Bagian 4. Pesona Fatih

35 12 1
                                    


Bagian 4. Pesona Fatih.

Sifatmu yang misterius itu, malah membuatku tertarik kepadamu.

"Tih, jadi tanggal berapa Tournament sama SMA Pelangi?" tanya Azka yang sedang menyedot es tehnya. Ia baru saja menghabiskan dua porsi mie kuah, perutnya seakan hampir meledak saja.

"Dua minggu lagi," ucap Fatih memasukkan benda pipih di saku celananya.

"Woiii!" ucap seseorang dari arah belakang.

Fatih dan Azka menoleh berbarengan. Mendapati Kevin melambaikan tangannya di samping gedung depan kantin ini. Cengiran khas Kevin membuat Fatih sebal melihatnya. "Kenapa ke sekolah?"

Kevin yang sedang tos ala-ala cowok dengan Azka menoleh ke arah Fatih. "Buset dah, bukannya di ucapin selamat datang ini malah pedes banget pertanyaannya."

"Gue denger-denger bakal ada Tournament sama anak SMA sebelah ya?"

"Ga sabar gue denger suara sporter cewek-cewek SMA kita, Haha"

"Yee dasar elu!" ucap Azka melemparkan cabai bekas ia makan dengan gorengannya ke Kevin. "Yang bakal di teriakin ciwi-ciwi SMA kita tu bukan elu monyet," tambahnya sambil melirik ke arah Fatih.

"Anjir ngelempar cabai ke rambut gue, gue cekokin cabai baru tau elu." Ucap Kavin tertawa renyah. Ia menyisir rambutnya kebelakang dengan tangannya.

Fatih melihat jam di tangan kirinya, "Yok udah mau masuk kelas"

"Yaelah Tih, gue baru aja kesini. Belom sempet pesen makan" ucap Kavin.

"Yaudah, makan aja dulu. Gue duluan ke kelas"

"Az, lo juga mau ke kelas sekarang?" Tanya Kavin kepada Azka. "Ntar aja deh," ucapnya dengan cengiran khasnya.

"Siip" ucap Kavin mengarahkan dua jempolnya kearah Azka.

** ** **

"Nak, Ayah yakin.. suatu saat nanti, kalian pasti jadi orang sukses" ucap Pak Arifin memandang dua anaknya. Harapannya begitu besar kepada dua putrinya. Entah kenapa, ia begitu yakin suatu saat nanti putri-putrinya ini akan menjadi orang yang berhasil.

"Yah, kenapa ya Ibu ninggalin kita semua?" ucap Sella polos. "Temen-temen Sella semuanya ada Ibu, kalau ke Sekolah Sella juga pengen di anterin kayak temen-temen Sella" tambahnya.

"Kan Sella ada Kakak," ucap Zahra prihatin. Memorinya kembali ke masa kecilnya dulu saat ia masih seusia Sella yang di antar Ibunya ke sekolah. Dulu, ia sangat menikmati masa kecilnya, bermain dan bercanda tawa seperti teman-temannya. Sampai ketika, hidupnya berubah seratus depalan puluh derajat saat usia 9 tahun dan ibunya meninggalkannya untuk selama-lamanya saat melahirkan Sella.

Semenjak Ibunya meninggalkannya, Zahra dituntut untuk mandiri walaupun masih ada Ayahnya. Ayahnya yang bekerja membanting tulang demi menghidupinya dan juga adiknya. Dan Zahra yang merawat Sella, setiap detikya, Zahra mengingatnya. Tak terasa, air matanya menetes membasahi pipinya yang mulus.

"Yang di bilang Kak Zahra bener Sella, apa Sella gak suka di anter ke sekolah sama Kakak?" ucap Pak Arifin menambahi. "Sella seneng kok," ucapnya lagi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, membuat pipinya yang Chubby bergerak lucu.

"Uhuk-uhuk."

"Tuh kan, Ayah pasti gak minum obatnya lagi ya?" ucap Zahra. Kini, ia berlari masuk kedalam kamar, matanya menatap sekelilig, mencari obat.

"Obatnya yang baru mana Yah? Bukannya kemaren Ayah bilang mau beli obat.." ucap Zahra saat sudah di depan Ayahnya, kini ia hanya membawakan segelas air putih saja.

Antara Jogja dan SemarangWhere stories live. Discover now