Chapter 8

3.7K 347 6
                                    

"Hari ini saya akan pulang agak telat, ga apa-apa 'kan kamu nunggu lama?" ucap Rasya, dia sudah kembali mengajar. Tadi pagi wanita itu bangun dalam keadaan yang lebih baik, Rasya sudah  ikhlas menerima jalan takdirnya, tapi untuk saat ini belum kepikiran mencari pengganti Tama, mungkin hidup sendiri akan lebih baik sampai tiba waktunya Tuhan mengirim pendamping untuk dirinya.
Rasya percaya Tuhan akan mengganti apa yang telah pergi dengan sesuatu yang lebih indah.

"Iya, Bu. Tidak masalah, saya akan nunggu di sini," kata Ravin, mereka baru saja tiba di parkiran  kampus.

"Kalau kamu mau jalan-jalan, pergi saja. Biar ga bosen."

"Baik, Bu. Tapi untuk sekarang saya ingin tidur,"

Seperti biasa setelah kepergian Rasya, Ravin bergegas mengganti pakaiannya, lalu masuk ke kelasnya.

"Hei, Vin. Lu ikut camping ga?" tanya Dion, Ravin sudah masuk ke dalam kelasnya.

"Kemana?" Laki-laki itu belum melihat pengumuman.

"Lembang."

"Lu ikut?"

"Pasti, dong. Gua mau nembak Vidya di sana." Vidya adalah salah satu mahasiswi yang di taksir oleh Dion.

"Gua ga tau, bisa ikut apa enggak,"

"Payah lu kalo ga ikut. Di sana kita bisa lebih dekat dengan para mahasiswi, rugi kalo ga ikut."

Sebenarnya Ravin ingin ikut, tapi takut tidak di izinkan. "Gua liat dulu keadaannya. Bisa ikut apa enggak."

Tak lama kemudian Rasya masuk ke kelas. Berita perceraian Rasya juga sudah menyebar di seluruh area kampus, semua orang sudah tahu kalau sekarang Rasya seorang janda. Banyak para dosen laki-laki yang terang-terangan mendekati janda itu.

"Siapa saja di sini yang akan ikut camping? Saya akan jadi guru pembimbing di sana," ujar Rasya.

Semua mahasiswa mengacungkan tangan mereka, kecuali Ravin.

"Kenapa kamu tidak ikut, Ravindra?"

"Hah?!" Ravin mentap ke sekeliling, teman-temannya semua ikut.

"Saya akan ikut kok, Bu." Setelah tahu Rasya ikut, Ravin juga akan pergi camping, dia bisa beralasan ingin mengambil libur selama Rasya pergi ke Lembang.

"Bagus. Jadi kalian semua ikut? Nanti kalian liat aja pengumuman, apa-apa saja yang harus kalian bawa selama bercamping nanti. Cukup membawa barang yang di perlukan saja."  Anak-anak mengangguk paham, setelah menjelaskan tentang acara yang akan mereka lakukan di Lembang, Rasya kemudian memulai pelajaran hari ini.

*****

Saat ini Rasya sudah berada parkiran, dia ingin mengambil sesuatu yang tertinggal di dalam mobil. Berkali-kali wanita itu menghubungi sopirnya, tapi tak kunjung di angkat.

"Kemana sih tuh anak?" Rasya berdecak kesal karena Edi tidak menjawab panggilannya.

"Mampus gua, kenapa bu Rasya ada di sini," umpat Ravin. Dia juga ingin mengambil barangnya dalam mobil. Saat mengecek ponselnya ternyata ada puluhan panggilan tak terjawab dari sang majikan, Ravin memang menggunakan mode silent selama di kelas tadi.

"Ibu lagi nyari sopirnya ya?" tanya Ravin mendekati Rasya. saat ini dia sedang menjadi Ravindra.

"Iya. Kamu liat sopir saya?"

"Eh, anu ..., baru saja saya bertemu dengannya, dia bilang mau makan di sana. Mungkin masih lama kembalinya, Bu. Emang ada perlu apa ya?"

"Saya mau mengambil sesuatu di dalam."

"Kata sopir ibu, dia akan lama, Bu," bohong Ravin.

"Ya sudah ga apa-apa, saya harus kembali ke kelas."

Ravin mengelus dadanya, hampir saja.

"Oh ya, kamu sedang apa disini?" Rasya kembali menghampiri mahasiswa-nya itu.

"Anu ..., saya juga mau mengambil barang yang ketinggalan di mobil saya,"

"Jangan bilang kamu mau kabur."

"Ga mungkinlah, Bu. Saya ini anak baik, ga ada kabur-kaburan dari kampus," ujar Ravin.

'Kecuali kabur dari rumah,' lanjutnya dalam hati. 'Eh gua ga kabur, tapi di usir.' Ravin tertawa miris.

"Ya sudah cepat kembali ke kelas."

"Baik, Bu."

Setelah dirasa aman, Ravin masuk ke dalam mobil majikannya dan mengambil barangnya yang tertinggal.

Ketika sedang berjalan menuju kelasnya, Ravin di kejutkan dengan kedatangan seseorang.

"Ravin!" Panggil orang itu. Ravin mendekati orang yang memanggilnya lalu mencium telapak tangan orang tersebut sebagai tanda hormat.

"Apa kabar, Kak?" ujar Ravin pada kakak tertuanya, Rajendra Putra Hamzah atau biasa Ravin panggil kak Andra.

"Kamu yang apa kabar?" kata Andra.

Lain ayah lain anak, berbeda dengan ayahnya yang sangat membenci Ravin, justru Andra begitu mencintai adiknya tersebut, dia selalu ingat kata-kata sang ibu saat hamil Ravin dulu. Ibunya bilang Andra harus menyayangi kedua adiknya, Raihanah Putri Hamzah adik perempuannya dan adik bayi yang akan segera lahir. Saat ibunya meninggal Ravin berjanji akan menjaga dan melindungi adik-adiknya sepenuh hati. Waktu itu Andra sudah duduk di bangku SD, jadi dia sudah mengerti apa yang terjadi.

"Kakak baik. Katanya kamu pergi dari rumah?" Ravin mengangguk.   Andra sendiri baru tahu, karena dia baru pulang dari perjalanan bisnisnya ke luar negeri. Dia pikir ayahnya tidak akan tahu saat Andra mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk Ravin.

"Papa ngusir aku, Kak," ujar Ravin.

"Sekarang kamu tinggal dimana, kenapa tidak tinggal di rumah kakak, atau rumahnya kak Ana."

"Aku sudah kerja, dan sekarang tinggal di tempat kerjaku."

"Papa tidak benar-benar mengusir kamu, pulanglah. Kakak yakin Papa akan senang kamu kembali kerumah kak Ana?"

"Dari dulu Papa memang ga suka sama aku. Ada atau engaknya aku di rumah, itu malah membuat Papa senang."

"Atau kamu tinggal saja dengan Kakak, kamu kerja di kantor bantu Kakak."

"Maaf Kak, aku senang dengan kerjaanku yang sekarang."

"Emang kamu kerja apa?"

"Sopir pribadi,"

"Sopir pribadi? Kenapa ga kerja di kantor saja?"

Ravin menggeleng, "Aku nyaman kerja dengan mereka, Kak. Meski gajihnya ga seberapa. Lagian aku ingin mandiri tanpa kalian."

"Terserah kamu, yang penting kamu senang, tapi kalau butuh apa-apa, langsung hubungi Kakak." Andra menepuk pundak sang adik yang tubuhnya lebi  besar darinya.

"Pasti, Kak. Terimakasih udah merhatiin aku,"

"Jelas Kakak peduli sama kamu. Kamu tuh adik Kakak, Ravin. Kakak ga mau kamu kenapa-kenapa." Andra sering berdebat dengan ayahnya kalau dia meminta pada laki-laki itu untuk memberi perhatian pada adik bungsunya.

"Sekali lagi makasih. Aku balik ke kelas lagi, oke."

"Ingat jangan bikin ulah yang bikin Papa semakin marah."

Ravin hanya tersenyum, sangat sulit mengambil hati laki-laki paruh baya itu. Padahal kehilangan ibunya bukan mau Ravin. Kalau boleh minta, mungkin akan lebih baik kalau dia yang tidak selamat.

Jumat, 28 Jan 2022
Tuti H Buroh

My Brondong Driver (Aldama Family Seri 12)Where stories live. Discover now