"Ardan kasih tau, atau!" Papi mengancam Ardan.

"Maaf Papi, belum bisa."

Iyo kembali berdecak. Ia menatap Aurora yang terkikik. Memasang ekspresi datar. Ia menatap lurus Aurora. "Kalau gak ngasih tau Papi, Papi tarik nih restu kalian ..."

"Perempuan!!" seru Aurora kesal.

Iyo langsung berseru senang. Ardan dan Kirana menghela nafas kasar. Kini dengan semangat Iyo berdiri. "Nanti nama cucu Papi, Alula."

"Ih kok Papi sih yang ngasih nama?!" protes Aurora.

"Saya udah cari nama, Pi," sahut Ardan. Tatapannya protes pada Papi yang kembali memicing.

"Eh enggak bisa gitu! Itu cucu pertama Papi. Harus Papi yang ngasih nama!"

"Tapi ini anak saya lho Pi. Saya yang ayahnya!" balas Ardan ngotot. Kedua pria beda generasi itu saling bertatapan sengit.

"Gak usah protes kamu!"

"Ya harusnya Papi yang gak usah protes!"

"Astaga sudah! Sudah! Kenapa malah bertengkar kayak gini sih?" lerai Mami menarik Papi agar duduk kembali, tapi Papi tidak menghiraukan.

"Pokoknya namanya harus 'Alula'!"

Setelah itu Papi beranjak pergi. Ardan memicing kesal menatap ayah mertuanya itu. Sementara Aurora terlihat berpikir.

"Aku suka nama yang dikasih Papi." Ardan menoleh menatap Aurora yang tersenyum senang. "Mirip namaku. Itu aja, ya?"

"Tapi kan ..."

"Ardan," Aurora memelas. Ardan pun mengangguk pasrah. Aurora kembali tersenyum dan menangkup wajah Ardan. "Nanti adiknya Alula, Ardan deh yang ngasih nama."

"Astaga Nak, itu aja belum lahir lho. Udah ngomongin adiknya aja." Teguran Mami membuat Aurora terkikik malu. Ardan mendengus geli.

●•••●

"Ardan! Alula hilang!"

Ardan langsung bangun dari tidurnya saat mendengar seruan Aurora.

"Kok bisa?"

"Gak tau. Aku gak tau Lula di mana." Aurora kini menangis. Ardan pun meraih baju kaos dan memakainya.

"Kamu udah nyari di sebelah? Kali aja ke rumah Rion main bareng Archer sama si kembar."

"U-udah kok. Tapi, dia gak ada di sana."

Mereka keluar dari kamar dan semproten konfeti langsung menyambut Ardan membuat Ardan terdiam melongo.

"Astaga Adek! Belum waktunya disemprot!" protes Aurora pada Alula yang mengerjap pelan. Gadis berusia enam tahun itu menyengir lebar seraya menyembunyikan konfeti di balik punggungnya.

"Ya udah ulang lagi deh. Nanti kalau Ayah dikatsih tsuwpwits, puwa-puwa kaget aja, ya?" ujar Alula.

Ardan tertawa mendengar putri kecilnya itu segera ia meraih Alula untuk menggendongnya. "Ah jadi kalian nyiapin surprise buat ulang tahun Ayah."

"Iya."

"Tapi gagal." Aurora cemberut. Alula menatap Bundanya dengan rasa bersalah.

"Maafin Adek, Bunda. Adek tsemangat banget jadinya gak bitsa nahan diwi buat ngatsih Ayah tsuwpwits."

"Surprise, Dek," koreksi Ardan membuat Alula mengulang.

"Tsuwpwits."

"Ikutin Ayah. Sur."

CERPENWhere stories live. Discover now