Chapter 3 | Munafik

122 16 0
                                    

"Gue mau mie kuah," ujar Naga sebelum meninggalkan pintu.

Runa hendak bertanya. Naga sebelum ini menyukai makanan kering alih-alih berkuah. Itu termasuk mie.

"Lo kira gue orang yang sama seperti dulu? Jangan ngelawak, deh." Naga setengah tertawa mengatakannya.

Runa tidak mau mendebat. Dia menuju pantry dan mengerjakannya dengan cepat.

Naga pula bergabung ke sofa. Dia memprovokasi Inggi dengan mencium pipinya. Runa menjadi penonton pertama, tapi dia seolah tidak melihatnya.

"Naga, Ihhh."

Inggi merengut. Bertingkah sok merajuk kendati pipinya merona merah.

"Belum mau pulang?"

"Lo ngusir?"

"Udah malam."

Naga menggeser lengannya. Dia meminjamkan arloji yang ada agar Inggi melihat pukul berapa sekarang.

"Sebentar lagi."

Inggi menyandarkan kepala ke bahu Naga. Jempol kirinya menarik layar. Alhasil Naga ikut menumpang lihat apa yang tampil. Itu adalah beranda instagram.

"Cantik enggak sih kalau gue pakai ini?"

Inggi menghentikan postingan seorang perempuan. Dia menunjuk pakaian yang dikenakan olehnya.

"Cantik."

"Serius?" Inggi memiringkan wajah. Kulit mereka beradu kala Naga mengangguk.

"Lo cantik. Pakai apa aja pasti cantik."

"Bisa aja, deh, pacar gue." Inggi mencubit pipi Naga. Pemiliknya tersenyum kecil.

"Beli aja. Gue yang bayar."

Inggi melonjak senang. Dia sampai memeluk erat lengan Naga dan mengguncangnya hebat. Interaksi manis itu bukan sekali atau dua kali, tapi berkali-kali.

Runa mengeratkan pegangan pada nampan. Dia tidak bisa sakit hati. Naga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan dari perempuan lain.

"Na, mau mie juga." Kepala Hideo muncul dari belakang sofa.

Runa lebih dulu meletakkan mangkuk mie milik Naga ke meja. Selanjutnya segelas air dingin dan juga kerupuk.

"Kuah atau goreng?" tanya Runa begitu kembali berdiri.

"Kuah, bumbunya pakai cinta dan kasih sayang. Yang banyak biar gue kenyang, oke."

"Najis," desis Dendi.

"Jangan berharap, Deo," sambut Anas. "Ingat, lo jelek dan gak punya akhlak. Tidak mungkin anak gue mau sama lo."

"Aduh, capek banget sama manusia-manusia sirik." Deo beringsut kembali ke tempatnya. Runa berbalik untuk memasak lagi.

Lima belas menit sesudahnya, Runa menuju belakang sofa dengan sebuah nampan perak.

"Mau taruh di mana?"

"Duduk dulu."

Hideo menggeser tubuh. Runa mendudukkan diri, lalu menggeser nampan.

"Lo makan aja," kata Deo.

"Kok, jadi gue?"

"Hidung lo merah. Kayaknya kedinginan. Tuh makan yang hangat-hangat, tapi gue gak keberatan juga kalau lo maunya dipeluk, sih."

"Gue juga kedinginan nih, Deo." Dendi memeluk tubuhnya. "Kayaknya butuh pelukan."

"Lah, gue. Lo kan punya Bagas."

NagaNa | REVISIWhere stories live. Discover now