2. Reasonable Thing

553 42 1
                                    

Renjun terus melangkahkan kakinya menelusuri koridor sekolah, serta seluruh ruangan yang ada di sekolah, dalam mencari keberadaan seorang Lee Haechan.

"Chan, kau di mana?!" Tanya Renjun yang sangat khawatir dengan keadaan Haechan saat ini.

"Kenapa lari-mu cepat sekali sih?!" Protes Renjun yang masih khawatir dengan keberadaan Lee Haechan.

Renjun sudah mencari Haechan di mana-mana. Di kelas, seluruh kamar mandi siswi yang ada di seluruh sekolah ini, ruang ganti, halaman belakang sekolah, hingga ke gudang sekolah pun keberadaan Haechan tidak di temukan.

"Rooftop!" Satu ruangan yang muncul di kepala Renjun.

Tanpa menunggu lama, Renjun langsung melangkahkan kakinya menuju rooftop sekolah.

Di sepanjang jalan menuju rooftop, Renjun selalu merapalkan doa supaya Haechan ada di sana. Serta berdoa supaya Haechan tidak melakukan hal yang aneh, yang membahayakan keselamatan dirinya.

Sampai di rooftop, Renjun langsung bernafas lega begitu melihat Haechan yang tengah terduduk di pinggir rooftop, dengan pandangan menatap ke depan.

Dengan perlahan dan hati-hati, Renjun mulai menghampiri Haechan. Sebenarnya Renjun itu orang yang sangat takut ketinggian. Terlebih Haechan yang terlalu duduk di pinggi seperti itu.

"Yak Lee Haechan! Kau merokok?!" Ucap Renjun, yang langsung mengambil rokok Haechan, dan membuangnya.

Haechan tersentak kaget begitu mendengar teriakan Renjun. Kenapa Renjun selalu bisa menemukan keberadaan Haechan sih?! Padahal Haechan sedang ingin sendiri.

"Kau?! Kenap--" Ucapan Haechan terpotong karena Renjun yang tiba-tiba memeluk dirinya, dan menangis di dalam pelukkannya.

Haechan spechless bukan main begitu mendengar suara tangisan Renjun. Perasaan dirinya yang habis di permalukan oleh Mark. Tapi kenapa Renjun yang menangis?

"Yak! Kau kenapa? Jeno telah menyakiti diri-mu?" Tanya Haechan yang sedikit panik, begitu mendengar tangisan Renjun.

Berusaha melepaskan pelukkan Renjun, agar Haechan bisa menatap wajah Renjun; sahabat wanita yang selalu bertengkar dengannya setiap hari.

"Yak! Lee Jeno apakan diri-mu lagi? Dia berselingkuh?" Tanya Haechan, yang langsung mendapatkan toyoran dari Renjun.

Haechan meringis begitu mendapatkan toyoran kepala dari Renjun. "Kenapa menoyor-ku sih?!" Protes Haechan.

"Habisan ucapan-mu itu sangat tidak bagus!" Balas Renjun yang tersendat karena maish sesegukkan.

"Lantas kenapa kau menangis?" Tanya Haechan, menatap Renjun heran.

"Kau." Satu kata yang keluar dari mulut Renjun, yang sukses mmebuat Haechan tambah bingung.

"Perasaan tadi kau sudah membalas dendam atas tingkah jail-ku. Kau tidak lihat memar yang ada di tangan-ku karena cubitan-mu?" Tanya Haechan, yang langsung menunjukkan tangannya yang merah, karena cubitan Renjun tadi.

Renjun menggeleng. "Bukan karena itu." Ujar Renjun.

"Lalu karena apa? Plis, jangan berlibet seperti Mark!" Pinta Haechan yang sudah menyerah dengan banyaknya teka-teki ini. Cukup Mark saja yang membuat Haechan bingung akan ketidak jelasannya. Jangan sampai Renjun juga membuatnya bingung!

"Karena Mark yang telah berbuat serta berkata seperti itu kepada dirimu." Ujar Renjunz yang kembali menitihkan air matanya, begitu mengingat perkataan yang di lontarkan Mark kepada Haechan, serta tindakan Mark yang menampar pipi Haechan.

Bahkan saat ini Renjun sudah dapat melihat pipi Haechan yang membiru dan sedikit lebam karena tamparan Mark tadi.

Haechan mendelik heran begitu mendengar ucapan Renjun. Kenapa orang-orang di sekitarnya ini sangat suka membuat Haechan terheran-heran, serta bingung atas tingkah laku mereka semua?!

"Tapi kenapa kau yang menangis? Bukan-kah seharusnya aku yang menangis?" Tanya Haechan.

Renjun menganggukkan kepalanya. "Menangis-lah." Ujar Renjun, seraya merentangkan tangannya untuk di peluk Haechan.

Tapi bukannya malah memeluk, Haechan malah menepis rentangan tangan Renjun, lalu bergidik ngeri.

"Aku tidak lesby ya! Aku masih suka pria!" Peringat Haechan, yang lagi-lagi mendapatkan toyoran kepala dari Renjun.

"Aish! Kenapa suka sekali memakai otot sih?! Mentang-mentang Jeno kekasih-mu! Jadi sekarang kau lebih suka menggunakan otot!" Protes Haechan.

"Lagi kau ini aneh! Berpelukkan sesama wanita itu bukan berati lesby! Aku hanya ingin menawarkan pelukkan kepada diri-mu, agar kau nyaman menumpahkan segala keluh kesah-mu Haechan." Ujar Renjun.

"Kau tau kalau perkataan serta tindakan Mark Oppa itu sudah keterlaluan? Dia sudah menyakiti hati-mu Haechan. Dia sudah sering menyakiti diri-mu, tapi ini lebih parah dari yang biasanya. Jadi, tumpahkan semuanya Haechan. Menangis-lah kalau kau ingin menangis! Memaki-lah kalau kau ingin memaki! Meraung-lah kalau kau ingin meraung! Bukan malah diam seperti ini dan bertingkah tidak apa-apa seperti ini Lee Haechan!" Sambung Renjun, menatap Haechan dengan tatapan sendu.

Sungguh, Renjun tidak bisa melihat Haechan yang seperti ini. Haechan selalu bertingkah tidak apa-apa atas apa yang Mark lakukan kepada dirinya. Haechan itu tidak pernah menangis sedikit pun. Dia akan menganggap semuanya baik-baik saja.

Haechan menatap Renjun dalam diam, begitu mendengar ucapan Renjun.

"Aku tidak bisa." Ujar Haechan, di iringi helaan nafas kasar.

Ucapan Haechan sukses membuat Renjun bingung. Tidak bisa? Tidak bisa karena apa? Karena takut di bilang lemah? Karena takut di ledeki? Ayolah! Renjun tidak sekolot itu!

"Tidak bisa karena apa? Takut di bilang lemah, atau takut karena aku ledeki dirimu setelahnya? Ayolah, aku tidak sekolot itu Lee Haechan!" Ujar Renjun.

"Bukan karena itu." Ucap Haechan, seraya meluruskan pandangannya ke depan.

"Lalu karena apa?" Tanya Renjun, menatap wajah samping Haechan dengan penasaran.

"Eomma dan Appa-ku tidak pernah mengajari-ku untuk lemah Renjun. Appa-ku yang selalu mengajari-ku kalau aku harus menghadapi semua masalah, bukan malah menangis. Kata Appa, Menangis itu bukan cara yang terbaik untuk menghadapi masalah. Masalah tidak akan selesai hanya karena menangis. Masalah itu harus di hadapi, bukan di tangisi. Serta Eomma-ku yang mengajari-ku untuk tidak menangis hanya karena seorang pria." Ujar Haechan, di iringi helaan nafas kasar.

"Ucapan Appa-mu benar. Bahwa masalah itu harus di hadapi bukan di tangisi. Eomma-mu juga benar kalau seorang wanita itu tidak boleh menangis hanya karena seorang wanita. Tapi kau harus tau Lee Haechan, kalau kau itu seorang manusia yang sangat wajar untuk menangis." Ujar Renjun, memberikan pengertian kepada Lee Haechan. Ia tidak mau Haechan memendam emosinya sendiri, tanpa di luapkan.

"Aku tau kalau menangis itu tidak akan membuat masalah-mu selesai. Kau butuh menangis untuk meluapkan atau mengekpresikan perasaan yang sedang diri-mu hadapi. Setiap manusia pasti memiliki perasaan dan cara mengekspresikan dalam setiap suasana yang sedang di hadapi bukan? Kau akan tertawa ketika kau sedang melihat yang lucu. Kau akan tersenyum ketika kau sedang senang. Dan kau akan menangis ketika kau sedang sedih bukan? Jadi, menangis-lah. Menangis itu adalah hal yang wajah Lee Haechan."

REGRET NOT REGISTATION - MARKHYUCKWhere stories live. Discover now