BAB 29- Atap Sekolah

651 65 16
                                    

Matahari menyelusup ke jendela kelas pagi ini, menyoroti seorang gadis yang memilih duduk di bagian belakang. Belajar dari seorang Soka, ternyata benar menyendiri di bagian pojok kelas disaat semua orang asik menggunjing adalah hal yang tidak terlalu buruk.

Saat dia asik dengan lamunannya banyak kelas lain yang berlarian melewati kelas mereka. Entah ada hal menarik apa yang terjadi sehingga menyebabkan kericuhan pagi ini. Pintu kelasnya tiba-tiba terbuka menampilkan seorang Eka sekaligus ketua kelas dari kelas yang Lava tempati.

"PENGUMUMAN. BAHWA SEKARANG KALIAN SEMUA DI WAJIBKAN UNTUK KE ATAP SEKOLAH." Teriak Eka lantang lalu pergi dari sana. Berbeda dengan seisi kelas yang hanya saling bertanya satu sama lain.

Sebuah tangan tiba-tiba berada di hadapan Lava seakan ingin mengandeng.

"Kenapa?"

Soka memukul jidat Lava pelan. "Gak romantis banget jadi orang, gandeng cepat supaya kayak pasangan serasi,"

Lava hanya memutar bola matanya malas lalu pergi mendahului Soka yang hanya bisa tersenyum simpul. Soka menyusul kepergian Lava lalu merangkul tubuh gadis itu saat sudah berada di sampingnya.

"Kira-kira ada apaan dia atas?"

"Atap." Jawaban singkat Lava mampu membuat Soka bungkam.

"Salah gue tanya sama lo!"

Ditengah mereka berjalan tiba-tiba ada yang menarik tubuh Lava sehingga tubuhnya terbentur ke tembok. Lava melihat sosok Rinjani sudah berada di hadapannya kini, gadis itu seakan menyimpan dendam dalam sorot matanya.

PLAK!

Tanpa aba-aba Rinjani menampar pipi Lava hingga memerah. Soka yang mencoba untuk menghentikan ditahan oleh Lava.

"Lo pergi dulu ke atap. Ini urusan gue!" Titah Lava kepada Soka.

"Urusan lo urusan gue juga!" Kekeh Soka tidak mau.

"Gue mohon!" Bersamaan dengan itu seorang Gara datang dari arah berlawanan dan membawa tubuh Soka untuk pergi dari sana.

Seperginya Gara dan Soka dari sana kedua manusia yang saling menyimpan dendam itu hanya beradu lewat mata. Terdengar helaan nafas panjang dari Rinjani.

"Lo....." Tunjuk Rinjani tepat di depan wajah Lava. Namun dia seakan tidak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya.

"Satu lagi." Ujar Lava secara tiba-tiba.

"Maksud lo?"

"Tampar pipi gue yang satu lagi."

Rinjani hampir tidak percaya dengan kalimat yang Lava utarakan. Tanpa berfikir panjang dia pun melakukan apa yang Lava perintahkan, tanpa paksaan karena memang dia senang akan hal tersebut.

"Gara-gara lo kedua orang tua gue akan cerai! mereka akan pisah dan semua itu gara-gara lo!" Sarkas Rinjani marah.

Rinjani mencengkeram kerah baju Lava kasar, tidak ada penolakan dari seorang Lava, dia hanya terdiam tanpa membalas seperti sebelumnya.

"Kenapa lo lakuin semua itu? KENAPA LO HANCURIN KELUARGA GUE?"

"Lo udah rasain apa yang gue rasain?"

Rinjani tidak mengerti dengan kalimat yang Lava ucapkan. Sebelum Rinjani bertanya Lava sudah terlebih dahulu menatap gadis itu tajam seraya melepas tangan Rinjani dari kerah bajunya dengan kasar.

"Lo udah ngerasain hancurnya seorang anak saat Ayah lo di permalukan di depan umum?"

Ketika itu Rinjani baru tersadar, bahwa ucapan Lava mengarah kepada kasus Ayahnya yang sempat heboh karena dirinya.

"Beda. Ayah lo sama Papa gue beda. Setidaknya Papa gue lebih suci dari seorang pembunuh!"

PLAK!

Lava menampar pipi Kiri Rinjani.

"Ayah lo_____"

PLAK

Lava menampar pipi kanan Rinjani.

