23. Putus

9.2K 476 7
                                    

Double sial, cuaca saat ini sedang tidak baik. Gani sangat khawatir dengan Lila, ia harus segera menyusul tapi tak bisa. Gani harus menunggu hujan reda dahulu, bahkan angin saat ini juga sangat kencang.

Gani duduk disebuah gubuk tua, disana ada beberapa orang juga yang sedang menunggu hujan reda. Tapi untunglah, gubuk itu milik salah seorang warga yang menjual beberapa keperluan dan makanan ringan. Ia memesan kopi hangat dan beberapa gorengan untuk mengganjal perut.

"Rokok, Bang?" Seorang pemuda datang mendekati Gani sambil menawari rokok.

"Makasih, tapi saya engga merokok." Pemuda itu hanya mengangguk pelan.

"Seminggu ini cuaca disini emang kurang bagus, tapi mudah-mudahan besok cerah. Abang sendirian aja?"

"Iya. Kamu orang sini?"

"Iya, Bang. Mau bawa mereka, baru pertama kali katanya." Pemuda itu menunjuk rombongan yang sedang asik mengobrol.

"Saya sudah beberapa kali kesini sih."

"Pantes Bulek Menik kenal sama Abang. Tadi saya lihat Abang ngobrol-ngobrol sama Bulek ya kedengeran sedikit lah apa yang diobrolin Abang sama Bulek."

Gani sedikit terkekeh. "Iya, saya mau jemput seseorang. Katanya baru tadi pagi dia naik. Semoga malam ini bisa sampai di camp area pos terakhir."

"Kalau Abang udah sering kesini pasti bisa. Abang hati-hati nanti, soalnya sendirian. Kalau engga sanggup ngecamp aja di pos 3. Saya sama rombongan juga rencana mau camp di pos 2."

"Iya, kalian juga hati-hati." Gani senyum ramah.

***

Gani menyusuri jalan setapak yang lumayan licin. Pemuda yang tadi menawari rokok beserta tim rombongannya berada jauh dibelakang Gani. Beruntungnya Gani masih mengingat jalur mana yang harus dilewati dan tempat itu belum berubah banyak.

Ia harus mengejar waktu, malam ini harus sudah sampai ketempat tujuan dan berharap besok paginya ia dapat menemukan seorang Kalila yang sudah membuatnya cemas setengah mati.

Ia tidak peduli dengan udara dingin yang menusuk kulitnya, langit semakin gelap. Gani mengambil senter yang ada didalam ranselnya. Dengan hati-hati namun pasti ia menyusuri jalan yang semakin ekstrim, kalau tidak hati-hati maka akan tergelincir. Jalan kecil itu juga semakin menanjak dan banyak kerikil yang sudah tidak kokoh, bahkan ketika Gani menginjaknya beberapa kerikil berjatuhan.

Tiba-tiba Gani menghentikan langkahnya.

"Gak salah Lila kesini? Kalau gue dibohongin Eyang gimana?"

Gani meneguk air mineralnya. "Engga mungkin Eyang bohong sih, tapi kok gue ragu ya kalau Lila ada disini."

Krik krik. Hanya jangkrik yang menjawab ucapan Gani.

Gani terus meyakini dirinya kalau Eyang tidak mungkin bohong padanya. "Lila ada, Lila ada. Ga boleh suudzon sama orang tua." Mulutnya terus komat kamit sepanjang perjalanan.

Gani teringat kejadian tadi sebelum dirinya memutuskan kesini. Ia berharap Lila muncul dari balik pintu rumah Eyangnya, nyatanya Eyang malah menunjuk kearah gunung yang menjulang tinggi.

Ya, Lila pergi naik gunung sebelum Gani sampai dirumah Eyangnya. Dari jawaban Eyang, mungkin hanya berjarak beberapa menit saja. Jika saja Eyang memberitahunya lebih awal, mungkin ia sudah bertemu dengan Lila sekarang. Tapi kenyataannya ia malah sendirian ditengah hutan seperti ini. Untung saja hujan sudah berhenti, walau jalan yang harus ia lewati begitu licin.

Rasanya Gani kesal sekali dengan Eyang waktu tau kalau Lila pergi mandaki gunung, tetapi ia juga berterimakasih katena sudah diberitahu keberadaan Lila sekarang. Dan satu lagi, ternyata Eyang meminjamkan peralatan mendaki milik Kenza yang ditinggalkan dirumah Eyang. Peralatan yang lumayan lengkap, lumayan juga pikir Gani. Ia tidak perlu kehabisan waktu dan uang untuk pergi menyewa peralatan. Ia hanya perlu membeli bahan makanan saja.

GANINDRA (End) Where stories live. Discover now