17. bertamu sekejap

307 130 777
                                    


"Disini, aku masih setia menunggu hadirmu yang akan selalu menjadi mustahil bagiku."

***

Sunyi nya malam, kini terganti oleh kicauan burung yang merdu dan indah. Pagi ini, Caramel memasak untuk buah tangan berkunjung ke rumah Bu Narsih, aroma masakan itu menyeruak memenuhi ruangan dapur. Caramel sempat lupa bahwa ia punya kelapa parut yang belum digunakan dalam kulkas, jadi ia putuskan untuk memasak makanan tradisional seperti buntil daun singkong dan urab.

Buntil adalah makanan tradisional yang berasal dari Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, makanan ini berupa parutan daging kelapa yang dicampur dengan teri dan bumbu-bumbu, dibungkus daun pepaya, kemudian direbus dalam santan. Makanan ini biasa dijajakan di pasar maupun pedagang kaki lima sebagai lauk untuk nasi. Sedang kan urab ialah hidangan selada berupa sayuran yang dimasak yang dicampur kelapa parut yang dibumbui sebagai pemberi cita rasa.

Setelah selesai memasak, ia membagi dua untuknya dan untuk Bu Narsih. Saat asik menata, pintu diketuk dan bel berbunyi membuat mata Caramel langsung tertuju pada pintu. Ia menunda aktivitas nya dan segera berlari menuju pintu. Diraihnya kenop pintu dan dibuka. Caramel terkejut dan langsung hendak menutup pintu. Itu Varo dan Samudra dengan sekarung beras dan bahan masak lainnya.

"Morning."

"M-maap Kak, Caramel lagi masak. Nggak ada keperluan penting kan ya? Caramel tinggal dulu."

Baru saja Samudra menyapa, Caramel langsung ingin menutup pintunya lagi. Ia sungguh malu, takut sekaligus bingung kenapa 2 orang itu mampir ke rumahnya. Tangan Varo mencegah agar pintunya tak tertutup, Caramel yang melihat itu mau tak mau tidak jadi menutup pintu.

"Kita cuma mau nganterin ini. Tadi, Mama Alan baru pulang dari London dan punya rezeki lebih untuk berbagi pada orang yang membutuhkan," ucap Samudra.

"Ahh seperti itu Kak, makasi  sebelumnya tapi Caramel--"

"MELLLLL! AJAKIN TAMUNYA MASUK ATUH! TEU SOPAN!"
(Ga sopan)

Ucapan Caramel terpotong oleh teriakan Pak Iwan-tukang sayur keliling yang sering nongkrong di depan rumah Caramel karena disana, banyak ibu-ibu yang belanja padanya. Samudra dan Varo menoleh dan ikut tersenyum ketika Pa Iwan tersenyum.
Sedangkan Caramel hanya menggaruk pelipisnya yang tak gatal.

"PA IWAN!! KATA BU NARSIH KESANA! JANGAN NONGKRONG DI DEPAN RUMAH CARAMEL MULU!! DI RW SEBELAH BANYAK TUH YANG MAU SAYUR PA IWAN!" teriak Caramel membuat Samudra melotot kaget.

Varo yang mendengar teriakan Caramel juga spontan menutup telinganya dan tersenyum simpul. Nampak Pa Iwan hendak berteriak lagi namun Ibu-ibu penghuni sebelah menghampirinya, membeli sayur sekaligus menasehatinya agar tak setiap pagi teriak-teriak layaknya Tarzan.

Caramel tersenyum lebar dan mempersilahkan Samudra dan Varo untuk masuk kedalam rumahnya. Rumahnya memang terlihat kecil dan sederhana, namun barang-barang disana tertata rapih dan keadaan rumahnya pun bersih. Caramel melenggang ke dapur untuk memberikan segelas air untuk mereka.

"Kak, mau minum apa?" tanya Caramel pelan.

"Minum darah mu boleh nggak?" jawab Samudra.

"Stress," celetuk Varo.

Caramel menggelengkan kepalanya dan menepuk jidatnya, ia pun memutuskan untuk menyeduh teh dan membuka setoples soft cookies yang masih ada di lemari makanan.

"Kak Sam, kemarin Caramel buat soft cookies. Cobain enak nggak?"

Samudra dengan girang menerima toples yang diberikan Caramel sedangkan Varo terdiam mengamati Caramel yang melenggang pergi ke dapur lagi tanpa berbicara padanya.
Varo menghela nafasnya, mungkin Caramel masih mengira bahwa dia sama seperti Abim dan anak Aquila yang lain.

CARAMEL  (Terbit)Where stories live. Discover now