Satu

17.9K 4.4K 303
                                    

"Abang Malik, mau jadi cowok Yaya, nggak? Atau mau jadi suami Yaya?"

Ketika Magnolia menyatakan perasaannya kepada Malik Galih Kencana, tepat di hari Valentine, hari yang sama dengan tanggal kelahirannya, gadis yang genap berusia empat belas tahun itu hanya mendapatkan sebuah dengusan dari bocah tampan yang berusia sebaya dengan Dimas, abang semata wayangnya. Malik tinggal berseberangan dengan rumah mereka dan menjadi kawan main Dimas sejak kanak-kanak. Meski begitu, dia selalu membuang muka bila sosok Magnolia ikut nimbrung ketika mereka bermain.
Padahal dia sudah menyiapkan diri selama seminggu untuk menyatakan suka seperti adegan dalam komik yang selalu dia baca di tempat penyewaan. Tapi, entah kenapa hasilnya malah tidak berjalan mulus. Bukannya anggukan atau sekadar balasan bilang "Akan kupikirkan" atau "kamu nggak cocok buatku", respon yang dia dapatkan benar-benar di luar ekspektasi Magnolia.

Akan tetapi, bunda Malik, Laura Hasjim, hanya menanggapi pernyataan perasaan Magnolia dengan tawa kecil. Setiap dia melihat anak tetangganya tersebut menggoda putra semata wayangnya, Laura malah memanas-manasi Malik dan berkata bahwa di masa yang akan datang, dia bisa jadi jodoh yang baik untuk Magnolia. Namun, seperti sebelum-sebelumnya, Malik hanya menganggap ibunya sedang bergurau dan dia lebih memilih menjauh dari rumahnya dan menyepi entah ke arah perpustakaan yang memang berada tidak jauh dari kompleks rumah mereka atau bahkan toko buku, ke mana saja asal tidak sering-sering bertemu dengan Magnolia. 

"Jangan diambil hati. Malik memang gitu, agak sedikit kaku, sok introvert." Laura menjelaskan ketika dia berdiri di depan pagar rumahnya. Magnolia remaja sedang memegang sebatang cokelat merk Silverqueen berhias pita berwarna merah yang tadinya hendak dia serahkan kepada Malik. Sayang, bocah enam belas tahun tersebut keburu berlalu sembari menarik tangan Dimas yang tidak percaya dengan kelakuan adik kandungnya tersebut.

"Nggak apa, Bude. Coklatnya buat Bude aja." Magnolia menyunggingkan senyum lebar dan menyerahkan cokelat dalam pegangannya kepada Laura, lalu dia pamit dan bergerak menuju sepeda miliknya yang berwarna hijau lumut. Terdapat sebuah bel di gagang sebelah kanan dan dia siap menaiki benda tersebut ketika didengarnya Laura memanggil.

"Yaya mau ke mana? Malik ke arah sana, loh." 

Magnolia kembali tersenyum kepada Laura, lalu dia menunjuk ke arah kantong kertas yang berada di dalam keranjang di depan sepeda, "Mau ke pasar. Jualan kain lap dulu, mumpung libur."

Tanggal empat belas Februari jatuh pada hari Minggu. Sudah genap empat bulan sejak kematian Papa, Magnolia mengusahakan semua yang dia bisa demi bertahan hidup. Bila tidak ada musim lomba, dia akan pergi ke pasar. Dengan tabungannya, dia membeli apa saja dalam jumlah lusinan dan menjualnya kembali dalam bentuk eceran. Selusin lap kotak-kotak dijual dengan harga empat belas ribu. Dia membeli sekitar sepuluh lusin. Sisa stok diletakkannya di dalam kamar dan Magnolia biasanya membawa empat atau lima lusin yang dijual seharga sepuluh ribu untuk empat bijinya. Bila dagangannya laku, dia akan kembali ke pusat grosir, membeli stok lap dan mengambil selisihnya untuk membeli barang lain keesokan harinya. 

Biasanya, Magnolia akan mampir ke penjual nasi uduk langganannya. Dia sudah menjadi semacam penyalur nasi uduk untuk teman-teman di sekolah. Ada sekitar dua puluh atau tiga puluh teman yang menitip dan dia mendapat upah lima ratus sampai seribu rupiah untuk satu bungkusnya, ditambah satu bonus dari penjual, Bu Laras, untuk jatah sarapan Magnolia, yang kemudian dia berikan buat Dimas. 

Magnolia jarang sarapan dan dia hanya suka minum air putih dan dua butir permen susu kesukaannya. Perpaduan tersebut cukup membuatnya kenyang hingga siang. Dia baru akan makan bila ada sisa nasi yang tidak laku atau membeli nasi di warteg tidak jauh dari pasar.

Sejak Mama mengatakan tidak akan mengurusinya lagi, Magnolia mulai menguatkan diri. Dia mampu bertahan selama berbulan-bulan tanpa sokongan dana sekalipun sang abang mati-matian menyisihkan uang jajannya untuk sang adik.

"Nggak, Mas. Lo nabung aja. Papa memang punya warisan. Tapi itu buat kalian, anak-anak sahnya, sementara gue… gue nggak tahu, status gue sendiri entah di dalam keluarga ini, di mata negara, atau di mata agama. Gue mungkin baru umur empat belas. Tapi, gue udah tanya ama ustadzah di pengajian, anak kayak gue, hasil selingkuhan, nggak berhak dapat apa-apa, bahkan binti Papa."

Tidak ada yang lebih menyedihkan buat Dimas dibanding menyaksikan adik bungsunya tersenyum dan melambaikan tangan menolak pemberiannya walau itu sisa uang jajannya sendiri.

"Mama bilang, gue anak haram." 

Anak haram nggak berhak dapat apa pun. Dia mendengar dengan jelas umpatan ibunya kepada Magnolia beberapa bulan lalu. Tapi, adiknya tidak marah. 

"Buat apa marah? Toh, yang Mama bilang semuanya benar."

Dimas tidak tahu kebenaran ucapan si bungsu. Akan tetapi, hal tersebut membuatnya makin giat belajar dan tidak ingin mengecewakan Magnolia, Yaya kesayangannya, si kecil yang bahkan sanggup bekerja dengan giat agar perutnya tetap terisi.

"Kalau Mamas malu punya adik kayak Yaya, seperti yang dirasakan Keke, kasih tahu, ya. Yaya bakal pergi jauh…"

Dimas selalu melarang Magnolia mengabulkan keinginan yang tidak pernah dia setujui. Adik bungsunya selalu ingin pergi karena tidak tahan selalu diusir dan ditelantarkan oleh Mama dan Kezia, akan tetapi, bila Magnolia pergi, ke mana Dimas akan mencari adiknya? Ke mana gadis kecil itu akan tinggal? 

“Ke mana aja, Mas. Yaya punya satu misi…” 

Magnolia tidak pernah menyudahi kalimatnya sekalipun Dimas memintanya untuk melanjutkan. Magnolia memilih mengunci bibirnya rapat-rapat dan dia hanya memberikan seulas senyum kepada satu-satunya abang yang dia punya tersebut.
Sedang rahasiannya akan dia simpan sendiri. Rahasia tersebut bakal jadi misi yang akan dia selesaikan nanti, bila dia telah dewasa dan bila waktunya telah tiba, sebagai pembuktian terakhir dan bila Tuhan masih sayang kepadanya, misi tersebut akan jadi hadiah paling indah buat Dimas, abang kesayangannya.

                    ***

(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan RumahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang