"Ardan ..." Mata Aurora berkaca-kaca. Harusnya ia tak meragukan perasaan Ardan. "Mau peluk." Ardan pun menarik Aurora, memeluknya dengan perasaan hangat.

Ardan menumpukan dagunya di pundak Aurora. Memgusap lembut punggung Aurora.

"Aku kangen sama Ardan ...," bisik Aurora lirih yang membuat Ardan tersenyum geli.

"Siapa suruh diemin aku?" Ardan mengurai pelukan. Ia menangkup wajah Aurora. "Kalau ada apa-apa. Kamu langsung bilang. Jangan dipendam, oke?"

Aurora mengangguk pelan lalu memajukan bibirnya. "Mau cium."

Ardan tersenyum geli lalu mengecup bertubi-tubi bibir Aurora. Membuat Aurora terkikik.

●•••●

"Yah gosong." Aurora mendesah lesuh melihat telur dadarnya berakhir hangus.

"Apinya kebesaran, Sayang," ujar Ardan kini berdiri di sebelah Aurora. Aurora menyengir malu. Ia dengan ngotot ingin membuat sarapan untuk Ardan dan berakhir telurnya yang hangus. "Sini biar aku yang bikin sarapan. Kamu lihat aja dulu, ya?"

Aurora mengangguk. Mulai mengamati Ardan yang menggoreng nasi lebih dulu. "Gak pake bumbu nasi goreng?" tanya Aurora karena melihat Ardan yang menggunakan bahan-bahan mentah untuk penyedap rasa. Bukan bubuk instan. 

"Lebih enak kalau kita yang langsung bikin bumbunya."

Aurora mengangguk paham. "Ardan pinter masak dari kapan?"

"Seumur Aca." Ardan menoleh menatap Aurora. "Tapi, cuma bisa masak mie atau goreng telur."

"Ardan hebat." Ardan tersenyum bangga mendengar pujian istrinya.

Kehadiran Aca membuat mereka menoleh. Aca yang ingin mandi. "Ica udah bangun?" tanya Ardan yang diangguki Aca.

"Lagi beresin tempat tidur." Aca menguap lebar lalu masuk ke kamar mandi.

"Langsung mandi, Ca. Jangan ngelamun lihatin air," ujar Ardan pada Aca yang mengulas senyum malu. Ketahuan jika lama di dalam kamar mandi karena asik menatap air.

"Ardan, hari ini gak usah kerja, ya?" Ardan menatap Aurora.

"Kenapa?"

"Aku mau seharian sama Ardan." Aurora memeluk lengan kiri Ardan. Menatap memelas Ardan agar menemaninya seharian ini.

"Oke." Aurora tersenyum sumringah. Mendengarnya. Kemudian membantu Ardan menyiapkan sarapan.

Setelah Aca selesai mandi, kini giliran Alisha. Yang melengos begitu saja tanpa menatap Aurora ataupun Alisha.

Ardan hanya menghela nafas pelan melihat tingkah Alisha. Ia pun memanggil Aca untuk sarapan.

"Ica, kalau udah pake baju, kamu sarapan juga," ujar Ardan pada Alisha yang telah selesai mandi. Alisha hanya berdehem. Berlalu masuk ke kamar dan tak berapa lama keluar kembali dan bergabung bersama untuk sarapan.

Ardan bersiap mengantarkan Aca dan Alisha ke sekolah.

"Alisha bisa kok pake pinky. Biar kalau pulang gak pake angkot," ujar Aurora pada Alisha yang saat ini memakai kaos kaki. Alisha hanya diam tidak mengacuhkan Aurora. Bahkan menatapnya saja tidak.

"Ica belum punya SIM." Ardan menyahut. Kini memakai hoodie untuk menutupi baju kaosnya. Ardan beralih menatap Alisha. "Ca."

Adiknya itu menegakkan kepala. "Jangan cari kerja lagi," ujarnya lembut, tapi tegas. Alisha hanya diam. Kini berdiri lalu meraih tasnya keluar dari rumah tersebut. Ardan pamit pada Aurora seraya menggandeng tangan Aca yang juga pamit pada Aurora.

