37. Biang Gosip

7.8K 2.1K 181
                                    

Salah satu kenangan paling jelas terpatri di memori Candy, juga merupakan salah satu yang paling memalukan di sepanjang hidupnya (selain tidak sengaja pipis di celana saat pramuka waktu kelas 6 SD atau ketika ia menangis karena tembus haid waktu SMP) terjadi ketika dia berada di semester satu, tepatnya, lima bulan yang lalu.

Itu adalah ketika keempat sahabatnya, yang waktu itu merupakan dua sahabat sejak SMP dan dua teman sekelas baru yang dengan mudah menjadi akrab, menemukan fakta tentang Aksal.

Waktu itu Candy yang dalam fase memendam berusaha menyembunyikan semuanya rapat-rapat. Dan dia sempat percaya diri dia berhasil. Dia pikir, tidak ada yang menyadari ketika dia dengan sengaja menjadi lebih sering pergi ke perpustakaan, karena kadang Aksal ada di sana. Dia juga jadi sering pergi ke toilet lantai dua alih-alih memilih toilet di ujung koridor kelasnya karena ya, karena selama beberapa detik, dia bisa melewati kelas Aksal dan jika beruntung, ia bisa melihatnya, meski hanya sekelebat saat lewat.

Namun kemudian dia sadar. Teman-temannya lebih peka dari yang ia kira. Kejadiannya berlangsung di kantin. Candy, seperti biasa, mencuri tatap pada Aksal yang duduk di ujung lain kantin bersama teman-temannya. Tapi ya, tentu saja, Candy hanya dapat menatap Aksal.

"Guru Matematika kelas dua katanya serem banget, guys! Kalau nggak bisa jawab soal disuruh berdiri depan kelas!" Selin tengah dengan berapi-api membahas topik carut marut mereka hari ini. Candy tidak mengerti entah bagaimana, topik tupperware Bunda secepat kilat berubah menjadi topik guru matematika.

Candy hanya setengah mendengarkan. Setengah yang lain untuk menyendokkan kuah bakso ke mulut dan sebagian besarnya demi berkonsetrasi menikmati pemandangan indah berwujud Aksal. Aksal, cowok yang ditaksirkan sejak satu bulan yang lalu. Cowok yang menolongnya di waktu-waktu masa orientasi. Cowok dengan wangi yang terpatri di ingatan.

"Iya, anjir! Gue denger juga gitu. Gimana dong? Apa kita nggak usah naik kelas aja?" Poppy menyahut dan Alexa segera menoyornya.

"Nggak usah bahlul ente! Kalau mau nggak naik kelas, nggak usah ngajak-ngajak!"

Sementara Poppy memijit kepalanya yang ditoyor terlalu keras, dan Candy tersenyum rileks menikmati kebersamaan mereka, juga Kak Aksal yang bisa ia tatap lewat ujung mata, tiba-tiba saja Deera melempar granat.

"Omong-omong, Dy. Lo naksir Kak Aksal?"

Candy tahu Deera itu orang yang ceplas-ceplos, tidak tahu basa-basi. Tapi haruskah dia selangsung itu tanpa melihat situasi? Setidaknya membiarkan Candy mengunyah baksonya hingga tuntas dulu. Sehingga, dia tidak perlu tersedak seperti sekarang.

Candy mengambil gelas es teh dan menyeruputnya, masih menyeruputnya bahkan ketika sedakannya telah reda dan dia sudah kehilangan alasan untuk minum. Ia hanya ... ingin menyembunyikan wajah, yang tiba-tiba memanas.

"Hah? Serius? Lo naksir Kak Aksal?" Poppy menyambar. Sama sekali terkejut dengan pernyataan itu, tidak seperti yang lain yang memasang wajah... lebih tenang. Seolah mereka tahu.

"Sshh nggak sekalian lo umumin pake toa musala aja, Pop?!" Alexa menyikut.

Sementara Selin, memajukan badan melewati meja dan menatap Candy dalam-dalam, membuat Candy tergagap.

"Kalian... hmm... dapet ide dari mana begitu? Aneh-aneh aja!" Yang diikuti oleh tawa paling canggung yang pernah telinga Candy dengar.

Lalu, bukti-bukti itu terpampang di depannya dengan begitu terperinci. Membuat Candy merasa seperti seorang terdakwa, duduk di kursi pesakitan.

"Lo tulis nama dia di buku Bahasa Inggris."

"Curhat tentang dia di buku latihan Matematika."

"Gambar mukanya di belakang catatan Sejarah, tapi nggak mirip."

Cinderella Effect [Completed]Where stories live. Discover now