Suara yang memanggil

Start from the beginning
                                    

"Suara apa yang kamu dengar itu?"

Ajeng terdiam sebentar sebelum akhirnya menjawab Hazel, mencoba tidak merinding karena mengingatnya lagi.

"Suara orang meminta tolong."
__________________________________

23.00

Hari ini.

Malam itu, karena penasaran dengan bagaimana suara yang didengar oleh Ajeng, Hazel mencoba untuk terbangun pada jam 11 malam. Pada waktu dimana Ajeng biasanya pindah ke kasurnya yang ada di bawah.

Ajeng yang seperti biasa turun dan ingin tidur di kasur Hazel, terkejut. Kenapa gadis ini sudah terbangun lagi? Biasanya dia harus membangunkannya dulu agar bisa mendapat izin untuk tidur di kasurnya.

"Hazel?" Tanya gadis itu.

Hazel menatap gadis itu, pandangannya seperti bertanya-tanya kepada Ajeng.

"Kenapa kamu bisa mendengarnya?"

Ajeng terdiam sementara mengerutkan keningnya, bingung sebelum akhirnya menyadari dan mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Hazel.

Tidak tidur, Ajeng malah menemani gadis itu duduk di atas kasur Hazel. Tersenyum, gadis tersebut mulai menjawab pertanyaan temannya itu.

"Semua yang datang ke padepokan ini pasti memiliki kelebihan bukan?"

Hazel mengangguk, mulai mendengarkan gadis itu.

"Begitupun denganku," ucap gadis itu menunjuk dirinya sendiri tersenyum kemudian menoleh ke arah teman-temannya yang tertidur sambil melanjutkan cerita.

"Seperti yang kamu tau, pada malam perekrutan itu, aku memasukkan diriku sendiri ke dalam rekomendasi pondok asuh, Dewandaru sebagai potensi yang memang aku yakini lebih dominan di dalam diriku ini."

Hazel terdiam, tetap menoleh gadis itu, mencoba fokus dengan cerita Ajeng.

"Namun, nenekku pernah berkata, bahwa satu atau dua dari sepuluh orang yang ada di dunia ini jika memiliki potensi dominan, akan ada satu potensi lagi yang dibawa olehnya namun, tidak terlalu mencolok."

Hazel mengangguk.

"Satu potensi inilah yang pada beberapa malam ini, membangunkan tidurku karena keaktifannya."

"Apa satu potensimu itu?" Tanya Hazel.

Ajeng menunjuk bagian telinganya,
"Pendengaran."

"Pendengaran?" Hazel tertarik.

Ajeng mengangguk,
"Sejak kecil, selain memiliki keahlian dalam membuat obat-obatan, pendengaran ku yang tajam ini bisa mendengarkan beberapa hal yang seharusnya tidak bisa didengar oleh orang biasa."

"Apa maksudnya itu?"

"Aku bisa mendengarkan beberapa suara tertentu yang ditimbulkan oleh makhluk-makhluk tak kasat mata, begitu tajam sampai suara itu jauh sekali dari hadapan kita saat ini."

"Pendengaran terhadap makhluk gaib yang bahkan jauh dari pandangan kita, begitu?" Tanya Hazel, memastikan.

Ajeng mengangguk, tersenyum,
"Kamu benar-benar paham."

Kemudian keduanya terdiam. Hazel juga baru tau, jika seseorang bisa memiliki potensi kedua yang resesif itu. Kira-kira dia punya tidak ya?

Ah lupakan, saatnya bertanya hal ini kepada Ajeng.

"Ajeng."

Ajeng menoleh ke arah Hazel, memperhatikan.

"Suara yang kamu dengar malam itu, apakah itu dari manusia seperti kita atau..."

Ajeng menggelengkan kepalanya,
"Suara itu dari makhluk gaib."

"Berapa banyak?"

"Banyak suara,"

Ajeng belum melanjutkan, tiba-tiba dadanya seperti sakit, dia merasa sedih.

"Aura yang ada pada suara mereka...."

Hazel bingung, dia menoleh ke arah Ajeng, berusaha menatap gadis itu dengan perhatian karena khawatir.

"Kamu tidak perlu melanjutkan jika tidak kuat menceritakannya," lirih Hazel lembut.

Ajeng menggeleng, mengusap matanya yang berkaca-kaca.

"Tidak apa-apa, toh kamu akan segera mengetahuinya, Teman-teman yang lain juga."

Hazel mengusap punggung Ajeng, menenangkan gadis itu.

"Hazel...suara makhluk-makhluk terdengar begitu memilukan, aura mereka tidak jahat, justru mereka terasa lemah, teriakan itu, bagaimana bisa? apalagi dengan jumlah sebanyak itu."

Hazel memperhatikan gadis itu.

"Setiap malam, ketika aku mendengarnya rasanya aku juga ikut terbawa kesedihan suara-suara itu, aku bahkan menahan agar tidak menangis dihadapanmu ketika hari pertama aku meminta untuk tidur bersamamu," jelas Ajeng, matanya sedikit merah karena sering diusap agar air matanya tidak jatuh begitu saja.

"Apakah terjadi sesuatu yang menyebabkan semua makhluk itu meminta pertolongan kepada kita murid-murid biasa ini?" Tanya Hazel, berusaha berfikir.

Ajeng mengedikkan bahu,
"Aku tidak tau jika kamu bertanya tentang itu. Aku hanya bisa mendengar, namun tidak bisa berkomunikasi dengan mereka."

Malam itu, Hazel tau beberapa hal penting. Dia juga berfikir, setidaknya dia harus tau, siapa makhluk-makhluk itu. Kenapa mereka meminta pertolongan? Apa telah terjadi sesuatu di masa lalu yang membuat mereka menjadi arwah gentayangan yang meminta bantuan kepada seluruh murid-murid yang ada di padepokan ini?

Lalu...apa hubungan Hazel dan teman-temannya dengan arwah itu semua?

Hazel terdiam sementara, masih berfikir.

Sementara itu, Ajeng yang ada disampingnya menoleh ke arah Hazel dan tertegun melihat temannya yang kini berperang dengan pikirannya sendiri.

"Baiklah, kalau begitu, bagaimana jika kita tidur dahulu. Besok masih ada pelatihan, Hazel," ucap Ajeng kemudian menepuk pundak Hazel pelan.

Kini tepukan itu tidak membuat gadis itu terkejut, Hazel kini mengangguk lalu bersiap untuk tidur kembali bersama Ajeng.

Kemudian setelah malam itu berakhir, fajar kembali menyingsing. Burung-burung yang bertengger di sela-sela pohon-pohon yang tumbuh di sekitar pondok itu berkicau merdu. Membawa suasana pagi yang baik dan membuat mereka yang kini akan berlatih kembali di satu bulan pencocokan itu semangat mengawali hari.

Hari kedua pelatihan itu dimulai.

Ketika berjalan menuju pondok dekat danau itu, Hazel berjalan cepat menuju Ajeng yang tadi mendahuluinya. Gadis itu masih khawatir cerita yang dia katakan padanya tadi malam, masih membawa perasaan sedih yang akan membuatnya tidak bersemangat hari ini.

Hazel menepuk pundak Ajeng.

"Kamu baik-baik saja?"

Ajeng mengangguk, senyumnya sumringah, dia memberikan dua jempol kepada Hazel.
"Super baik! Pagi ini membantuku!"

"Baiklah, sepertinya mood-mu sudah kembali," ucap Hazel tersenyum ke arah gadis itu.

Ajeng kemudian mendekatkan dirinya dan membisikkan sesuatu ke telinga Hazel.

"Jika kamu sepenasaran itu, bagaimana jika kita mengecek dari mana suara itu berasal?"

Hazel terkejut, ide Ajeng bagus juga. Gadis itu mencoba menoleh ke kanan dan ke kiri, berusaha melihat apa ada yang melihat mereka.

Merasa aman, gadis itu mengangguk berbisik,
"Ide yang bagus, Ajeng."

Keduanya kini menjalani pelatihan itu yang masih sama untuk Minggu ini adalah dari materi yang dibawa padepokan Bahuwirya.

Mereka fokus menjalani pelatihan hari itu, namun juga mereka tidak sabar untuk nanti malam. Apakah akan ada sesuatu yang mereka temukan nanti?

Tinggal menunggu waktu hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam lagi.

Karena suara itu bukanlah pertanda yang bisa diremehkan begitu saja bukan?
__________________________________

When You Lost ItWhere stories live. Discover now