32. Papa Ceroboh!

Start from the beginning
                                    

"Mama kalau mau turun tangga jangan sendirian ah. Panggil Papa, Feo atau yang lain. Pokoknya Feo gak mau lagi liat Mama turun tangga sendiri kayak tadi, bahaya tau gak," omel Morfeo dengan mata berkaca-kaca.

Pandangan Morfeo kini beralih pada Wylan yang juga masih sama syoknya.

"Papa juga! Kenapa tinggalin Mama kayak tadi? Kalau tadi Feo gak ada gimana? Kalau tadi Feo gak bisa tangkap Mama gimana? Ceroboh banget sih Papa! Sendirinya mau tambah anak, tapi urus istrinya aja gak bisa!"

Morfeo kini terlihat sangat lucu. Wajahnya memerah menahan amarah, sementara kedua matanya berkaca-kaca karena takut. Namun, ia dengan berani mengomeli dan menasihati kedua orang tuanya.

Sesayang itu Morfeo pada Riona.

"Sutt, udah. Mama udah gak apa-apa, buktinya tadi Feo bisa jaga Mama, kan? Udah, jangan ngomel lagi," ucap Riona menenangkan.

Ia mengusap perutnya pelan seraya membawa Morfeo ke dalam pelukannya.

Bak anak kecil yang baru saja ditinggal ibunya, tangis Morfeo langsung pecah kala dipeluk oleh Riona. Ia menangis hingga sesegukan.

"Mama pokoknya jangan ceroboh lagi. Feo takut. Feo gak mau kehilangan Mama, Feo gak mau ditinggal sama Mama," gumam Morfeo di tengah-tengah isak tangisnya.

Morfeo tahu, setiap orang pasti akan meninggal. Namun, jika boleh memohon, ia ingin mati muda bersama kedua orang tuanya saja.

Rasanya hidup mereka tak akan lengkap tanpa ada salah satunya.

"Iya, Sayang. Maaf sudah buat Feo khawatir, ya. Makasih juga sudah tolong Mama tadi," ucap Riona dengan suara sehalus sutra.

Morfeo pun melepaskan pelukan mereka, ia mengusap air matanya yang masih berjatuhan. "Yaudah, kalau begitu Feo mau pergi kerja kelompok dulu. Mama sama Papa juga mau pergi kan?"

Riona mengangguk dengan senyum hangat. "Hati-hati, ya. Kamu bawa motor, kan? Jangan ngebut, mentang-mentang baru buat SIM."

"Iyaa, Ma." Morfeo berbalik menatap Wylan tajam. "Awas kalau Papa gak jaga Mama Feo dengan baik. Feo bakal mogok ngomong sama Papa kalau sampai Mama lecet dikit aja."

Wylan dibuat tercengang dengan ucapan Morfeo. Sebenarnya yang suami Riona di sini siapa, ya? Dia atau anak-anaknya? Jika ia disebut posesif, lantas anak-anaknya ini disebut apa? Super posesif?

"Iya astaga. Kamu ini, udah sana pergi. Syuh, syuh," usir Wylan layaknya mengusir anak ayam.

----

Wylan dan Riona kini memasuki ruangan periksa kala nama Riona dipanggil. Hari ini jadwalnya Riona untuk memeriksakan kandungan, dokter kandungan yang mereka datangi sendiri adalah dokter yang mengurus kehamilan Riona dari yang pertama hingga saat ini.

Sudah cukup berumur, tetapi profesional di bidangnya.

Dan tentu saja yang paling penting adalah ... dokternya seorang wanita.

"Silakan baring dulu, Bu," titah dokter bernama Neisya itu.

Riona hanya menuruti perintah dokter seraya berbaring di ranjang yang telah di sediakan. Di sebelah ranjang tampak ada meja kecil yang berisi alat USG di atasnya.

"Hari ini mau USG, ya?" tanya Dokter Neisya seraya menyiapkan peralatannya.

"Iya, Dok. Udah gak sabar lihat bayinya nih," sahut Riona dengan senyum lebar dan hati yang berharap-harap cemas.

Dokter Neisya sendiri yang melihat betapa antusiasnya Riona pada kehamilan ini turut merasa bahagia. Dulu, ia bisa mengingat jelas jika Riona ini adalah salah satu pasiennya yang ajaib.

Riona sama sekali enggan menjaga kehamilannya. Bahkan beberapa kali Riona datang karena efek dari percobaan menggugurkan kandungan yang ia lakukan. Namun, ajaibnya bayi yang dikandung Riona sangat kuat dan tak pernah gugur atau cacat.

"Maaf, saya izin angkat sedikit dulu, ya," ucap Dokter Neisya sebelum mengangkat atasan yang dikenakan Riona.

Ia kemudian mengoleskan gel ke atas perut buncitnya Riona, kemudian mengambil alat USG dan menempelkannya di perut Riona.

Gambaran janin langsung tercetak jelas di monitoring berwarna hitam-putih itu. "Kita dengar suara detak jantungnya, ya," ucap Dokter Neisya.

Suara detakan jantung yang cukup sehat langsung menghangatkan hati Riona dan Wylan, mereka berdua menangis haru mendengar detak jantung calon anak mereka.

"Detak jantungnya bagus, janinnya juga sehat. Bobot janin juga normal nih, sehat banget janinnya. Semua anggota tubuhnya udah mulai terbentuk sempurna," ucap Dokter Neisya menjelaskan rincian janin yang dilihatnya.

Senyum lega sontak tercetak di wajah pasangan suami istri itu kala mengetahui calon anak mereka baik-baik saja. Setelah selesai mencetak hasil USG, dokter Neisya pun membereskan peralatannya dan mengelap gel perut Riona.

Mereka bertiga kembali duduk di kursi yang disediakan di ruangan itu.

"Semuanya cukup bagus, ya. Saya bakal resepkan vitamin saja untuk saat ini, Ibu Riona sendiri ada keluhan atau apa gitu?" tanya Dokter Neisya seraya menuliskan resep.

Kepala Riona menggeleng pelan. "Saya gak punya keluhan sama sekali, bulan kelima ini saya benar-benar merasa nyaman."

"Memang kata ibu-ibu yang lain, bulan kelima itu bulan paling nyaman selama kehamilan," ucap Dokter Neisya dengan tawa jenakanya. "Oh iya, ada satu hal lagi ini."

Dokter Neisya mengubah ekspresinya menjadi lebih serius, menatap Wylan dan Riona bergantian.

"Mengingat kehamilan ini terjadi di usia Ibu Riona yang sudah gak muda lagi, saya mohon agar dijaga dengan baik, ya. Bapak juga harus jadi suami siaga, jangan biarkan Ibu kelelahan atau apa. Nutrisinya dijaga dan kalau ada keluhan sekecil mungkin langsung telepon saya," pesan Dokter Neisya. "Kehamilan di usia kepala tiga ini sudah terhitung rawan."

Riona dan Wylan mengangguk, sebelum diberitahukan pun mereka sudah memikirkan risiko kehamilan ini sebelumnya.

"Ditambah, Ibu Riona memiliki riwayat hipertensi pada kehamilan ketiganya. Mohon untuk menjaga kondisi mental dan pikiran Ibu Riona, jangan sampai stress dan membuat tekanan darahnya naik."

----

To be continued...

HAII BESTIEE! APA KABAR? MAU DOUBLE UPDATE GAK?

YUK TEMBUSIN 1K KOMENTAR BESTIE^^

SPAM NEXT DI SINI!

Mau tanya dong, apa sih yang bikin kalian suka sama cerita ini?

Be a Good Mother [Terbit]Where stories live. Discover now