Chapter 11

3.6K 350 21
                                    

Rasya membuka mata perlahan saat sinar matahari yang masuk melalui celah gubuk menusuk retina, kepalanya terasa pusing. Janda berusia dua puluh delapan tahun itu mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat di mana ia berada sekarang, Rasya mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi padanya semalam.

"Ravindra!" Rasya pikir dia hanya mimpi bercinta dengan salah satu mahasiswanya, tapi setelah melihat tidak ada satu helai benang pun pada tubuhnya, membuat Rasya merutuki dirinya karena sudah tergoda oleh pria yang jauh lebih muda darinya.

"Dasar bodoh kamu, Sya. Bisa-bisanya tergoda sama anak muridmu sendiri," ujar Rasya. Dia lalu mencari keberadaan Ravin, tapi tidak menemukan laki-laki itu di dalam gubuk.

"Kemana dia? Apa jangan-jangan bocah itu pergi meninggalkanku?"

"Siapa yang Ibu maksud dengan bocah?" suara Ravin mengagetkan Rasya. "Bocah tapi sudah bisa bikin bocah," lanjutnya sambil terkekeh.

"Ya Tuhan, Ravindra. Kamu darimana saja?" Rasya menaikkan selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke ujung leher.

Ingatan Rasya kembali pada kejadian tadi malam saat mereka melewati malam panas bersama, keduanya sama-sama mendambakkan satu sama lain. Apalagi Rasya yang seperti wanita kurang belaian.

"Saya habis beli sarapan, Bu. Ini ada nasi uduk. Ternyata tak jauh dari sini pemukiman warga." Ravin memberikan satu bungkus nasi yang ia beli dari warung.

"Lalu selimut ini darimana?Bukannya kamu bilang tidak ada selimut?"

Ravin tersenyum lalu mendekati dosennya itu, " Tadi pagi saya keluar mencari bantuan, saya bilang kita tersesat dan istri saya sakit, lalu saya minjem selimut dari salah satu warga, maaf ya, kalau saya bilang Ibu istri saya. Karena takut kita di grebek, kalau warga tau kita belum menikah."

Rasya mengangguk, "Iya ga apa-apa, daripada di grebek orang sekampung."

Saat ini Rasya merasa sangat  malu pada Ravin, hingga tidak berani menatap laki-laki di hadapannya.

"Kalau Ibu mau mandi, di belakang gubuk ini asa sumur, tapi airnya dingin."

"Bu, Bu Rasya kenapa? Ada yang sakit?" heran Ravin.

"Eng-ga, saya mau bersih-bersih dulu, baju saya kering 'kan?" jawab Rasya gugup.

"Masih sedikit basah, sih. Nanti akan kering sendiri jika sudah di pakai,"

"Udah, kamu tunggu di luar, saya mandi dulu, baru kita kembali ke tempat camping."

"Oke, tapi kalau Ibu butuh apa-apa, langsung panggil saya."

Rasya mengangguk, berbeda dengan dirinya yang merasa gugup, Ravin, bocah itu terlihat biasa saja seperti tidak terjadi sesuatu di antara mereka.

Sementara menunggu dosennya mandi, Ravin keluar mencari sinyal cellular, dia ingin memberi  mengabari Dion, kalau dirinya baik-baik saja. Tapi nihil, tidak ada satu pun panggilan yang terhubung.

Sebenarnya Ravin tahu jalan kembali ke tendanya, hanya saja kemarin hujan dan dia masih ingin bersama Rasya, membuatnya memilih menginap di gubuk bersama sang majikan.

"AAAAAAAA!" Mendengar teriakan Rasya, Ravin cepat-cepat berlari ke arah suara.

"Ada apa, Bu?" Laki-laki itu ikut panik, takut terjadi sesuatu pada Rasya.

"Ada cacing di bawah sana." Rasya menunjuk ke arah ember yang sudah ia isi dengan air untuk mandi. Dia sudah berada di sumur pompa tangan yang memang hanya beralaskan tanah,  otomatis banyak binatang yang hidup di sana salah satunya cacing.

"Kok bisa sih dia ada di situ." Wanita itu bergidik jijik melihat cacing berwarna merah.

"Ya di sana 'kan memang tempat dia, Bu." Ravin lalu nengangkat ember itu, kemudian menyingkirkan cacingnya dari sana.

My Brondong Driver (Aldama Family Seri 12)Where stories live. Discover now