Chapter 16 | Tembok Ancaman

76 6 0
                                    

෴෴

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

෴෴

"Na, awas!"

Seruan keras datang dari Silas yang berada di depan kafetaria. Runa yang berjalan padanya itu pun menoleh ke samping. Sebuah bola melesak ke arahnya. Hampir menghantam wajah, tapi sebuah tangan kekar mendorongnya jauh.

"Naga?" Runa memundurkan diri. Agak terkejut dengan kemunculan Naga yang amat tiba-tiba.

Silas segera berlari menghampiri. Dia kemudian bertanya cemas. "Lo gak apa-apa, Na?"

"Eum." Runa mengangguk. Dia lalu kembali menatap pada Naga. "Makasih, Ga."

Naga tidak membalas. Dia beranjak dari sana tanpa merubah ekspresi marahnya. Runa jadi bertanya-tanya akan penyebab cowok itu demikian. Mungkinkah masalah baru lagi?

"Na." Silas menegur. Runa terlampau fokus pada sosok Naga. Padahal sosok tersebut telah hilang di balik gedung IPA.

Runa berjalan masuk ke dalam kafetaria. Sorot para perempuan langsung jatuh padanya.

"Baru putus dengan Naga loh." Celetuk salah seorang di dekatnya. Suara itu pula sengaja dibesarkan agar dia tersindir. Akan tetapi Runa tidak terpengaruh. Dia mengambil makanannya dari stand dan pergi duduk di kursi yang tersisa.

"Betis lo masih sakit?"

"Enggak."

Runa telah memasang wajah terburuk dan Silas tidak memperhatikannya. Ia berjongkok, lalu memeriksa betis Runa.

"Gue denger lo pindahan dari Australia." Runa langsung makan tanpa mengindahkan perlakuan Silas.

"Iya."

"Dari dulu di sana atau cuma waktu SMA aja?"

"Dari kelas empat. Sebelumnya gue di Indonesia."

"Di sini? Dengan Hideo?"

Silas menggeleng. "Beda kota. Jujur, gue baru melihat Hideo sekarang."

"Saudara jauh?" terka Runa.

"Bukan begitu. Orangtua gue tipe yang gila kerja. Jarang banget ada namanya pertemuan keluarga."

Silas menepuk lututnya yang berdebu. "Nanti kayaknya betis lo harus dicek ke dokter. Biru-biru gitu. Pasti sakit."

Runa malah bertanya. "Enak ya SMA di sana?"

"Gue gak tahu kalau menurut lo ini definisi enak atau tidak, tapi di sana kebebasan cukup besar. Sekolah enggak suka ikut campur."

"Contohnya?"

"Sex bebas, itu enggak dipermasalahkan. Beberapa guru malah memberikan saran untuk pengaman alih-alih melarang."

Runa mengangkat sendoknya. "Yang lain?"

Silas memutar pikirkan untuk jawaban. Runa pula memanfaatkannya untuk memasukkan lagi makanan ke dalam mulut.

"Mungkin semacam organisasi atau geng-geng begitu. Operasinya di sekolah gak dilarang sama sekali. Bahkan sekalipun itu menimbulkan bentrokan. Sekolah kayak bodo amat, Na."

NagaNa | REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang