Chapter 1 | Pengkhianat

400 16 0
                                    

Pintu itu terdorong, terbanting, menabrak dinding keras-keras. Murid XI 2 yang mulanya tenang kini terperanjat. Ketegangan langsung terjadi kala mereka mendapati semua inti Zeros masuk ke dalam kelas.


Gadis di tengah barisan ketiga tersebut masih merundukkan wajah. Tangannya terus menggerakkan pena dalam tulisan pendek dan rata.

"Lo enggak dengar apa yang gue minta?"

Dia Nagara. Cowok yang paling brengsek. Selalu menginginkan semua hal terjadi dalam sekejap mata. Tidak sabaran dan gampang meledak.

"Ini masih jam pelajaran."

"Gu enggak peduli."

"Sepuluh menit," tawar Runa. Biar bagaimanapun dia harus mengutamakan tugasnya.

"Gue bilang sekarang, ya, sekarang, Anjing!"

Bentakan Naga menggema di dalam kelas. Para perempuan beringsut ke pinggir. Mereka tidak mau ikut-ikutan menjadi sasaran amukan Naga.

"Iya, iya."

Runa mengemas penanya. Dia berniat melanjutkan sedikit catatan, tapi Naga tidak beranjak. Dia menunggu Runa.

"Biar gue yang lanjutin."

Arka menarik tangan Runa untuk berdiri. Dia duduk menggantikan dan menunjuk buku cetak.

"Meringkas, kan? Dari halaman berapa?"

"Seluruh materi bab 4."

"Buset, ini, mah, gue ngebabu, bukan membantu."

"Gak usah sok nolak lo, Nyet. Lo kan senang berguna untuk crush lo." Dendi menimpali dengan malas.

"Angkut, gih, mantan lo, Na." Bagas mendorong bahu Naga. Akan tetapi pijakan cowok itu kuat. Dia tetap pada tempatnya.

"Tahu tuh, dari tadi ngamuk melulu." Anas menambahi. "Gue kira datang bulan, rupanya butuh perhatian ayang."

Runa menatap Naga sesaat. Rambutnya agak basah. Dahinya berkeringat. Itu meluncur sampai ke lehernya. Bahkan seragam olahraga yang dikenakan olehnya ikut basah.

"Mau sampai kapan lo ngeliatin gue?"

Runa berjalan mendahului Naga. Agak risih, otaknya sibuk menerka-nerka jenis ekspresi Naga untuk profil belakangnya. Dulu Naga mungkin akan bilang dia paling cantik. Namun sekarang mereka adalah musuh. Tidak ada satupun dari diri Runa yang mampu meluluhkan Naga.

Mereka tiba di bangku panjang dekat ruang ganti. Naga menunjuk seragamnya dengan dagu. Itu telah kusut dan kotor. Biasanya Naga tidak akan peduli. Kali ini dia mau peduli. Butuh alasan untuk menyuruh dan mengomeli Runa.

"Lima belas menit. Gue mau itu seragam licin dan harum."

"Maksud lo, gue harus menyetrika seragam ini?"

"Terserah lo. Pokoknya gue mau pakai seragam itu dalam keadaan licin."

Runa mau mengeluh, tapi itu akan memperparah suasana hati Naga. Dia memutuskan membawa seragam Naga ke tata usaha. Mula-mulanya dia mendapat banyak pertanyaan dari guru. Terpaksalah Runa berbohong kalau Naga malu datang sendiri. Sebagai cucu pemilik sekolah nama Naga memang berpengaruh besar. Tidak hanya memberi izin, Runa bahkan ditawarkan untuk memberikan Naga seragam baru.

Akan tetapi Runa enggan mencari masalah. Dia mengikuti saja perintah Naga sebelumnya.

"Ini udah licin dan harum."

Naga menerima seragamnya dan langsung mencium baunya. Perkara kerapian itu sudah terlihat jelas oleh matanya.

"Parfum apa yang lo pakai, Anjir?"

NagaNa | REVISIWhere stories live. Discover now