Bab 15

28 3 0
                                    

Sore itu cuaca sedikit mendung. Untung saja Rintik sudah berbaring di ranjangnya yang empuk sembari mendengarkan irama lagu yang ia putar dari ponselnya. Sesekali ia ikut melantunkan bait lagu tersebut. Sekedar untuk menghibur diri, dan mengalihkan pikirannya dari Naresa.

Dia pun belum mengganti seragamnya. Masih utuh beserta kaus kaki yang ia kenakan sedari pagi. Matanya menerawang ke langit-langit kamar. Alunan lagunya tak berhenti berputar, sama halnya dengan pikiran Rintik.

Tak berselang lama, Mentari yang baru saja pulang pun masuk ke kamar Rintik. Awalnya ia hanya berniat menyapa, namun setelah melihat kondisi Rintik yang seperti ini, ia memutuskan untuk bertanya lebih dahulu.

"Kamu kenapa, Rin?" Mentari duduk disamping Rintik. Matanya tak ingin lepas dari adiknya itu.

Rintik yang awalnya diam melamun, lantas menoleh ke Mentari. Ia menghela nafas panjang, lalu bangkit dari posisi tidurnya. Rintik duduk berhadapan di depan Mentari. Ia menatap kakaknya itu dengan tatapan lesu.

"Teh Resa suka Aji, Kak."

"HAH?!" Mentari membelalakkan mata, tak dihindarkan melalui pekikannya, ia terkejut bukan main. "Bukannya dia tau ya kalau kamu suka sama Aji?"

Gadis yang kini semakin murung itu mengangguk lemah. "Ya, tau. Tapi gitu deh," jawabnya pasrah.

Mentari menghela nafas panjang, tangannya mengusap bahu Rintik lembut, sesekali ia tepuk-tepuk perlahan. "Aku tau gimana rasanya di posisi kamu. Pasti nyesek, orang yang selama ini deket sama kamu, tempat kamu sambat, tempat kamu curhat, pada akhirnya dia kenal dan akrab sama orang yang kamu suka, dan berujung ikut suka ke orang itu. Aku nggak bisa membenarkan, nggak bisa juga nyalahin Resa. Kamu harus tau, Rin, yang namanya perasaan, nggak ada yang tau mau jatuh ke siapa.

"Waktu itu kamu juga pernah bilang, kalau wajar kan banyak yang bakal suka Aji, karena dia sebaik itu ke semua orang? Kamu nggak mau ngewajarin hal yang sama ke Resa? Resa juga punya hak buat jatuh cinta, Rin." Mentari mengakhiri pendapatnya.

Cukup lama Rintik terdiam, meresapi perkataan Mentari dengan seksama. Seolah telah terhasut dan terubah pola pandangnya. Dalam pikirannya apa pun yang Mentari katakan itu tidak ada salahnya, ia merasa dirinyalah yang berlebihan di sini. Pantasnya ia tidak seperti itu, terlebih ia pun belum memiliki hubungan yang jelas dengan Aji, bahkan ia tidak tahu apakah Aji memiliki rasa yang sama dengan miliknya.

Rintik menghela nafas panjang, ia menatap Mentari lantas mengangguk. "Bener juga, Kak. Aku yang salah. Harusnya aku engga kaya gitu ke Teteh."

"Kamu pun juga ngga salah, Rin." Mentari menggeleng, ia pun balas tatapan Rintik. "Kamu pun berhak punya rasa cemburu itu, apalagi hubungan kamu sama Resa juga deket. Kamu suka Aji udah lama, kamu akrab dan deket sama Aji juga jauh lebih lama dari Resa, kamu cemburu dan itu wajar. Cuman jangan sampai kamu putusin hubungan pertemanan kamu sama Resa gara-gara ini. Lucu dong kalau musuhan gara-gara cowok?"

Rintik tertawa lirih. Ia mengangguk. Yang dikatakan Mentari tak sepenuhnya salah. Malah sangat benar. "Aku coba bicarain lagi sama Teh Resa ya, Kak."

Mentari mengangguk. Lalu mengusap bahu Rintik sekali lagi, dan beralih menjauh. Tangannya menutup pintu kamar Rintik berhati-hati.

***

"Jadi kamu mau bersikap biasa aja ke Resa? Emang kamu udah nggak nyesek atau gimana-gimana?"

Rintik menggeleng. Ia sudah memantapkan keputusannya usai berbincang dengan Mentari kemarin. Lagipula, bukan salah Resa juga jika gadis itu menyukai Ajiraga. Sudah cukup sering dikatakan, siapapun pasti akan jatuh pada pesona Raga. Bukan hanya Rintik saja. Dan itupun akan menyangkut perihal Naresa juga.

SenandikaWhere stories live. Discover now