Bab 10. Saat Dia Pergi

67.6K 6.3K 403
                                    

Selamat membaca..

(nb : jangan lupa vote dan komentar di setiap paragraf biar semangat updatenya wkw)

plz u baca sambil dengerin lagu Another Day by Dream Theater

______________________________

Bab 10. Saat Dia Pergi

Kayaknya nggak ada cara berdamai dengan luka selain terbiasa merasakannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kayaknya nggak ada cara berdamai dengan luka selain terbiasa merasakannya.

***

Nirbita pikir, melupakan Raiden adalah suatu hal yang mudah mengingat ia sudah terbiasa melewati hari-hari tanpa lelaki itu —terhitung dari ketika Raiden berubah kemudian beranjak menjauhinya— namun yang terjadi justru sebaliknya.

Saat lelaki itu pergi, dunianya perlahan redup. Satu-persatu warna yang Raiden bawa mulai kabur hingga tersisa hitam dan putih.

Setiap malam, Nirbita habiskan dengan membaca ulang pesan-pesan dari Raiden, membuka setiap surat yang pernah lelaki itu berikan, lalu tenggelam dalam kenangan ketika mereka masih bersama.

Belum genap seminggu, Nirbita sudah rindu.

Beberapa kali ia menyakiti diri agar nadinya terhenti meskipun pada akhirnya bermuara pada rasa sakit yang menghantam dada, mengembalikannya pada kenyataan pahit ; bahwa pada akhirnya, semua orang yang disayanginya pergi meninggalkan.

Dimulai dari nenek, mama dan papa, lalu sekarang Raiden.

Nirbita menatap wajah berantakannya di pantulan cermin. Entah kenapa, setiap banyak pikiran, usai menangis, dan melakukan hal-hal nekad —seperti cutting atau memukuli diri sendiri— gadis itu lebih suka duduk di depan meja rias. Tempat biasa nenek menyisir rambutnya sambil bercerita banyak hal.

Lalu, ia akan memejamkan mata. Membayangkan nenek berada di dekatnya sembari membisikkan kalimat-kalimat menenangkan. Aroma woody akan menguar bersamaan dengan lagu-lagu Dream Theater yang berputar acak. Nirbita hafal bagaimana waktu bekerja hingga nenek selesai mengikat rambut lalu mengajaknya tidur siang ditemani dongeng Oki dan Nirmala atau Bona dan Rong-Rong. 

Mengingat itu, Nirbita tersenyum kecil. Kalau saja Tuhan memberinya kesempatan bertemu nenek sekali lagi, ia ingin memeluknya dan bercerita banyak hal termasuk semua yang dipendamnya selama ini, agar jerat itu hilang.

Setelah itu nenek boleh pergi.

Atau... kalau Tuhan mengizinkan, ia juga ingin pergi. Sebab, tidak ada yang tersisa untuk menahannya lebih lama di sini.

Dengan tangan yang penuh goresan luka, gadis itu meraih gunting. Belum kering dan hilang perihnya, ia membuat luka baru lagi.

Srek

Satu Kotak Senja untuk NirbitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang