Chapter 12

3.3K 353 25
                                    

Setelah kembali ke Jakarta, Ravin tidak langsung pulang ke rumah majikannya, melainkan menginap di rumah Dion selama satu malam. Dia mengatakan pada Rasya kalau dirinya masih berada di kediaman orang tuanya. Pagi ini baru dia kembali ke rumah sang majikan.

"Bagaimana keadaan orang tua kamu, Edi?" tanya Rasya. Saat ini mereka berdua tengah berada di supermarket untuk belanja bulanan.

"Alhamdulillah, ayah dan ibu saya sehat." Ravin memang bercerita kalau ibu kandungnya sudah meninggal dunia, selama ini dia di rawat dan di besarkan oleh ibu tiri yang baik hati.

"Bagaimana campingnya, Bu. Seru ga?" tanya Ravin, pria itu  mendorong troli supermarket di belakang sang majikan. Rasya memang selalu mengajak sopirnya kalau pergi berbelanja bulanan dari dulu.

Membahas tentang camping, tiba-tiba Rasya teringat pada salah satu mahasiswanya. Yup, siapa lagi kalau bukan Ravindra Hamzah. "Emmm, menyenangkan, saya suka tempatnya. Meski saya sempat tersesat di hutan."

Sejak pulang dari camping, Rasya belum berkomunikasi lagi dengan Ravin, cowok yang sudah menjungkirbalikkan hatinya, semenjak kejadian di gubuk malam itu.

"Kok bisa sampai tersesat, Bu. Tapi Ibu ga apa-apa 'kan?" ujar Ravin penasaran. Dia hanya ingin tahu bagaimana perasaan dosennya itu pada dirinya sekarang.

"Enggak kok, kebetulan saya tidak sendiri. Sebenarnya bukan tersesat sih, tepatnya hari itu hujan turun dengan deras, jadi saya dan salah satu mahasiswa memilih untuk berteduh di sebuah gubuk,"

"Ibu berdua saja sama mahasiswa, Ibu?"

Rasya mengangguk. Mengingat Ravin, ia jadi bertanya-tanya, apa kabar anak itu. Kenapa jadi kepikiran tuh bocil, ya? batin janda berusia dua puluh delapan tahun itu.

"Dia ganteng ya, Bu?" Rasya mengangguk lagi, membuat Ravin tersenyum lebar.

"Eh, apa kamu bilang?"

"Saya tanya, mahasiswa yang tersesat sama Ibu itu ganteng 'kan?"

"Ya gantenglah, orang dia cowok." Rasya jadi salah tingkah, tapi emang benar 'kan, kalau si Ravin itu ganteng?

"Kamu 'kan sering bertemu sama dia," ujar Rasya. Wanita itu lalu pergi melangkahkan kakinya ke rak yang berisi buah-buahan.

"Pasti ibu ga bisa move on dari saya, ya?" Ravin terkekeh. Belum saatnya dia mengakui identitas aslinya pada sang dosen, masih menunggu waktu yang tepat untuk membongkar siapa dirinya di hadapan Rasya.

Saat hendak pergi menyusul sang majikan, Ravin tak sengaja menabrak seseorang hingga orang itu terjatuh.

Brukkk

"Maaf, Bu. Maafkan saya." Ravin langsung membantu seorang ibu-ibu yang ia tabrak.

"Tidak apa-apa, Nak. Saya juga salah," ujar ibu tesebut ramah.

"Mama," batin Ravin. Ya perempuan itu ibu tiri Ravin yang juga sedang berbelanja.

"Se-sekali lagi saya minta maaf." Ravin takut sang ibu mengenalinya. Ravin kemudian membantu ibunya berdiri. Jujur ingin sekali dia memeluk wanita yang telah membesarkannya, tapi dia takut bossnya akan curiga.

"Terimakasih," ujar ibu Ravin. Wanita paruh baya itu memandang wajah pemuda dihadapannya lekat. Pemuda ini mengingatkannya pada putra bungsunya.

"Ravin?!" seru istri dari Rudi Hamzam. Ravin gugup saat perempuan yang memakai gamis berwarna maroon itu hendak membuka kacamatanya.

"Edi!" Rasya datang menghampiri mereka berdua. "Ada apa ini?"

"Maaf, Bu. Saya tadi nabrak Nyonya ini," ujar Ravin. Untung saja boss cantiknya cepat datang.

"Maafkan sopir saya, Bu. Ibu tidak apa-apa?"

"Tidak, Nak. Kebetulan saja juga salah."

"Kamu udah minta maaf, Ed?"

