menopang dagu dengan tangan kanannya. Sesekali matanya melirik tengkuk Runa. Itu pasti sakit. Anehnya Runa tak mengurusnya sama sekali.

"Nih."

Runa meletakkan potongan daging ke piring Naga. Ia lalu menuangkan saus manis ke atasnya. Naga mendesis tak suka, tapi dia tidak menolak untuk memakan daging tersebut.

"Lo gak perlu berubah, Ga. Tanpa itu pun gue udah tahu, lo enggak akan pernah suka lagi sama gue." Runa tersenyum halus. "Atau, lo masih suka. Namun lo gak mau menerima perasaan itu lagi. Lo enggak salah, gue memang enggak pantas diterima."

Naga menatap lurus ke manik Runa. Di belakangnya dia menemukan kegelapan yang menyakitkan. Di depannya itulah tercipta kedinginan yang menyesakkan dada.

"Itu kan yang mau lo tunjukkan sama gue?"

Naga memalingkan wajah. Dia memakan lagi daging di piringnya tanpa suara.

NagaNa | REVISIWhere stories live. Discover now