Bab 9

57 10 0
                                    

"WAH, NGGA BENER TUH ANJING!"

"MENTANG-MENTANG OSIS LO, HAH?!"

"ANJING, UDAH"

Suasana warung kopi tersebut mendadak ramai begitu Rintik menceritakan kejadian sore tadi. Sama sekali tidak nampak semburat kesedihan yang teramat sangat dari wajah dahayunya. Ada Raga disampingnya, bisa jadi itulah penyebabnya.

Setelah Ardi berseru, kehebohan itu berangsur pudar. Namun tidak dengan rasa kesal mereka. Sesekali mereka masih menggerutu.

"Terus lo jadi putus sama Arjuna?" Tanya Haidar. Rintik menggeleng, tidak tahu.

Sore tadi Ardi langsung menarik Rintik pergi, membiarkan Arjuna hanya berdua dengan Putri. Entah apa yang mereka lakukan, rasanya Rintik sudah tidak peduli. Terlebih lagi karena Raga sudah kembali.

"Kalau gue jadi lo, udah gue putusin tuh anak," sungut Kinan kemudian.

Rintik menghela nafas pelan lalu menjawab, "ya aku juga maunya putus. Tapi gimana ya, Kin..."

"Pelan-pelan aja, Rin. Omongin baik-baik dulu sama tuh bocah," sahut Shaluna.

Lagi-lagi Rintik menghela nafas, namun kali ini disertai anggukan setuju. Pikirannya terbagi menjadi dua, pertama tentang Arjuna, kedua tentang keberadaan Raga. Takut jika nantinya Raga akan bersikap berbeda padanya. Ia takut Raga menjadi jauh dengannya.

Sesi curhatnya telah usai. Topik berganti menjadi pembahasan random seperti biasa. Dan tentu saja ada topik perihal Reynal disela-selanya. Walaupun mereka sedikit melirik sungkan pada Rintik yang masih terdiam.

Samar-samar Rintik dapat mendengar Naresa yang memanggil Raga, namun sayang ia tidak dapat mendengar apa yang Naresa katakan pada Raga. Kemudian memilih untuk mengacuhkan itu.

"Lo tau mall deket sini tuh? Gue pernah kesitu waktu lift-nya macet," kata Linggar dengan nada dramatisnya. Linggar itu punya hobi cerita, dan kebanyakan ceritanya itu cerita seram.

"HAH? SERIUS?"

"Iya, gue nggak bohong. Tuh lo lihat dah diberita, pasti ada."

Seolah enggan percaya, Kaela langsung membuka ponselnya dan mencari berita yang dibicarakan oleh Linggar. Dan ternyata memang benar.

"IYA, WOI! BENERAN ADA!"

Yang lainnya dengan sigap langsung berebut ponsel. Ardi lebih memilih melihat dari ponselnya sendiri, tidak seperti Rintik dan yang lain. Anehnya, Raga dan Naresa sama sekali tidak mempedulikan mereka, keduanya asik berbincang dengan topik mereka sendiri.

Wajar, mungkin Naresa sedikit merasa kesepian karena Rendra tidak hadir hari ini. Lagi pula bukan hanya Rintik seorang yang mengenal Raga, jadi ia memilih untuk ikut topik Linggar dan membiarkan Raga bersama Naresa.

"Jujur, gue masih merinding kalau inget kejadian itu. Ada yang meninggal, makanya gue kebayang mulu tiap kesana," kata Linggar.

"Kalau gue yang di sana, udah nangis sampe kencing kali, ya." Sontak mereka tertawa mendengar timpalan dari Shaluna.

"WOI LAH, YAKALI KENCING!"

"YA LO BAYANGIN, MASA SATU TEMPAT SAMA ORANG MENINGGAL!"

"PALINGAN KECEPIRIT DOANG"

"HAHAHAHA"

Dan percakapan disana mulai ngawur. Dari A ke B, B ke C sampai ke Z. Hingga waktu sudah tidak terasa mencapai pukul 9 malam. Batas jam malam Rintik. Walaupun hanya tinggal dengan Mentari, ia tetap diberi batas waktu yang tidak boleh dilanggar.

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang