Chapter 6 | Tidak Boleh Bahagia

99 9 0
                                    

"Alamat lo di mana?"


Runa menaikkan tas ke punggungnya. "Perumahan Elangka, blok F, nomor 7."

"Gue datang jam tujuh, boleh?"

"Oke."

Runa berjalan meninggalkan Silas. Pria itu secara cepat menyamakan langkah.

"Lo temenan sama sepupu gue?"

"Bukan temen dalam artian akrab, tapi ya gitu deh."

Runa pun tak paham hubungannya dengan Hideo, Dendi ataupun Arka. Pokoknya mereka hanya dekat, karena dia pernah menjadi pacar Naga. Itu saja.

Di parkiran, Naga bersandar pada kap mobil. Matanya terfokus ke sisi barat sebagai tempat keluarnya anak sebelas. Tampaklah olehnya Runa dan Silas yang berjalan beriringan.

Tidak akrab. Naga pun sebetulnya tahu. Sejak mereka putus, Runa tidak hanya menjadi dingin dan tidak espresif. Namun dia juga tidak bersosialisasi pada perempuan maupun laki-laki. Inti Zeros adalah pengecualian. Ini menjadi yang pertama. Jujur, agak terasa mengesalkan.

"Gue duluan."

Runa berpisah dengan Silas. Naga tidak beranjak dari posisinya. Dia memandangi saja wajah Runa yang lelah.

"Malam ini gue mau kerja kelompok."

"Silas?" tebak Naga.

"Iya sama Silas, di rumah gue."

"Malam ini ada acara di markas."

Itu artinya dia harus datang menjadi babu Naga. Namun perkara sekolah juga penting untuk Runa. Naga tahu itu. Oleh karenanya dia berusaha menarik Runa untuk tidak mengerjakan.

Dia mau Runa meninggalkan hal-hal yang pernah dia sukai. Sama seperti yang dilakukan oleh Naga. Mereka tidak boleh lagi menjadi orang yang bahagia.

"Cuma dua jam. Gue janji setelahnya akan datang."

"Gue enggak pernah main-main dengan ucapan gue. Gue bisa bikin lo dibully habis-habisan."

Runa menghela nafas. Biar bagaimanapun pentingnya perkara sekolah, dia takut juga kalau-kalau Naga menggerakkan seluruh sekolah untuk menyerangnya. Sampai sekarang dia masih selamat karena Naga terus di dekatnya.

"Pukul tujuh. Arka akan jemput lo." Naga beranjak. Dia hampir masuk ke dalam mobil kala mengingat kejadian semalam. "Maksud gue, Hideo."

Siapapun itu, Runa tidak peduli. Dia malah cemas akan apa yang terjadi di markas. Pertemuan sesama Zeros itu mengerikan. Pembahasan mereka tidak sekedar masalah persaingan dengan musuh, tapi juga penaklukan yang dilakukan dengan kekerasan.

Sejauh ini Zeros masih aman sebab belum pernah diseret oleh polisi. Namun bukan berarti mereka selamanya demikian. Kemudian Runa ingat, orangtua Naga amat berpengaruh di kota. Begitu juga dengan ketiga kelima temannya. Mudah bagi mereka untuk selamat. Kecemasan Runa sia-sia.

Naga membunyikan klakson. Runa terjengkit, lalu menyingkir. Mobil putih tersebut langsung melesak meninggalkan parkiran.

Arka malah baru hendak menghampiri motornya. "Ikut enggak?" tawarnya.

Runa tidak diizinkan membawa kendaraan. Oleh karenanya setiap pulang dia harus menunggu beberapa saat untuk jemputan. Tawaran Arka baginya agak menggoda.

Mobil Naga sudah hampir keluar pagar. Matanya secara tidak sengaja melihat pada spion. Arka dan Runa. Itu saja yang tampak olehnya, sisanya buram. Dia menekan rem, lalu memutar kemudi dengan tajam.

NagaNa | REVISIWhere stories live. Discover now