Ravin mengangguk, "Udah, Bu." Lalu membungkukkan badan ke arah ibunya, "Sekali lagi saya minta maaf, Bu. Saya permisi."

"Mari, Bu. Kami duluan."

"Iya, Nak. Hati-hati."

"Mungkin karena aku rindu Ravin, makanya aku berpikir pemuda itu, anakku," batin ibu Ravin.

******

Rasya dan Ravin tidak langsung pulang kerumah, tadi di jalan tiba-tiba Rasya ingin makan kerak telor. Di zaman sekarang sangat sulit menemukan makanan tradisional khas Jakarta itu. Hampir satu jam mereka mengelilingi jalanan ibukota, Rasya hampir putus asa, dan memilih kembali kerumah, tapi di tengah jalan menuju rumah, Ravin melihat ada penjual kerak telor dan langsung turun membelikan majikannya makanan yang berbahan dasar beras ketan putih, telur ayam atau bebek dan ebi.

"Ibu tunggu di mobil, ya. Biar saya yang beli kerak telornya," ujar Ravin, sambil membuka seatbeltnya.

"Aku ikut, aku ingin melihat langsung pembuatannya." Rasya telebih dahulu turun dari mobil.

"Bang, kerak telornya tiga, di bungkus, pake telor ayam, ya," ujar Rasya pada pedagang kerak telor. Memang dia tidak begitu suka telur bebek, jadi setiap membeli kerak telor pasti pake telur ayam.

"Siap, Mpok," kata pedagangnya.

"Edi, kamu mau juga?"

"Enggak, Bu. Terimakasih," ujar Ravin yang sudah berdiri di samping Rasya. "Kok belinya banyak, Bu?"

"Lagi pengen aja, akhir-akhir ini saya sering laper." Rasya menaikkan bahu, nafsu makannya memang sedang naik beberapa hari ini.

Ravin mengangguk paham, dia pikir mungkin sekarang bossnya itu sudah move on dari sang mantan suami, itu sebabnya Rasya makan banyak.

*****

"Kalau menurut kamu, terlalu cepat ga, kalau sekarang saya  menerima laki-laki lain?" tanya Rasya, sambil makan kerak telor dia mencoba meminta pendapat dari sopirnya, mereka berdua masih dalam perjalanan pulang.

"Ceritanya Ibu sudah move on dari pak Tama?"

"Jangan sebut laki-laki itu lagi, mau muntah aku dengarnya."

"Maaf, Bu. Emang siapa laki-laki yang sekarang dekat dengan Ibu?" Meski yakin kalau saat ini Rasya mulai menyukainya, tapi Ravin ingin mendengar sendiri dari mulut dosennya.

"Itu ..., emm. Boleh ga, kalau saya mencintai pria yang lebih muda dari saya?"

Entah kenapa Rasya ingin bercerita pada sang sopir tentang kehidupan pribadinya, biasanya putri bungsu Asgar itu tertutup pada orang luar, meski dia sudah kenal lama dengan orang tersebut.

"Boleh-boleh saja sih, kalau menurut saya. Yang penting laki-laki itu mencintai Ibu dengan tulus dan setia," ujar Ravin.

"Emang siapa pria itu?"

"Sebenarnya saya belum terlalu yakin, karena dia baru berusia dua puluh tahun, takutnya dia cuma main-main saja." Rasya menghentikan kegiatan makannya, hatinya bimbang. Di satu sisi dia ingin menerima Ravin, tapi di sisi lain Rasya takut di kecewakan lagi oleh laki-laki.

"Dia mahasiswa di tempat saya ngajar," ujar Rasya.

"Jadi Ibu mencintai mahasiswa Ibu sendiri?" Ravin bersorak gembira dalam hati.

"Belum. Dia belum pernah mengatakan cinta pada saya," ujar Rasya. Memang benar 'kan kalau pemuda itu belum mengatakan cinta?

Ravin tampak berpikir, perasaan dia sudah mengatakan cinta pada Rasya, apa mungkin wanita itu lupa?

"Emang kalo dia mengatakan cinta, Ibu akan menerima dia?"

"Maybe," jawab Rasya sambil membuka kembali bungkus kerak telor yang ketiga.

"Itu bungkus terakhir loh, Bu." Sekarang Ravin teringat kakak iparnya saat hamil keponakannya, wanita itu juga jadi sering makan banyak.

"Memang kenapa?" tanya Rasya tanpa dosa. "Orang aku masih lapar."

"Ibu sedang hamil?"

"Apa?"

Bersambung

Typo bertebaran, belum sempat revisi

Kamis, 10 Feb 2022
THB





My Brondong Driver (Aldama Family Seri 12)Where stories live. Discover now