BAB 26- Sisi Licik Lava

966 90 22
                                    

Selamat membaca.....

Pagi ini Fajar tengah mendapati Kara yang termenung di tengah terik matahari tempat dia berjemur. Fajar mendekati wanita itu, mengelus pundaknya lembut seraya berbisik.

"Pagi, milik sang Fajar." Bisiknya tepat di samping telinga Kara.

Kara tersenyum simpul. Lalu wanita itu menunjukkan wajah sedihnya. Fajar beralih ke depan untuk menatap wajah Kara dengan jelas. Menyelipkan anak rambut wanitanya di belakang telinga. "Ada apa dengan wajahmu, hm?" Ujarnya ketika melihat raut sedih di Wajah Kara.

"Aku capek." Lirih Kara pelan.

"Mana yang capek, bilang sama aku." Fajar beralih untuk memijat paha Kara pelan. Namun Kara menghentikannya.

"Aku capek sama diri aku. Aku capek dengan aku yang cacat, aku capek dengan kehidupan yang tuhan ciptain untuk aku, aku capek_____" Fajar memeluk tubuh Kara dengan erat sehingga perempuan itu menghentikan kalimatnya yang berhasil membuat hati Fajar sakit.

"Diri kamu milik aku. Kamu nggak pernah cacat, dan kamu sempurna. Kehidupan kamu tercipta secara istimewa. Sayang.... jangan pernah ngomong gitu lagi. Karna bukan hanya kamu yang terluka, tapi aku juga." Air mata Fajar berhasil lolos dari pipinya.

Kara juga semakin mengeratkan pelukannya pada Fajar. "Kamu nggak akan tinggalin aku?"

"Hm. Nggak akan pernah."

"I love you," Ucap Kara pelan.

"Love you to, baby." Balas Fajar seraya mengecup kening Kara lama.

Setelah mengecup kening Kara, Fajar tak berpaling sedikitpun saat mencoba untuk menatap Kara secara dalam.

"Kamu kenapa, sih?" Kara mulai salah tingkah akan tatapan yang Fajar berikan.

"Gimana, milik Fajar sudah membaik?" Tanya lelaki itu dengan intonasi yang sangat lucu membuat siapa saja yang mendengarkannya akan tertawa.

Seperti Kara yang tak tahan dengan tawanya sekarang. "Lebih baik, berkat sang Fajar yang selalu bersinar didepan Kara, miliknya." Keduanya tertawa bersama. Terkadang Fajar juga jail dengan mengacak rambut Kara hingga berantakan. Membuat sang pemilik rambut mendengus dengan kesal.

"Sayang, rusak rambut aku!" Marah Kara dengan gemas.

Bukannya meminta maaf Fajar justru menatap langit. "Oke, sinar matahari sudah minder sama kecantikan kamu, sekarang kita masuk ke dalam rumah. Lets go!" Fajar mendorong kursi roda Kara untuk ia bawa ke dalam rumahnya. Kara hanya bisa menampilkan tawanya ketika melihat kelakuan kekasihnya tersebut.




****

Tidak jauh dari yang dirasakan Kara, Lava juga pagi ini berjemur di bawah teriknya matahari. Semua siswa-siswi SMA Sinabung terlihat berbaris rapi di lapangan sekolah. Bukan untuk melakukan kegiatan upacara ataupun kegiatan sekolah lainnya. Berdirinya mereka semua sekarang untuk memperingati perayaan ulang tahun Papa Rinjani selaku direktur disekolah tersebut. Tiap tahun SMA Sinabung selalu merayakannya, padahal bagi Lava hal tersebut sangat tidak penting sama sekali.

Saat ini mereka semua tengah mendengarkan pidato yang di kumandangkan oleh Pak Reno. Lava juga terlihat berdiri berdampingan dengan Rinjani yang menatapnya dengan kesal sekarang.

Rinjani menyenggol bahu Lava keras.

"APAAN SIH LO?" Semua orang melihat kearah mereka berdua akibat suara Lava yang terdengar lantang. Begitu pun dengan Pak Reno yang saat itu juga menghentikan pidatonya akibat suara lantang Lava.

DELAVA ( On Going )Where stories live. Discover now