"Aku pergi dulu ya, Sayang."

Aurora melambaikan tangan pada Ardan yang berangkat mengantar Alisha juga Aca ke sekolah.

"Ca, nanti Abang jemput, ya?" ujar Ardan setelah Aca turun dari motor. Aca mengangguk paham lalu menerima selembar uang dua puluh ribu dari Ardan.

"Kok banyak banget? Buat seminggu ya, Bang?" tanya Aca.

"Gak. Besok Abang kasih lagi." Aca tersenyum cerah. Ardan pun melajukan motornya menuju sekolah Alisha.

"Ica, ini." Ardan meraih tangan Alisha lalu menyerahkan uang lembaran lima puluh ribu. Alisha terdiam. "Cukup kan buat sehari? Atau kamu mau nambah?"

Alisha menarik tangannya. Ia menatap datar Ardan.

Ardan balas menatap datar Alisha. "Jangan cari kerja lagi. Abang bisa penuhin keinginan kamu. Abang udah janji sama Bapak kalau Abang bakal gantiin Bapak jaga Ibu, kamu dan Aca. Sebelum Ibu meninggal, Abang juga janji sama Ibu. Walaupun Abang udah nikah, bukan berarti Abang lupain janji Abang itu." Alisha membuang pandangannya. "Baik-baik kamu sekolah. Gak usah mikirin buat cari uang. Kamu fokus sekolah aja biar bisa kuliah."

Setelah mengatakan itu, Ardan berlalu pergi meninggalkan Alisha yang menatap punggung kakaknya dengan mata berkaca-kaca.

●•••●

Memutuskan mengendarai pinky, Ardan dan Aurora keluar mencari makan setelah menghabiskan pagi berpelukan dan berguling di atas ranjang. Pasangan pengantin baru itu terlihat sumringah meski terik matahari menerjang.

Motor singgah saat lampu lalu lintas berubah merah. Mereka berhenti mengobrol saat merasakaan mobil terlalu dekat dengan motor mereka. Kening Aurora mengernyit saat melihat mobil di sebelah yang terlalu dekat dengan motor yang ia naiki, sehingga Ardan menggesernya memberi jarak.

Saat kaca mobil itu turun, wajah Arsen yang dihiasi kacamata hitam terapampang nyata. Pria itu menurunkan sedikit kacamatanya, mengamati Ardan dan Aurora juga motor yang di kendarai keduanya. Lalu beralih menatap lamat Aurora yang memicingkan mata menatapnya.

"Wah cuaca panas banget!" seru Arsen seraya menurunkan temperatur pendingin mobilnya, lalu kembali menatap Aurora. "Jadi adem. Panas ya, Ra?"

"Situ yang panas," balas Aurora dengan senyum mengejek lalu memeluk mesra Ardan. Menundukkan kepalanya untuk melihat ke dalam mobil, Arsen hanya seorang diri.

Arsen mendatarkan pandangannya, apalagi saat Ardan tertawa.

"Kalau aja lo milih gue, lo gak bakal kepanasan naik motor sama laki lo yang miskin itu," cibir Arsen tersenyum mengejek.

Aurora melotot garang. "Mulutnya dijaga ya! Mau kusentil tuh mulut! Atau kupukul pake sendal!" ancam Aurora yang di mata Arsen menggemaskan.

Ardan menghentikan Aurora. Ia melirik tajam Arsen yang tersenyum pongah.

"Gak usah ladenin si tukang cari muka itu."

Aurora terkikik mengejek Arsen yang memicingkan mata kesal. "Mas Arsen gak punya muka ya, makanya cari muka?"

Pasangan suami istri itu tertawa, membuat Arsen diam tak berkutik.

Ketiganya bagaikan anak kecil yang saling mengejek. Ardan dan Arsen tanpa sadar bertingkah layaknya Aurora yang mirip dengan anak kecil.

>>>>>>THE NEXT PART 9<<<<<<

CERPENWhere stories live. Discover now