Dari lantai dua, Dean terus-menerus memperhatikan lautan manusia yang ke sana kemari di lapangan. Agaknya semua orang itu tampak antusias untuk menyambut acara tahunan sekolah kali ini. Lebih tepatnya, acara kolaborasi antara klub musik dengan klub drama.
Yah, atau begitulah yang terlintas di pikiran Dean.
"Lo? Dean?"
Dean refleks berbalik saat mendengar suara dari belakang. Senyumnya mengembang begitu melihat gadis yang mendekat. "Kenapa masih ada di sini? Enggak masuk ruang rias? Teman-temanmu udah di sana semua, deh."
"Nanti aja," katanya sambil menyandarkan tubuh di pagar pembatas. "Aku cuma harus ganti pakaian, 'kan? Itu perkara mudah, kok. Santai aja."
Wendi mengangguk-anggukan, mengiyakan ucapan Dean. Lantas, gadis itu ikut berdiri di pagar pembatas---menatap lapangan sekolah yang dihias dengan sedemikian rupa. "Tiba-tiba, aku merasa gugup karena sebentar lagi, acaranya akan dimulai."
"Aku juga, kok." Dean menelengkan kepalanya, bertepatan dengan Wendi yang menoleh. "Apalagi ini pertama kalinya Starlight menjadi pusat perhatian. Bukannya aku meremehkan Starlight, hanya saja, aku takut penampilan kami malah membuat semuanya berantakan."
Mendengar itu, Wendi tersenyum. Menampilkan kedua lekukan di sudut bibirnya. "Kamu enggak perlu sekhawatir itu. Starlight, kan, sering tampil di hadapan banyak orang, ya. Seharusnya, udah terbiasa, dong."
Dean menoleh, menatap Wendi dengan tatapan heran. "Kok, kamu tahu?"
"Ya, jelas tahu, dong. Aku sama Yemima, kan, sesekali melihat penampilan kalian di taman."
"A-ah, yang benar?" Dean benar-benar tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. "Kok, aku enggak pernah tahu?"
"Yah, waktu itu, kan, kita belum kenal," kata Wendi sambil tersenyum. "Jadi, walau kita sering berpapasan, kamu pasti enggak bakal menyadari, sih."
"Benar juga, ya." Dean kembali menoleh, kini memperhatikan Wendi yang terlihat sudah siap untuk tampil. "Ngomong-ngomong, hari ini kamu cantik banget."
"Eh?" Wendi membulatkan matanya, menatap Dean yang tersenyum padanya. "M-masa, sih?"
"Seriusan." Dean lagi-lagi memperhatikan Wendi dengan intens, yang semakin membuat kedua pipi si gadis memerah. "Kenapa, ya, semua warna di dunia ini kayaknya cocok banget sama kamu?"
"E-eh? Semua warna?"
Dean mengangguk. "Apa karena kamunya dari awal emang udah cantik?"
"J-jangan ... jangan diteruskan, Dean." Wendi memalingkan wajah. "A-aku malu."
Dean tertawa. Entah kenapa melihat wajah memerah Wendi bisa membuatnya tertawa lepas. Tidak ingin membuat gadis cantik di hadapannya lari, Dean kini kembali melihat lapangan sekolah mereka yang disulap menjadi panggung.
"Dua puluh menit lagi acara bakal dimulai, kamu enggak balik ke ruang rias?"
Mendengar itu, Wendi menggeleng pelan. "Enggak, aku di sini aja."
"Pasti, karena mau menemaniku, ya?"
Wendi mengerucutkan bibirnya, menatap lawan bicara dengan kesal. "Dean, jangan lagi."
YOU ARE READING
The Singularity [END]
Teen Fiction[TEENFICTION] Genre: Romantis °°°°° Sebagai satu-satunya kolaborasi di acara tahunan sekolah, Dean dan Wendi harus bekerja sama untuk bisa menampilkan pertunjukan drama dan musik yang spektakuler. Walau terdengar mustahil, keduanya tetap berusaha u...
![The Singularity [END]](https://img.wattpad.com/cover/302632310-64-k574372.jpg)