"Kamu marah kenapa sih?" tanya Ardan lembut.

Aurora melengos. Lalu menaruh guling di tengah, diantara mereka. "Besok aja dilanjut. Aku ngantuk." Aurora menguap, lalu kembali merebahkan tubuhnya. Untuk melampiaskan amarahnya butuh tenaga, jadi Aurora ingin mengumpulkan tenaga lebih dulu.

Sementara itu Ardan mendengus geli melihat tingkah Aurora. Ia pun ikut merebahkan tubuhnya lalu memeluk guling. Tidak lagi menganggu Aurora.

Pernah melihat Aurora marah. Dan itu benar-benar menakutkan. Karena Aurora yang ia kenal menggemaskan berubah menjadi wanita yang penuh dengan kesarkasan yang membuat lawannya tak mampu berkutik.

●•••●

Aurora masih mendiamkan Ardan hingga pagi harinya bahkan tidak memberitahu Ardan jika ke rumah Megumi. Hanya mengirim chat untuk Ardan, agar Ardan tidak menganggunya selama sehari ini. Karena kalau Ardan terus menerus membujuknya, sudah pasti Aurora akan luluh.

Freya dan Kalea sedang tidak ada kegiatan jadi keduanya ke rumah Megumi juga. Sementara Citra tidak. Memang, temannya yang satu itu semenjak menikah, jarang kumpul dengan mereka.

Sesampainya di rumah Megumi, sudah ada Kalea dan Freya. Kalea sedang tidur pulas di atas sofa sementara Megumi dan Freya memakai masker, mereka juga menonton televisi seraya mengunyah salad buah yang dibuat Megumi.

"Lesuh amat lo?" tegur Megumi menatap Aurora yang langsung membuang tubuhnya di atas sofa lainnya.

"Berantem ama Ardan, ya?" sahut Freya. Kedua wanita itu tak lagi menatap layar televisi melainkan Aurora yang kini duduk tegak.

Dengan menggebu-gebu Aurora menceritakan apa yang ia dapatkan kemarin dari Rifki dan Tio. Yang membuat Megumi maupun Freya sekaligus berhenti memakan salad di hadapan mereka.

Aurora mendesah kasar di akhir ceritanya kemudian menghempaskan kembali punggungnya untuk bersandar.

Freya dan Megumi mengerjap pelan berusaha mencerna cerita yang disampaikan Aurora.

"Jadi, lo pikir Ardan jadiin elo pelampiasan?" Mereka tersentak saat Kalea tiba-tiba bangun, bahkan Aurora sampai memekik karena terkejut. Ia pikir Kalea tidur.

Kini Kalea duduk tanpa rasa bersalah karena membuat teman-temannya terkejut. Mereka menatapnya bagaikan melihat mayat yang bangkit dari kematiannya.

"Iya Kalea!" ujar Aurora merengek, kini pindah duduk di sebelah Kalea. Memeluk lengan Kalea. Mengadu layaknya anak pada ibunya.

"Wah! Minta dipites si Ardan!" Megumi menggeram marah. Ia segera berdiri, menarik sheet mask dari wajahnya lalu menghempaskannya begitu saja di lantai. "Ayo kita labrak tuh laki lo! Gak bisa didiemin nih!"

Aurora seketika panik. Merasa cemas jika Megumi benar-benar melabrak Ardan. Tau tabiat teman sekaligus kakak iparnya itu.

Freya yang berada di dekat Megumi menahan wanita itu menariknya kembali duduk. "Gumi, rileks. Tarik nafas pelan-pelan, tahan." Megumi mengikuti instruksi Freya. "Hembuskan."

"Tapi, Frey ..."

"No Gumi. Sekarang bukan waktunya bicara pake urat. Tenang, oke?" sela Freya membuat Megumi mendengus kesal memilih menyandarkan tubuhnya.

Freya pun melepas sheet mask dari wajahnya kemudian menatap Aurora. "Ra, udah ngomongin sama Ardan?"

"Belum." Aurora menggeleng pelan seraya memeluk erat bantal yang ada di pangkuannya.

"Kalian bicara yang baik-baik. Obrolin apa yang bikin lo resah. Gini," Freya memperbaiki duduknya. "Lo dapetin informasi ini dari teman-temannya Ardan, jadi lo harus konfirmasi sama Ardan. Apa bener apa yang teman-temannya itu katakan. Dan tentang Ardan yang jadiin lo pelampiasan kan belum tentu benar. Itu cuma pikiran lo yang over."

CERPENWhere stories live. Discover now