"Lo tau kalo Ayah gue membunuh korbannya? ATAS HAK APA LO BILANG AYAH GUE PEMBUNUH DISAAT MATA LO NGGAK NGELIAT SECARA LANGSUNG!" Amarah Lava mulai memuncak.

"GUE, MATA GUE NGELIAT SECARA LANGSUNG BAGAIMANA PAPA LO SELINGKUH. SEDANGKAN LO, MELIHAT DARI OMONGAN ORANG LAIN! CERAI? ITU HAL TERBERAT YANG LO ALAMI?" Lava memajukan dirinya hingga sangat dekat dengan Rinjani sekarang.

"Perceraian keluarga lo nggak sebanding dengan eksekusi mati Ayah gue!"

Lava menyenggol bahu Rinjani kuat setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Sedangkan Rinjani masih terpaku di tempatnya akibat amarah Lava yang baru saja meluap. Dia mengepalkan tangannya karena dia harus menanggung kekalahan akan perdebatan diantara keduanya.

Lava telah menapaki tangga terakhir saat menuju ke atap gedung sekolah. Dia pun menghampiri Soka yang melambaikan tangan kepada dirinya.

"Rinjani nggak papa kan?"

Lava tidak habis fikir dengan pertanyaan yang Soka ajukan.

"Jadi, sekarang lo ada di pihak Rinjani?"

"Bukan gitu, takutnya Rinjani lo makan. Kalo lo mah nggak usah di takutkan," Lava memukul bahu Soka keras.

"Aw, sakit bego!"

"Dijaga mulut lo!"

Sudah beberapa menit berlalu namun tidak ada kepastian yang bisa menjelaskan kepada para siswa-siswi kenapa mereka harus berkumpul di atap sekolahan pagi ini. Lava sudah merasa kesal akan hal itu, dia pun beberapa kali mencoba untuk turun namun Soka mencoba untuk menghentikannya.

"Kali ini gue mau turun beneran!" Lagi-lagi Soka menarik kerah baju seragamnya.

"APA LAGI?" Teriak Lava kesal sehingga membuat semua orang menjadikan mereka pusat perhatian dalam beberapa detik.

"Yaudah, ayo turun bareng." Soka tersenyum simpul.

Saat Lava berbalik akan melangkah untuk turun kakinya seakan terhenti ketika mendapati seseorang yang baru saja tiba di atap ketika itu. Bukan hanya Lava, Soka pun tak kalah terkejutnya melihat seseorang yang baru saja tiba. Nafasnya seakan tersekat, bersamaan dengan dadanya yang terasa sesak.

Kepala sekolah terlihat naik ke atas mimbar yang telah di persiapkan disana.

"TERIMA KASIH UNTUK SEMUA PARA SISWA-SISWI YANG SUDAH BERKENAN HADIR PAGI INI. BERDIRINYA SAYA DISINI AKAN MENGUMUMKAN DIREKTUR BARU DARI SMA SINABUNG."

DEG

Dada Soka tambah berdesir hebat saat mendengar kalimat terakhir yang kepala sekolah ucapkan.

"BAIKLAH, AGAR TIDAK MENUNDA WAKTU LEBIH LAMA KITA PANGGILKAN BAPAK____"

ngeengngngngng........

Ucapan kepala sekolah seketika terpotong ketika mendengar suara pesawat yang tiba-tiba melintas dengan ketinggian rendah sehingga menimbulkan suara yang sangat nyaring.

Anehnya pesawat itu seakan hanya terdiam di atas kepala mereka tanpa berniat untuk pergi.

Tubuh Lava bergetar ketika itu, tangannya yang ikut gemetar mencoba untuk menutup kedua telinganya akan suara yang dia benci. Lava menutup kedua matanya yang penuh akan air mata.

"Pergi! pergi! pergi!" Lirihnya pelan.

TubuhLava semakin gemetar hebat tanpa siapapun yang menyadarinya.

"PERGI!"







__________

Halo semua?

Mau double update malam ini? yuk penuhi kolom komentar.

Buat yang sudah mampir diwajibkan untuk komen walau hanya sekedar titik dan koma, yuk bantu author yuk. Komen kosong pun gpp kok asal komen.

Author maksa nih!

Komen yak

Yuk Komen

Komen woy

Titik doang

angka juga gpp

Gaperlu perasaan kalian yang penting komen

DELAVA ( On Going )Where stories live. Discover now