[55] Pengorbanan

En başından başla
                                    

"Kenapa tenggorokan anda seperti tercekat saat menyebut nama Nona Zila, Tuan?"

Hendri terhenyak mendengar perkataan Lita. Wanita itu tersenyum sinis. "Lagi di fase menyesal?"

Kepala Hendri tertunduk membuat Lita tertawa hambar.

"Anda tidak tahu apa-apa tentang perkembangan Nona Zila di panti asuhan ini, Tuan," ucap Lita pelan, ia menggigit pipi bagian dalamnya. "Saya, saksi nyata atas penderitaan yang Nona Zila alami semenjak dari istana neraka itu sampai panti asuhan ini."

"Saya menyesal, Lita. S-saya sudah salah arah selama ini. Saya bukanlah Ayah yang baik untuk anak-anakku," lirihnya pilu, tetapi tidak membuat Lita melunak.

Wanita itu berdecak pelan. "Apakah omongan Anda ini dapat dipercaya?"

Tidak ada sahutan.

Lita melirik buku diary pink yang sangat ia kenali. Matanya melotot, ia merebut dengan kasar buku diary itu. "T-tuan, ini...? Anda menemukannya?!"

Hendri mengangguk seraya tersenyum kecil. Tak tahan, air matanya meluruh begitu saja. Pria itu menatap Lita. "Saya tahu itu tulisan kamu, Lita. Karena Zila belum bisa menulis dan membaca saat itu, tetapi... Bagaimana bisa kau yang menuliskannya?"

"Anda bodoh. Tentu saja Nona Zila yang menceritakannya kepada saya dan meminta tolong saya untuk menuliskan keluh kesahnya di buku diary itu." Lita berdesis. "Saat itu, anda benar-benar melukai hati salah satu putri anda, Tuan. Bahkan, saya saja yang hanya Asisten Rumah Tangga nya ikut teriris mendengar tangisannya setiap malam di balkon gudang."

"Di gudang?" Hendri menatap heran.

"Iya." Lita mengangguk. "Karena Nona Zila tidak mau mengganggu Nona Zifa di kamar mereka. Nona Zila..., gadis kecil itu selalu berjuang untuk mendapatkan hati Papinya kembali. Tapi sayang seribu sayang, hati Papi nya sudah dikutuk menjadi batu oleh Tuhan."

"Saat ulang tahun si kembar Zila dan Zifa, anda memberikan dress serta peralatan tulis yang beragam macam
aesthetic kepada Non Zifa. Sementara Non Zila, bahkan kau sama sekali tidak membelikannya hadiah, Tuan. Hanya Nyonya Sonia yang memberikannya, itu pun buku diary yang sedang aku pegang sekarang."

Tatapan Hendri langsung tertuju kepada buku diary yang ada di paha Lita. Air matanya kembali menetes. Hendri mengakui saat ulang tahun si kembar yang ke 6 tahun, dirinya hanya membelikan hadiah untuk Zifa. Dan ia tidak mengizinkan Sonia membelikan apapun untuk Zila. Saat itu, hati Hendri benar-benar tertutup kabut hitam. Padahal, kala itu Ravin belum meninggal. Tetapi mengingat Liora, Ibu Hendri yang meminum racun karena Zila membuatnya berada di puncak amarah.

"Kau pasti akan lebih marah dan membenci saya, setelah saya memberi tahu keadaan Zila sekarang," ucap Hendri pelan seraya menengadah ke atas.

Lita melotot. Ia mengguncangkan kedua pundak Hendri. "A-apa yang terjadi pada Non Zila? K-kau tidak berusaha melukainya kan?"

"Bahkan dengan tangan saya sendiri, saya telah menembak putri saya, Lita. T-tolong... Tolong jangan benci saya," isak Hendri seraya menutup wajahnya yang merah karena menangis.

Jantung Lita mencelos. Ia berdiri dan menatap Hendri kosong. Dengan wajah yang memerah karena amarah, Lita meraih kedua tangan Hendri yant menutupi wajah pria itu dan menampar Hendri sebanyak 3 kali.

"Bajingan! Brengsek! Ayah macam apa kau, Hendri?!" Lita benar-benar marah. Walaupun Zila bukan anak kandung nya, tetapi tetap saja. Bahkan Zila lebih dekat dengan Lita dari pada kedua orang tuanya yang sibuk pilih kasih. Kecuali Sonia, wanita itu membagi rata kasih sayangnya.

Hendri menceritakan semua kronologinya kepada Lita. Wanita itu menangis dalam diam, mengepalkan tangan seraya menatap Hendri penuh kebencian.

"Minta maaf," titah Lita dingin.

LAZIFA [ Completed ✅ ]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin