48. Seperti Mama

57.8K 10.6K 1.5K
                                    

"MAMA! KAK MAUREEN AMBIL ROTI AKUU!"

Suara pekikan cempreng dan menggelegar itu mewarnai kediaman keluarga Riona dan Wylan. Siapa lagi kalau bukan Azriel yang kini menemukan temen berdebat barunya, yaitu Maureen. Keduanya sudah seperti Tom dan Jerry di film kartun.

"IHH CUMA MINTA SATU, KOK PELIT?" balas Maureen tak mau kalah.

"Maureen, ini kan Mama lagi buatin roti punya kamu," tegur Riona yang baru saja keluar dari dapur dan membawa dua piring sandwich. "Azriel, jangan biasain teriak-teriak gitu. Gak baik loh."

Ia menaruh sepiring sandwich milik Casvian dan sepiring lainnya untuk Maureen yang kini sudah duduk diam di sebelah Morfeo. Kemudian setelah itu barulah Riona duduk di kursinya, tepat di sebelah kanan Wylan yang kini tengah menikmati tehnya.

Sementara Maureen yang ditegur hanya menyengir kecil dengan wajah tak bersalah. Sebenarnya ia hanya sengaja ingin menjahili Azriel, tak seru rasanya jika tak bertengkar barang sehari dengan anak itu.

"Sayang, harusnya biar Bi Inem aja yang bikin sarapan. Ngapain coba susah-susah buat sarapan sampai bolak-balik kayak gitu?" tegur Wylan tak suka.

Ia merasa khawatir jika nanti kandungan Riona kenapa-kenapa atau istrinya sampai kecapekan karena terlalu banyak beraktifitas. Namun, Riona justru hanya tersenyum menanggapi ucapan Wylan.

Wanita itu sangat paham bagaimana posesifnya sikap Wylan pada ia dan calon bayi mereka ini. Bahkan jika Riona tak sengaja menabrak meja, maka meja yang ia ganti.

"Kata dokter 'kan di bulan ke delapan ini harus banyak bergerak. Apalagi udah mau lahiran satu bulan lagi, biar posisi bayinya makin turun," jawab Riona seraya mengelus perut buncitnya.

"Mama, adeknya bentar lagi lahir, ya? Gak sabar banget! Nanti punya teman baru deh, terus nanti kalau adeknya lahir biar aku yang jaga aja," celetuk Maureen dengan sandwich di tangannya.

Sejak Maureen datang ke rumah Wylan dan Riona, sejak itu pula mereka berdua memutuskan untuk menganggap Maureen seperti anak sendiri. Pernah sekali Riona berusaha berbicara dengan Eva, tetapi wanita itu menolak untuk membawa Maureen. Alasannya karena Maureen sudah besar dan bisa mengurus diri sendiri.

Riona juga ingin menelepon Brandon dan ibunya, tetapi Wylan melarang. Pria itu berkata bahwa percuma untuk mengubah pikiran kolot ibu dan anak itu.

Hanya akan membuang-buang waktu.

Alhasil Riona dan Wylan pun memilih untuk merawat Maureen, anak-anak mereka juga tak ada yang keberatan. Malah mereka senang karena rumah semakin ramai dengan kehadiran Maureen, apalagi Maureen juga masih terhitung sepupu dekat.

"Iyaa, Nak. Nanti kalau adeknya lahir biar Maureen deh yang jaga," ucap Riona menyetujui.

Sejak tinggal bersama Riona dan Wylan, gadis itu juga memutuskan untuk mengganti panggilannya untuk Riona dan Wylan. Kini ia memanggil kedua suami-istri tersebut sebagai Mama dan Papa.

"Heh, adek gue itu! Gak, gak boleh. Nanti adeknya harus dekat sama gue," ucap Azriel memulai debat.

"Gak mau! Orang Mama bilang adeknya bakal diurus sama gue!" balas Maureen tak kalah sengit. "Mending adeknya diurus sama gue sih, kalau sama lo nanti jadi budek sejak dini gara-gara sering lo teriakin."

"L—"

"Riel, Maureen, kalian mau debat terus atau mau sarapan?" tegur Wylan seraya menatap tegas pada kedua anaknya itu.  "Lagian kalau adeknya lahir kalian 'kan bisa urus barengan."

Alhasil Azriel dan Maureen langsung terdiam dan buru-buru menyumpal mulut masing-masing dengan sandwich hingga membuat pipi mereka penuh dan mengembung. Sarapan pun berhasil dijalani dengan tenang dan tentram berkat teguran dari Wylan.

----

Selepas sarapan bersama, kini Riona, Wylan dan Maureen duduk bersama di ruang keluarga. Wylan sendiri sudah mengambil cuti dan melakukan pekerjaannya dari rumah sejak usia kandungan Riona memasuki delapan bulan, ingin menjadi suami siaga katanya.

Sementara keempat anaknya sudah pergi setelah sarapan tadi. Casvian dan Morfeo sudah pergi kuliah, Zadkiel dan Azriel kembali masuk sekolah seperti biasa.

"Maureen, kamu gak mau lanjut kuliah lagi? Kayak Morfeo sama Casvian," tanya Wylan tiba-tiba.

Maureen yang tadinya fokus menonton televisi pun menolehkan kepalanya pada Wylan. Sementara Riona sendiri kini berbaring di atas karpet bulu tebal dan menjadikan paha Wylan sebagai bantalan.

"Maureen mau langsung kerja aja deh, Pa. Mau buka usaha kecil-kecilan dulu pakai tabungan Maureen, nanti kalau udah sukses baru kuliah pakai uang sendiri," ucap Maureen dengan senyuman tulus.

Riona langsung menatap Maureen. "Kok gitu? Kalau memang kamu mau kuliah, Mama sama Papa masih bisa biayain kok. Kamu kuliah aja, mau jurusan apa? Nanti langsung didaftarkan sama Papa," ucap Riona.

Namun, Maureen justru tersenyum lembut mendengar penuturan Riona seraya menggeleng kecil. Masih tetap pada pendiriannya.

"Aku mau berusaha jadi perempuan mandiri, kayak Mama. Aku mau kuliah dari hasil usaha aku sendiri, menggunakan uang yang aku dapatkan dari hasil keringat aku sendiri. Aku mau kayak Mama, bisa sukses menggunakan tenagaku sendiri," jawab Maureen tegas dan mantap.

Tak ada keraguan yang bisa Riona maupun Wylan temui di balik kedua manik mata gadis cantik itu. Riona sendiri merasa hatinya tersentuh dengan ucapan Maureen, gadis itu menjadikan dirinya sebagai panutan.

"Kamu pasti bisa sukses, bahkan lebih sukses daripada Mama dulu. Mama yakin," ucap Riona menyemangati.

Kini, Maureen benar-benar merasakan kebahagiaan ketika bersama keluarga Wylan. Walaupun bukan mereka yang melahirkan Maureen, tetapi ka merasa bahwa mereka adalah definisi keluarga yang sebenarnya.

Mereka tak menekan, tak menuntut dan tak meminta balas.

Maureen tak lagi harus mendengar suara teriakan, barang yang pecah dan cacian yang saling terlontar. Ia kini hanya terus tersenyum dan tertawa bahagia begitu lepas.

"Mama, Papa. Terima kasih sudah mau terima aku di tengah-tengah keluarga kalian, aku gak tahu lagi harus kemana kalau gak ada kalian," ucap Maureen dengan mata berkaca-kaca.

Riona bangkit dari posisi baringnya, kemudian merentangkan tangan dan membawa Maureen ke dalam pelukannya. "Mama bahagia bisa memberikan kasih sayang sosok ibu untuk gadis cerdas dan hebat seperti kamu."

Ia menangkup wajah Maureen menggunakan kedua tangannya dan mengusap pipi berisi gadis itu. Riona tersenyum.

"Kamu harus janji ya sama Mama, suatu saat kamu harus jadi kakak yang baik bagi calon adik kamu." Riona mengarahkan tangan Maureen pada perut buncitnya. "Kamu harus bisa jaga dia, sayangi dia, dan berikan dia semua kebahagiaan di dunia ini. Jangan biarkan dia merasa sendirian dan merasa gak punya siapa-siapa."

Tanpa ragu dan harus berpikir dulu, Maureen langsung mengangguk mantap penuh semangat.

"Pasti dong! Aku pasti bakal jaga adek aku nanti dan sayang sama dia lebih besar dari dunia ini! Apalagi ini adik pertama aku," ucap Maureen dengan raut wajah sangat bahagia.

Maureen kini percaya pada sebuah kata-kata mutiara yang pernah ia baca. Bahwa, jika kamu tak bisa menemukan kebahagiaan bersama orang tuamu, maka carilah kebahagiaanmu bersama orang lain.

----

To be continued...

Ada yang bisa tebak kah endingnya bakal gimana? Soalnya dari beberapa part lalu aku udah banyak kasih spoiler loh🤔

YUK SPAM NEXT DI SINI!!

Be a Good Mother [Terbit]Where stories live. Discover now