Ditatap tajam seperti itu, lantas membuat Dean tersenyum. "Iya, deh, enggak lagi."
Sesaat, keduanya terdiam sembari menikmati embusan angin dingin yang menerpa wajah. Wendi bahkan refleks memejam, mencoba untuk mengendalikan rasa gugup yang berlebihan. Sementara itu, Dean hanya diam. Memperhatikan beberapa panitia yang sibuk bolak-balik.
"Dean."
Mendengar itu, Dean menoleh. "Hm?"
"Semangat untuk hari ini."
Pemuda itu tersenyum. Lantas mendekat untuk mengusap-usap kepala Wendi. "Iya, kamu juga, ya."
🎶🎶🎶
Setelah acara pembukaan selesai, susunan acara inti pun dimulai. Semuanya terasa membosankan, Dean bahkan ingat jika Zain dan Ken terus-menerus mengeluh saat mendengar wejangan dari kepala sekolah. Setelah mendengar beberapa sambutan yang tidak terlalu penting, acara hiburan pun dimulai.
Semuanya tampak menikmati pertunjukan yang ditampilkan. Mulai dari penampilan pantomim dari klub kesenian, beberapa jenis tarian dari modern sampai tradisional dance oleh klub tari, serta penampilan-penampilan kecil dari beberapa klub lainnya. Setelah beberapa acara hiburan dari setiap klub ditampilkan, kolaborasi antara klub musik dan drama pun terakhir disajikan---sebagai puncak dari acara keseluruhan acara tahunan sekolah.
Sejauh ini, drama yang ditampilkan bisa dikatakan berjalan lancar. Dari bawah panggung, Dean bisa melihat Wendi yang berakting dengan sangat sempurna. Gadis itu bahkan sama sekali tidak kesulitan dengan perubahan ekspresi yang dilakukan berkali-kali. Sebaliknya, gadis itu malah tampak menikmati perannya. Seolah-olah memang dia sedang menjadi dirinya sendiri, bukan orang lain.
Sungguh, Wendi benar-benar sangat hebat.
"Tunggu dulu. Kenapa rasanya ada yang aneh, ya?"
Dean menoleh ke kanan, memperhatikan Yemima yang terus-menerus bergumam sambil menonton adegan di atas panggung itu. "Ada yang salah?"
"Adegan itu," ucap Yemima sambil memperhatikan Wendi yang tampaknya sedang bertengkar dengan salah satu lawan mainnya. "Seingatku, Wendi tidak bilang ada adegan seperti---"
Yemima membulatkan mata saat tiba-tiba Wendi terjatuh dengan posisi berlutut. Gadis itu menunduk, terus mengucek matanya berkali-kali---tampak seperti sedang menangis. Saat Wendi menengadahkan kepala, semua orang di lapangan itu terkejut saat melihat kedua matanya yang berbeda warna.
"Apa-apaan itu?" murka Yemima. "Aku harus segera menghentikan---"
"Jangan mengacaukan drama."
Saat Dean menahan tangan gadis itu, ekspresinya benar-benar terlihat dingin. Seperti bukan Yemima yang selalu tersenyum saat bersama Wendi . "Kamu enggak lihat Wendi?"
"Aku lihat semuanya, tapi kamu tetap enggak boleh mengacaukan drama ini," ucap Dean tegas sambil kembali melihat keadaan panggung. "Kamu sendiri juga bisa lihat, Wendi lagi berusaha untuk meneruskan drama. Kamu yakin mau menghancurkan usahanya?"
Yemima terdiam, dalam hati dia membenarkan ucapan Dean. Dengan kasar, dia menarik tangannya dari Dean. "S-sekarang, gimana?"
Melihat kekhawatiran yang begitu kentara dari Yemima, Dean bisa merasakan perasaan gadis itu yang sebenarnya. Namun, dia tetap akan melarangnya untuk mengacau. Sementara itu, semua orang kini menatap Wendi dengan tatapan yang beragam. Gadis itu sendiri tampak biasa saja, terkesan tidak peduli dan kembali melanjutkan drama---seolah kejadian beberapa menit yang lalu tidak pernah terjadi---sedangkan sang lawan main masih tampak terkejut atas perbuatannya.
YOU ARE READING
The Singularity [END]
Teen Fiction[TEENFICTION] Genre: Romantis °°°°° Sebagai satu-satunya kolaborasi di acara tahunan sekolah, Dean dan Wendi harus bekerja sama untuk bisa menampilkan pertunjukan drama dan musik yang spektakuler. Walau terdengar mustahil, keduanya tetap berusaha u...
••• D-Day •••
Start from the beginning
![The Singularity [END]](https://img.wattpad.com/cover/302632310-64-k574372.jpg)